114. Kaffeepause
Jakarta, Indonesia
December 2026
"Sura, Daniel, nanti jangan pulang dulu ya. Kita, 'kan, mau makan-makan."
Itulah yang dikatakan oleh Andrew Karel saat team mate-nya baru datang dan masuk ke ruang meeting. Dengan santainya, Daniel datang sembari membawa sekotak pisang madu—yang ia janjikan tempo hari di twitter, Sura membawakan selusin glaze donut dari Krispy Kreme, dan Andrew membawa dua liter kopi susu dari Toko Kopi Tuku. Bimo pun menyadari bahwa semua kombinasi jajanan yang dibawa ini tampak janggal.
Setelah meeting yang diagendakan pada hari itu usai dan Pak Michael kembali ke ruangannya untuk bertemu dengan tamu yang menantikannya, Andrew langsung membuka forum lainnya bersama Sura dan Daniel. Tentu saja Bimo memilih untuk ke lantai dasar untuk menghisap pods dengan team member lainnya.
"Nayantara Sura, bagaimana bisa kamu jalan sama anak presiden di GI?" Andrew bertanya dengan memberikan ekspresi wajahnya yang tampak tidak percaya.
"Mas, bahkan aku bisa bekerja denganmu. Kamu selalu kaget denganku."
Tulang rahangnya Andrew terasa seperti ingin lepas dari tengkoraknya. Bahkan sampai sekarang ia masih ingat Sura yang menyapa Andrew saat ia interview dan menjadi anak magangnya—Terima kasih Pak Michael yang dengan cepat meyakinkannya untuk mengambil Sura karena terkesima dengan skill set-nya sebelum Sura diambil oleh kompetitor.
"Oke, aku memang kaget, Sura, namun aku tidak percaya kamu berhubungan dengan penghuni dari kandang macan tersebut." Andrew mengambil Corkcicle miliknya—yang masih ada batu es di dalamnya, lalu menuangkan kopi susu ke dalam tumblr berwarna hitam tersebut.
"Wait, Mas, maksudmu kandang macan itu apa relate dengan ibu negara?" Daniel bertanya sembari mengambil glaze donut dan memakannya.
"Ya!" Andrew membalas dengan yakin. "Kakak dan adiknya Rayan ini dijodohkan, namun istri dari kakaknya alias menantu perempuannya ini diperlakukan dengan kurang baik. Padahal menantunya ini lulus dari UI dan memiliki karier yang bagus sebagai aktris. Bahkan menantunya tidak dapat menggunakan perhiasan yang lebih bagus dan menonjol daripada beliau ini."
Andrew memang tahu banyak. Meskipun ibu negara, wanita yang dimaksud, sering kali membayar seorang jurnalis bernama Leonardo Hutabarat—tentu saja untuk melenyapkan artikel negatif tentang dirinya, Andrew selalu mendapatkan cara untuk mendapatkan teh panas terkini yang berkaitan dengan ibu negara.
"Sebenarnya ibu negara ini berasal dari keluarga apa, sih? Kok merasa dirinya superior sekali?"
"Rumornya, sih, ayahnya dirut maskapai penerbangan."
"Benar, kok, Mas. Ayahnya beliau memang direktur utama salah satu maskapai penerbangan." Sura menganggapi sembari meminum es kopi dengan es batu dari Corkcicle kecil miliknya. "Meskipun aku belum begitu dekat dengan Rayan seperti aku dekat dengan Kanaya, Shadira, dan Hana—kembarannya Daniel yang selalu mencekoki aku dengan banyak hal menyenangkan, namun Rayan tampak baik-baik saja. Dia sedang menyelesaikan PPDS, suka fotografi, dan lembut."
"Kukira kalian sudah sering bertemu?" Daniel bertanya dengan ekspresinya yang membuatnya terheran. "Dari apa yang dikatakan Kaia, tampaknya kamu dan Rayan sudah sedekat itu."
"Tidak, lah, makanya berita aku jalan sama Rayan baru naik sekarang. Lagipula yang selama ini sering bertemu dengan Rayan itu kakakku." Sura merespon dan kemudian menjeda ucapannya dengan melirik ke Andrew. Ia teringat Andrew turut dikaitkan sebagai daftar-sasaran-ibu-negara di Twitter. "Lantas bagaimana kamu dengan keluarga presiden?"
Lelaki tersebut hanya menghela nafasnya sembari meminum sedikit es kopi susunya. "Dulu aku sempat dekat dengan adiknya Rayan, namun ibunya mengatakan bahwa aku tidak bisa bersama anak perempuannya. Ibunya bepikir bahwa aku tidak punya apa-apa, padahal aku waktu itu masih kerja di BCG Dubai. Akhirnya anak perempuannya langsung dinikahkan dengan insinyur yang lebih tua itu."
"Kamu, 'kan, juga lebih tua, Mas?" Sura berbalik bertanya dan Andrew langsung memainkan ekspresi wajahnya. Bahkan Mas Andrew masih bisa melanjutkan studi dan mengawali karier di Dubai, kemudian kembali ke Indonesia sembari mempertahankan gaya hidup yang membingungkan itu. Walaupun loyal dan royal mampus ke siapa saja, sayangnya ibu negara masih mengira bosku ini tidak punya apa-apa? Batinnya sembari minum es kopi susunya.
