1. Aller Anfang ist Schwer

Munich, Germany
Mid-year 2026

"Liebchen, menurutmu aku orangnya seperti apa?" Fabian bertanya pada Sura saat lelaki itu fokus menyetir mobil Audi A6 di tengah-tengah kota kelahirannya.

Fabian tahu persis bahwa banyak gadis atau lelaki yang bertanya pada Sura mengenai dirinya. Maka dari itu, Fabian ingin mengkoreknya sendiri. Hitung-hitung memanggil kembali memori lama mereka berdua. Kebetulan, mereka berdua bisa bertemu dengan penuh kesenangan setelah terpisah selama beberapa bulan. Terakhir kali Fabian menemui Sura saat gadis itu masih menempuh studi magisternya di Oslo.

Hanya saja, untuk saat ini, mereka tidak memberitahu siapapun kalau Sura tinggal di apartemen Fabian selama kedatangannya. Karena akan dianggap memunculkan keributan besar, walaupun mereka tinggal pisah kamar. Lagipula Sura juga membantu Fabian untuk menata ulang apartemennya sembari memasang poster terbaru atau merapihkan buku-buku kedokterannya Fabian. 

"Lagi-lagi aku harus menjawab pertanyaan seperti ini," dengus Sura dengan perasaan jengkel, "kamu tidak semestinya peduli dengan penilaian orang lain terhadapmu."

Sura benar. Banyak generasi produktif yang terlalu fokus pada citra diri dan penilaian orang lain terhadap diri mereka, sehingga mereka lupa untuk menjadi jujur terhadap diri mereka sendiri. Fabian tahu persis bahwa gadisnya ini adalah orang yang terus terang jika harus menilai orang lain dan Fabian suka itu. Namun, Fabian tidak pernah mendengar langsung penilaian Sura tentang dirinya dari bibir gadis yang pelafalan bahasa asingnya tidak beraksen. 

"Kamu bukan orang lain, Sura." Fabian menenangkannya dengan pandangan tetap lurus ke depan jalan dan strinya. "Aku akan berusaha untuk tidak tersinggung dan menerima—terutama jika kamu yang mengatakannya."

"Kamu memang tidak akan tersinggung, tapi overthinking," ejek Sura dengan nada jahil sembari sedikit tertawa. 

Tawa Sura bagaikan virus yang menular. Tentu saja virus dalam konteks baik. A happy virus. "Tertawakan aku sepuasmu, Capricorn. Aku akan menciummu malam ini."

"Tidak, kamu tidak akan melakukannya. Kamu sibuk malam ini."

"Sepuluh menit. Aku janji tidak akan lama."

"Nicht, bitte."

Fabian hanya tersenyum jahil saat Sura mengatakan 'tidak, tolong' yang diselingi dengan tawa kecilnya. Sura yang cerdik memang sedikit jahil menjadi salah satu alasan Fabian begitu menyukainya. Serta, selama perjalanan ini, Sura tidak membuka ponselnya. Gadis itu benar-benar fokus dengan percakapan acak mereka berdua.

"Lantas bagaimana dengan first impression-mu untukku?"

"Entahlah. Bahkan aku bertemu denganmu secara langsung saat usiaku empat belas tahun." Sura kembali menolak permintaan Fabian secara mentah-mentah. Gadis itu ingat persis bagaimana ia bertemu dengan Fabian pada tahun 2015 dan yang ada diingatan Sura adalah Fabian selalu terlihat sedih dan hanya ingin pulang ke Jerman. Sehingga, Sura sempat berpikir bahwa orang tuanya Fabian sengaja 'membuang' anak mereka ke Jakarta. 

"Kukira saat itu kamu anak akselerasi."

"Aku tidak sehebat itu. Aku hanya beruntung dilahirkan saat Natal, Ramadhan, dan Hanukkah. Itulah yang membuatku merasa jauh lebih muda sedikit dari anak-anak kelahiran 2000 lainnya."

Fabian menganggukan kepalanya. Tetap fokus dengan kontrol terhadap mobil yang ia kendarai. "Jujur, Liebchen, apakah aku begitu menyebalkan?"

Gadis itu menganggukan kepalanya. "Sedikit," balas Sura sembari berusaha untuk menggali ingatannya di masa remajanya itu, "lagipula kamu menyebalkan karena tampaknya kamu tidak terkesan dengan Indonesia. Seperti kamu berulah karena kamu bosan."

