14. Meine Liebste

Madrid, Spain
February 2001

"Menurutmu bagaimana kalau The Imperial Garden Group mulai ekspansi ke Thailand?"

Kali ini Sabine Amari menyempatkan untuk mengunjungi sahabatnya, Ingrid Ehrlich, dalam kunjungan bisnisnya di Madrid. Ya, kunjungan bisnisnya adalah mengunjungi Ingrid yang kerap memberikan tips bisnis dan sangat visioner—untuk seseorang yang bukan pebisnis, apalagi suaminya, dia tahu bisnis dan punya tiga anak. Sebenarnya Sabine gemas karena Ingrid agak sulit ditemui karena Ingrid senang mengurus sahabat barunya (dan juga putri bungsunya yang baru lahir) dibandingkan menerima tamu. 

"Bisa, kamu bisa melirik Phuket untuk membangun resort atau kalau kamu ingin membangun hotel yang bersentuhan dengan suasana kota bisa pilih Bangkok. Sebenarnya untuk pembangunan di Thailand bisa mulai mencari informasi atau survei lapangan untuk melihat lokasi idealnya, yang sekiranya sesuai sama wajah The Imperial Garden Group." Ingrid menjelaskan pendapatnya sembari menaruh putrinya yang berusia beberapa minggu di keranjang bayi. "Lagipula kamu kenapa menanyakan pendapatku, seorang ahli biologi, dibandingkan menanyakan pendapat professional? Kemana konsultan perencanamu?"

"Aku lebih percaya denganmu—banyak tips bisnismu benar-benar bagus." Sabine memujinya dan senyuman lebarnya terpancar dari sudut bibirnya. "Jujur, aku senang melihatmu lagi, Ingrid. Kamu selalu terlihat cantik setelah melahirkan."

"Terima kasih, Binnie," balas Ingrid saat ia kembali melihat putrinya dan mengusap pipi merahnya dengan jemari, "jujur, aku baru berani menerima tamu sekarang-sekarang ini karena, yang kupikirkan setelah melahirkan, semua orang sibuk dengan perayaan dan semua persiapannya. Putriku lahir saat Natal, namun masih dalam nuansa Ramadhan dan Hanukkah. Tiga hari kemudian Idul Fitri dan beruntung aku sudah lebih baik saat harus 'menampakkan diri' di Kedutaan Indonesia untuk menemani Remus. Pengalaman melahirkannya benar-benar berbeda dari saat aku melahirkan kakak-kakaknya, tapi sekarang aku sudah cakap serta lebih senang karena melihat Meine Liebste Sura menjadi milikku dan Remus."

"Hei, kamu sudah melakukannya dengan baik dan bertahan. Sura cantik dan dia datang ke kalian pada hari yang baik. Terima kasih sudah menceritakannya dan aku mengerti maksudmu, Ingrid. Karena aku juga merasa putraku seperti dimiliki kedua kakek neneknya, meskipun kenyataannya aku juga butuh mereka untuk menjaga Fabian, namun aku dan Andrian ingin menghabiskan banyak waktu bersamanya. Bahkan aku suka mengobrol dengan anakku tentang banyak hal, ia juga tahu perasaanku."

Ingrid tersenyum mendengarnya dan langsung meremas tangan Sabine. Tanpa menanykan, Ingrid juga berusaha untuk memahami situasi Sabine yang memiliki satu anak dan diharapkan untuk melanjutkan usaha keluarga atau menjadi dokter seperti ayah dan kakeknya. Bahkan setelah melahirkan putranya pada akhir April tahun lalu, Sabine ingin sekali menambah anak, terutama anak perempuan, namun keluarga suaminya hanya menyarankan untuk fokus mengabdi saja untuk grup.

"Terima kasih kamu sudah menceritakan perasaanmu. Tampaknya kamu juga menghabiskan banyak waktu dan berusaha untuk memperhatikan putramu, ya." 

"Tentu saja. Aku senang melakukannya. Bahkan Andrian ingin sekali menjaga anaknya lebih banyak jika ia tidak sibuk dengan pekerjaannya." Sabine menjawab dan melirikkan pandangannya pada bayi dengan pipi berseri-seri yang berada di baby crib dekat mereka. "Haaai Sura, haaai anak cantik, kamu lagi apa?"

"Dari tadi Sura tahu kalau kita lagi mengobrol. Kurasa ia senang mendengarkan. Apa kamu mau menggendongnya?"

Mendengar tawaran tersebut, Sabine menyadari matanya berkaca-kaca."Yes, please."

.

.

.

London, UK
Mid-year 2026

Sura berusaha untuk berpikir keras pada pagi hari dan itulah yang terjadi apabila setelah bangun tidur langsung membuka ponsel. Jemarinya langsung membuat semua daftar konyol yang harus ia lakukan. Kecuali bagian resign dari cobalt blue, ia hanya ingin membuka kesempatan untuk pindah perusahaan di luar negeri—jangan ingatkan bahwa cabang keluarganya memiliki lapangan pekerjaan karena ia belum ingin pindah untuk bekerja dengan semua produk stainlees steel itu. Sebenarnya yang konyol hanyalah Sura yang habis bertunangan langsung membuat to-do-list dibandingkan langsung mengabari orang tuanya. 