"Lebih tua enam tahun—seumuran dengan kakak pertamanya, bahkan dia dijodohkan hanya karena pria tersebut lebih mapan, orang Jawa tulen, dan tampak seperti anak berbakti. Sementara aku dikatakan mengais uang dari orang asing, bahkan sampai sekarang wanita itu tahu bahwa bosku orang asing karena mengira aku tidak punya kecakapan untuk bekerja membangun bangsa dengan para bumiputra. Kita memang selalu dianggap tidak punya apa-apa, Sur, hanya karena ayah kita bekerja untuk suaminya. Bahkan dia tidak tahu kamu datang ke kantor dengan Mercedes Benz S-Class, membawa Bottega Veneta atau Tod's, dan mengenakan Cartier."
Sura menyadari bahwa Andrew memandangi tangannya dan ia langsung melihat ke arah jam tangan yang ia kenakan. "Ah, ini Cartier Tank pemberian bundaku. Bundaku mendapatkannya dari ayahnya saat menyelesaikan kuliahnya."
"Aku sudah sering melihat jam tanganmu. Bukan, yang kumaksud adalah cincinmu, Sura." Andrew melihatnya sembari mengambil jemari Sura seperti sedang menginspeksinya. "Bahkan saat kamu pulang dari London sampai business trip kita ke India tampak tidak asing dan baru kusadar cincinmu itu Cartier saat melihat video dari TikTok content creator yang baru saja unboxing cincinnya. Ini koleksi keluargamu yang mana, Sura?"
"Sebenarnya, ini cincin pertunanganku."
"Cincin apa...." Andrew mengucapkannya sembari menyerap perkataan Sura barusan.
"My engagement ring."
Kali ini giliran Daniel yang merasakan bahwa tulang rahangnya ingin terjatuh dari rangka tengkoraknya. Kini Daniel merasa bahwa perkataan Sura soal 'rencana masa depan'-nya di Cobalt Blue ini ada kaitannya dengan statusnya sekarang. "Pantas saja waktu itu kamu mengatakan kalau kamu ingin resign dan ingin dihadiahi photocard Jungwoo."
"DIA JUGA MENCERITAKAN RENCANANYA ITU PADAMU?!"
"Yup, padaku, Bimo, dan Mba Kaia."
"Kayaknya photocard Jungwoo-nya bercanda, tapi rencana resign sama pertunangannya beneran." Andrew bergumam sembari mengambil pisang madu dari kotaknya. "Ini sudah jelas bukan Rayan—ibunya yang sombong itu tidak akan membiarkan anaknya menjadi sembrono dengan melamar anak gadis menggunakan perhiasan yang setara dengannya. Siapa laki-laki yang melamarmu dengan cincin Cartier?"
"Oke, Sura. Demi Tuhan, aku akan tutup mulut dari Bimo dan Kaia. Siapa lelaki yang melamarmu? Anak konglomerat mana?!"
Sura hanya tersenyum dan mengembangkan pipinya. Ia melirik ke arah cincin yang mengikat dirinya dengan seorang laki-laki yang berawal dari sahabat baiknya. "Seorang dokter. Dia akan menjadi dokter spesialis bedah anak."
"YA TUHAN, SELAMAAATTTTT!!!" Daniel meninggikan suaranya dengan gembira. "Kalau cowoknya jelas kayak gini, sih, kamu langsung gas Januari tahun depan pengajuan resign ke Pak Michael. Paling hand over kelar habis lebaran, lah."
"Ini dokter muda yang dibangga-banggain sama Nicky itu, bukan?" tanya Andrew yang teringat-ingat perkataan teman baiknya. "Demi Allah, Nicholas tidak berhenti-hentinya mengharapkan untuk memiliki adik ipar seorang dokter."
Perempuan tersebut hanya menganggukkan kepalanya. Andrew dan Daniel dengan kompaknya menutup mulut dengan tangannya dan melirik. Jangan beritahu Si Bodoh itu atau dia akan kebakaran jenggot.
"Doain, ya. Januari 2027 pengajuan resign-ku di-approve."
"Siapa yang tahun depan berencana untuk resign dan menikah?"
Mereka bertiga mendengarkan tanggapan dari pintu ruangan yang dibuka oleh seorang laki-laki tinggi dan berwajah barat dengan mata birunya. Siapa lagi kalau bukan Michael Budhiarto, Si Chief People Operation dari Cobalt Blue, yang secara tidak langsung mendengar pecakapan mereka. Tentu saja, pendengarannya untuk Bahasa Indonesia masih bekerja dengan baik.
"Oy vey, who?! Siapa yang akan resign?!" Pak Michael langsung menarik kursi di sebelah Daniel dan melirik satu persatu mata tiga orang yang masih bertahan di ruang meeting tersebut.
Daniel tak sengaja menunjuk Andrew. Pria yang duduk di sebelah Sura persis pun langsung melirik Daniel dengan tajam. "Aku enggak, Pak."
"Kalau kalian mau nikah, kalian harus kasih lihat ke saya muka calonnya seperti apa." Pak Michael mengatakan sembari tertawa dan mengambil salah satu glaze donut yang tersisa dari kotak. "Teman-teman saya, baik yang ikut shidduch dating sampai ketemu di aplikasi kencan, banyak yang nanyain pasangannya ke saya sebelum lanjut ke stage selanjutnya."
Tanpa berpikir panjang, Daniel langsung meraih ponselnya dan menunjukan wallpaper yang ia pasang. "Kalau saya sama Wendy, gimana, Pak?"
Pak Michael hanya tertawa yang diikuti oleh Andrew dan Sura. "Hidup itu harus realistis, Daniel."
TBC
nas's notes: guys haaaaai, terima kasih banyak yaa untuk antusiasnya. berhubung part ini agak kejar-kejaran agar kalian bisa tetap mengikuti update dariku, boleh minta tolong tanggapannya di qrt twitter, reply part ini, dan tellonym (untuk fitur anonim)? terima kasih banyak yaaa!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top