Sejujurnya, apabila Si Fabian Hamish Hafiyyan harus menilai dirinya sendiri, ia bisa katakan bahwa dirinya adalah anak tunggal yang membosaaaaaaankan. Bundanya, Sabine Amari, merasa bahwa Fabian tidak memiliki ketertarikan terhadap hidupnya. Bahkan Fabian belum tahu apa yang ingin ia lakukan setelah bundanya memasukkannya ke salah satu SMA favorit di Jakarta. Saat itu pula, ia hanya ingin masuk IPA dibandingkan IPS—hanya karena Fabian menyukai pelajaran biologi.

Bahkan lelaki itu selalu ingat bahwa ia terpikir untuk masuk Fakultas Kedokteran UGM karena mengobrol secara mendalam dengan Sura. Tidak pernah terpikir pula, bahwa sejak itu, Sura sudah merasa dirinya berkontribusi dalam hidup seseorang. Sura juga senang saat tahu Fabian sudah memiliki tujuan hidupnya sendiri.

Meskipun, bagi Fabian, keputusan bunda (yang didukung oleh ayah dan paman) ini benar-benar mendefinisikan pribahasa Jerman yang selalu ia ingat jika ia hampir atau sudah mengeluh: Aller Anfang ist Schwer, semua permulaan itu sulit. Walaupun permulaan itu akan mengubah hidupmu sedikit demi sedikit untuk selamanya. Sangat memotivasi, bukan?

"Karena itulah, aku ingin berterimakasih padamu. Kamu datang di saat yang tepat."

Jadi, benar, ia harus berterimakasih pada Sura yang mau mengobrol dan menjadi temannya di Indonesia. Memang harus diakui, bahwa sebelum pindahnya ke Indonesia, Fabian kesulitan untuk memiliki teman. Gaya hidup Jermannya yang harus beradaptasi dengan warna warni pergaulan remaja Indonesia cukup membuatnya syok. Ia tidak memiliki sepupu sama sekali atau teman Indonesia yang akan membantunya dan ia hanya memiliki kakek nenek yang baik. 

Kakek neneknya yang baik itu tinggal di jalan yang sama dengan kakek neneknya Sura. Gadis itu juga dikirimkan oleh orang tuanya untuk tinggal bersama kakek neneknya dan kakak laki-lakinya yang tampan—yang sesekali datang dari Bandung. Berbeda dengan Fabian yang pada awal-awal kedatangannya belum merasa cocok dengan suasana Jakarta, Sura benar-benar senang bisa pulang dan tinggal untuk waktu yang lama. 

Fabian merasa bahwa Sura, gadis luar Indonesia, sudah memiliki sense of belonging terhadap Indonesia. Lagipula, sudah pasti anak itu tidak bingung tentang asal usulnya—terima kasih untuk didikan keluarganya, walau terkadang ia bingung harus memasukkan dirinya sebagai kelompok etnis dan budaya yang mana. Mungkin Sura hanya memikirkan 'just caucasian' dalam benaknya.

"Kamu tahu apa yang orang lain pikirkan tentangmu?"

"Ah, tentu saja aku tahu," jawab Sura yakin, "anak-anak FISIPOL melihatku sebagai distinguished double privilege. Anak-anak UGM lainnya, terutama fakultasmu, melihatku sebagai gadis yang tidak bisa dikalahkan. Yang suka sama kamu banyak, tahu."

"Justru aku tidak menyangka kalau selama kuliah aku benar-benar populer."

"Kamu populer karena kamu tipe idaman banyak perempuan." Sura benar-benar berterus terang karena Fabian memang memiliki wajah campuran yang begitu menawan, menjadi dokter, terlahir dari keluarga yang dihormati, memiliki etika yang baik, loyal, sensual, dan pekerja keras (karena banyaknya kebutuhan dan keinginan dengan euro). Hal-hal itulah yang membuat Fabian disukai banyak perempuan dan beberapa di antara mereka ada yang menanyai status ketersediannya Fabian melalui Sura. 

Fabian benar-benar mendefinisikan kelompok zodiak yang itu.

"Sebenarnya aku ini juga tipemu, namun kamu antara malu atau sebal karena banyak yang mengidam-idamkan aku. Hehe."

Lagi-lagi, gadis itu hanya bisa tertawa. Apa yang dikatakan Fabian ini juga ada benarnya. "Setidaknya kamu adalah first love aku saat SMA—walaupun saat itu kamu sedikit menyebalkan."

TBC

nas's note: tebak saja fabian kelompok zodiak yang mana dan dari bulan apa, wkwkwk. terima kasih sudah mampir dan memberikan tanggapan lewat komentar atau tellonym :") 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top