Untold Chapter - Kisah Antonio Genga Bagian 6
Tahun 1482.
Amonte, ibu kota Kerajaan Vontera.
Dan menjerumuskan Antonio ke lubang yang sangat dalam. Sudah lebih dari setahun sejak hari pengumuman nama-nama dari kelompok muda prajurit kerajaan yang akan dipromosikan menjadi anggota magang berlalu, dan Antonio masih belum bisa melupakan itu. Hatinya hancur dan hidupnya berantakan setelahnya. Ia sekarang kembali ke tempatnya lahir dan dibesarkan, mencari pundi-pundi koin dengan menekuni pekerjaan lamanya, Hunter lepas.
Pada siang itu Antonio duduk di kedai minuman tengah kota. Ia membaca sebuah buku tua yang ia beli dari pasar loak seharga 15 Von dua bulan lalu. Ia terus membaca buku itu meski petualangannya dalam kata-kata sudah mencapai garis akhir berkali-kali. Buku itu berisi kisah seorang pendekar pedang yang mencari kristal suci kepunyaan dewa. Ditulis oleh penyair tidak terkenal, Mizu Schafsvhenzska, 72 tahun lalu.
Bagaimana sesuatu seindah ini bisa dijual dengan harga yang sangat miring? batin Antonio, membolak-balikkan lembar buku itu yang sudah menguning dan mengeras. Benda yang ada di genggamannya saat ini bagaikan sebuah harta karun, sebab seumur hidupnya tak pernah Antonio temui sesuatu yang begitu indah, tanpa harus bisa menggapainya secara langsung. Ia hanya menggunakan pikirannya untuk mengolah kata, kemudian berkelana sampai ke negeri yang jauh. Itulah yang membuat Antonio jatuh cinta pada sastra.
"Hei, sudah siap untuk eksplorasi nanti malam?" Seorang remaja bertubuh kurus menghampiri Antonio. Suaranya bahkan belum pecah, tubuhnya masih bersih dari rambut-rambut kehidupan orang dewasa.
"Tentu saja." Mata Antonio tidak beranjak dari buku itu. Kakinyalah yang berkata, menendang pedangnya yang sudah berdiri di samping meja. "Segera siapkan senjatamu, Cendric."
"Ah, tenang saja. Aku masih harus kembali ke pusat kota untuk mencari orang-orang yang ingin berjalan melewati jalur itu nanti malam. Jika kita bisa mengantar banyak orang, bayaran kita akan semakin tinggi."
"Misi kita tidak hanya untuk mengantarkan orang-orang itu. Kita juga harus membunuh para iblis yang bersemayam di sepanjang jalur berbahaya itu untuk memperoleh keuntungan maksimal. Kau tahu, akhir-akhir ini harga kepala iblis sedikit naik."
Cendric tersenyum lebar, mengedipkan sebelah matanya. "Tenang saja! Kita berdua adalah mitra yang sangat baik jika berbicara soal uang. Tidakkah kau juga berpikir demikian?"
"Kau benar-benar seorang remaja yang licik dan cerdas, Cendric. Semua hal yang kaulihat bisa kauubah menjadi uang. Bagaimana caranya?"
Cendric terdiam, kemudian menutup buku Antonio. "Berhentilah membaca kata-kata bodoh ini. Buku-buku sastra hanya menghambatmu, sobat. Memangnya siapa yang butuh ribuan halaman hanya untuk menyadari bahwa kita harus menjadi seseorang yang bijaksana? Hidup adalah buku yang lebih baik dari buku itu sendiri. Tidakkah kau juga berpikir demikian?"
"Hmm ...." Antonio menggumam ragu. "Aku suka membaca buku akhir-akhir ini karena aku menemukan keindahan di dalamnya, bukan karena aku ingin menjadi seseorang yang bijaksana."
"Ah! Persetan dengan keindahan! Tidak ada yang lebih indah di dunia ini daripada uang!"
Pikiran Antonio melayang jauh ke belakang, kala ia merantau menuju Benua Grandea. Alasannya pergi ke sana adalah ia ingin mendapatkan uang untuk mengubah hidupnya. Nahas, ia justru semakin menderita karena tidak punya uang.
"Hentikanlah kebiasaan membaca tulisan-tulisan tidak nyata ini, Antonio. Mulailah fokus berlatih pedang, membaca kehidupan, dan beraksi dengan hati-hati. Niscaya uang akan datang dengan sendirinya kepada kita."
"Ah, baiklah, baiklah. Kaulah yang paling cerdas, Cendric."
"Sudah, aku tidak ingin menghabiskan waktuku lagi. Aku pergi dulu." Cendric mengeluarkan sayap dari punggungnya, mengepakkannya, kemudian terbang di langit cerah Kota Amonte dengan bebasnya.