Ah, ya, Sura belum mengabari orang tuanya. Setelah Sura pulang, ia tidak melihat orang lagi. Hanya diinfokan melalui asisten rumah tangga keluarga mereka kalau ayah dan bundanya berpergian. Hanya berdua saja.

Pada akhirnya, Sura pun sedikit bersiap dengan melapisi baju tidurnya menggunakan sweater rajut merah dan berjalan keluar dari kamarnya. Benar saja, ia melihat ayahnya yang membaca The Guardian pada teras belakang dan bundanya yang menelepon dengan intonasi meledak-ledak—Sura menebak, mengira-ngira dari nadanya, pasti antara Louise Hirsch-Kushner yang mengeluhkan putra laki-lakinya yang belum pulang dari korea atau Istri Perdana Menteri Inggris yang bercerita soal anak-anaknya yang akan melanjutkan studi.

"Selamat pagi, Nona Sura. Apa sudah siap untuk sarapan?"

"Sure. Apa yang kamu buat pagi ini?"

"Nyonya memintaku untuk membuatkan pancake dan syai haleeb untukmu sebelum ia pergi." Asisten rumah tangga yang berusia empat puluhan tersebut menjawab. Dia merujuk nyonya untuk memanggil wanita tua Jerman Arab yang terlihat pergi dari kediamannya yaitu omi.

Sura hanya mengangguk mengerti. Masuk akal apabila pagi ini ia sudah mencium wangi pancake yang disajikan bersama madu serta beberapa rempah yang diseduh bersama teh dan susu. "Omi-ku pergi kemana?"

"Sayangku, kukira kamu masih melanjutkan tidurmu." Ucap seorang wanita tua yang baru kembali dari perjalanan singkatnya. Kini ia melirik pada asisten rumah tangganya sembari menyerahkan beberapa kantung yang ia bawa dari luar. "Sudah kamu buatkan?"

"Sudah, Nyonya."

Akhirnya Sura memutuskan untuk duduk bersama omi, disusul dengan ayah, bunda, dan juga jid—beliau yang meminta cucunya dipanggil dengan jid, panggilan dari Bahasa Arab, dibandingkan grandpa dan turunannya. Jid baru saja datang dari lantai atas sembari membawa mesin penyedot debu yang digunakan untuk membersihkan ruang kerjanya. Asisten rumah tangga tersebut dengan sigap mengambil mesin penyedot debu dari tangan jid sembari jid pergi untuk membersihkan tangannya. 

"Cincinmu bagus, Sura." Jid memuji saat melirik sebuah cincin berlian melingkar manis pada jemari cucunya. "Herzlichen Glückwunsch."

"Cincin apa?" Remus bertanya dan kemudian melihat cincin yang dikenakan oleh putrinya. Pikirannya berusaha untuk memastikan, terutama saat ayah mertuanya mengucapkan selamat pada putrinya. "Apakah ini?"

Perempuan muda itu pun menganggukkan kepalanya. "Ya, Fabian Hafiyyan melamar aku."

"Congratulations, Sura," ucap Ingrid sebelum memfokuskan dirinya pada hidangannya, "aku tidak ingin merusak euforia-mu, Sura, tetapi kita, dan juga keluarganya Fabian, sudah tahu lebih dahulu. Dia melamarmu sendiri—dengan meminta restu ayahmu dan semuanya, untuk menikahimu."

"Ya, Meine Liebste. Aku sudah tahu lebih dahulu dari kamu dan aku terkesan bahwa Fabian melakukannya dengan baik. Aku juga sudah mengabari ayah ibuku dan mereka bahagia untukmu." Remus melanjutkan kalimat istrinya. "Selamat Putriku, aku bahagia melihatmu. Dahulu kamu datang lalu menjadi sahabatku dan Ingrid. Sekarang kamu sudah bertunangan dan akan menikah."

"Rasanya aku masih ingin menahanmu lebih lama sebelum kamu menikah," gumam Ingrid sembari berusaha untuk menahan perasaan sedihnya, "sembari kamu mengurus beberapa hal untuk pernikahanmu, kita harus berlibur bersama Nicky sebelum kamu menikah."

"Remus, Ingrid, sudahlah jangan bersedih-sedih dahulu," tegur omi setelah meneguk secangkir syai haleeb hangat miliknya, "kalian harus banyak mendukung dan membantunya. Banyak yang akan diurus seperti kalian dulu waktu menikah. Sura dan semuanya, jangan sebar informasi ini ke orang-orang yang sekiranya engga ada kepentingannya. Aku khawatir ada sesuatu yang tidak diinginkan. Kalaupun nantinya ada kesulitan, lebih baik cerita ke orang dalam dahulu."

"Omi-mu ada benarnya. Benar-benar banyak hal yang bisa terjadi saat mengurus pernikahan. Namun, kamu tetap berhak untuk merayakannya, tetapi tidak terang-terangan 'hai aku bertunangan'—Post saja foto yang lain untuk menandakan hari spesialmu atau tulis saja di jurnalmu," bisik Ingrid pada putrinya. Sura mengangguk paham.

TBC

nas's notes: terimakasih semuanya yang sudah membaca ceritaku dan memberikan tanggapan berupa vote, komentar, atau qrt di twt dan juga tellonym. stay with me ya sampai cerita ini kelar <33 :"))





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top