Antonio keluar dari kedai untuk melihat itu. Matanya melihat apa yang tidak bisa ditangkap oleh Cendric. Dari Cendric, seorang bebal yang selalu patuh pada pikirannya sendiri, Antonio melihat sebuah kebebasan. Sayap dan langit biru disimbolkan sebagai bentuk tertinggi dari kebebasan. Antonio berpikir bahwa buku Mizu Schafsvhenzska yang ia baca adalah benar. Bukan berarti Cendric salah. Namun, memang begitulah seharusnya seni dilihat dan diresapi. Dari berbagai macam perspektif, seperti halnya kehidupan.
Ketika kau hidup tanpa penyesalan dan rasa takut, di situlah kau bisa terbang. Itu kebebasan.
Antonio mengulang penutup dari bab 5 buku itu. Menurutnya, buku bukan sekadar kata-kata bodoh. Buku adalah kehidupan; kehidupan adalah buku. Keduanya sama-sama bermula, menceritakan kisah, dan berakhir.
"Cendric adalah kebebasan."
***
Malam itu jalur timur untuk menuju Kota Wedderska tidak tertembus sinar bulan. Wagon yang ditarik Antonio dengan bantuan kuda serta lentera menjadi satu-satunya sumber pencahayaan. Di dalam wagon itu terdapat Cendric beserta 13 orang (ada manusia dan dwarf) warga Amonte yang ingin pergi ke Wedderska. Keperluan mereka beragam: ada yang memang ingin pergi ke kota itu, ada yang mengantar barang, ada pula pedagang serta saudagar yang kebetulan sering berpindah-pindah tempat.
"Semuanya baik-baik saja?" tegur Cendric dari balik tirai wagon. Ia sudah menanyakan itu sebanyak 11 kali semenjak berangkat.
Untuk sejenak Antonio terdiam. Indra penglihatan dan pendengarannya fokus untuk mencecap kondisi sekitar. Di tengah gelap dan sepi itu, yang Antonio dapat adalah suara jangkrik, embusan angin, serta langkah kudanya yang presisi. kitak kituk kitak kituk. Malam yang tenang itu tiba-tiba berubah ketika ada sekelebat bayangan yang mengejutkan Antonio.
Seekor iblis kelelawar terbang melewatinya sambil membentangkan sayap. Antonio yang melihat itu langsung menggebrak wagon dan berteriak kepada Cendric, "Iblis datang!"
Semua orang di dalam wagon berteriak ketakutan. Cendric dengan segera menghunus pedangnya dan menerobos tirai wagon, duduk di atas kuda tepat di belakang Antonio. "Iblis hibrida!" teriaknya.
"Iya, aku tahu! Ini benar-benar buruk. Iblis itu punya tubuh yang cukup besar dan panjang. Akan susah bagi kita untuk menebasnya tanpa menumpahkan darah."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Antonio? Tanpa racun hibrida, pedang kita hanya akan menjadi sebatas lidi untuk iblis kelelawar itu."
Antonio berdecak, tetapi terus memutar otak. Iblis itu mendarat di kejauhan, menghadang jalan rombongan Antonio. Antonio memekik ke dalam wagon, "Adakah di sini dari kalian yang mempunyai racun hibrida?! Kami berdua membutuhkannya untuk membunuh iblis di depan sana!"
Seluruh orang meringkuk dengan wajah cemas, menggeleng, termasuk saudagar yang menjual aksesoris pedang. Namun, seorang wanita dengan tas kulitnya yang besar tampak berdiri. "Aku punya racun hibrida!" ucapnya terengah-engah.
"Lempar kemari! Cepat!"
Wanita itu langsung merogoh tasnya dan melemparkan dua botol kecil berisi cairan berwarna cokelat. Antonio dan Cendric menangkapnya, membukanya, dan mengoleskannya pada bilah pedang mereka masing-masing. Kuda yang menarik wagon itu berhenti, Antonio dan Cendric turun. Di depan sana, iblis kelelawar sudah menunggu.
"Cendric," bisik Antonio sambil melangkah perlahan-lahan, "terbanglah. Incar matanya."
"Lalu bagaimana kalau dia juga ikut terbang?"
"Kejar. Kau adalah satu-satunya orang yang bisa kuharapkan untuk menguasai langit."
"Ah, sial." Cendric mengeluarkan sayap dari punggungnya. "Tapi kau harus membantuku dari bawah, oke? Aku tidak ingin terlihat seperti capung kepanasan yang terbang di langit dengan panik karena dikejar-kejar oleh iblis."
"Iya, pasti akan kubantu. Aku akan melesat ke depan, kau bersiaplah."
"Oke."
"Serang!"
Antonio berlari menuju iblis itu, sementara Cendric terbang di langit. Seperti dugaan, iblis itu juga terbang, dan ia akan menjadikan Cendric target pertamanya. Antonio bingung, sebab ia tidak bisa melakukan apa-apa selain diam dan melihat Cendric dari bawah.
"Jangan terbang menjauh, Cendric! Mendekatlah ke tanah!"
Cendric yang sudah terlebih dahulu panik tidak dapat mendengar teriakan Antonio, sampai-sampai ia lupa bahwa pedangnya yang sudah dilumuri racun hibrida itu dapat digunakan untuk menyerang. Ia terbang untuk kabur dari kejaran iblis itu, dengan arah yang berantakan. Antonio tampak sangat putus asa. Satu saja sabetan dari iblis itu, Cendric bisa mati. Namun, pada sebuah titik yang gelap, cahaya muncul.
Tiga anak panah menembus kulit iblis yang mengejar Cendric. Antonio menoleh, mendapati wanita yang tadi memberinya racun hibrida sedang menggenggam crossbow dan mengarahkannya ke atas.
"Kau ...?"
"A-aku harap ini bisa membantu kalian," ucap wanita itu tergagap-gagap. "A-aku sudah melumuri anak panahnya dengan racun!"
Pikiran Antonio menjadi jernih kembali. "Cepat tembakan anak panah lagi!" Ia menggenggam pundak wanita itu dengan keras.
"A-ah, iya! Akan aku siapkan!"
Wanita itu meletakkan tas kulitnya yang besar di tanah, menggali isinya, dari sana ia dapatkan sembilan anak panah. Wanita itu langsung melumuri semua anak panah di genggamannya dengan racun hibrida. Crossbow miliknya bisa menembakkan tiga anak panah sekaligus. Wanita itu kemudian berdiri, memasangkan tiga anak panahnya, membidik iblis kelelawar yang tengah terbang. Saat ia menarik pelatuknya dengan yakin, erangan kuat dari langit dapat terdengar.
"Masih belum cukup. Tembak lagi!"
"I-iya! Sedang kulakukan!"
Wanita itu kembali mengisi crossbow-nya, membidik lagi. Ditariklah pelatuknya, tembakannya menembus mata iblis itu. Suara erangan terdengar kembali.
Melihat iblis tersebut masih dapat terbang dengan bebas, Antonio memerintahkan sekali lagi, "Tembak lagi!" Ia kemudian meneriaki Cendric, "Atur posisimu! Iblis itu sudah melemah! Cari cara untuk menebas kepalanya!"
Tiga anak panah berlumur racun kembali ditembakkan, kali ini menembus leher iblis itu. Suara erangan menggema di langit, memekakkan telinga.
Cendric yang melihat sayap iblis itu mulai goyah langsung menebasnya tanpa ampun. Sayap iblis itu robek, tubuhnya jatuh menghantam tanah dengan sangat keras. Antonio berlari menuju iblis itu. Sungguh kuat, sayapnya yang lain masih dapat terangkat. Akan tetapi, riwayatnya sudah tamat. Racun hibrida yang berasal dari sembilan anak panah yang menancap di tubuhnya menyebar dengan cepat, mematikan seluruh jaringan tubuhnya.
Antonio memasang kuda-kuda, mengangkat pedangnya, lalu mengayunkannya untuk menebas kepala iblis kelelawar itu.
Wanita yang menggenggam crossbow itu tumbang, tetapi Antonio dengan cepat menangkapnya. Antonio dapat merasakan tubuh kecil wanita itu, napasnya yang lirih mengalir dengan merdu di telinganya, dan tatapannya yang polos menyejukkan hatinya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Antonio.
Wanita itu menatap mata Antonio. "Aku baik-baik saja. Terima kasih."
"Tidak. Tidak. Aku yang seharusnya berterima kasih padamu. Kalau bukan karena bantuanmu, kami berdua pasti akan kewalahan."
Cendric mendarat, sayapnya masuk kembali ke dalam punggungnya, sambil menggerutu, "Hei! Hei! Hei! Antonio! Urus dulu kepala iblis ini! Kita harus cepat melanjutkan perjalanan sebelum teman-temannya datang. Bisa gawat kalau kita kedatangan iblis yang lebih kuat."
Mata Antonio masih bertatapan dengan milik wanita itu. Ia memberanikan diri untuk bertanya, "Siapa namamu?"
Hening. Bukan hanya wanita itu, tetapi Antonio juga. Suasananya canggung; napas mereka terengah-engah; keringat bercucuran; dan lama-kelamaan mereka jatuh ke tanah. Keduanya terpaku di dalam ruang antisentuhan.
Setelah beberapa saat, wanita itu akhirnya menjawab, "Aline."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top