Untold Chapter - Kisah Antonio Genga Bagian 5
Catatan Penulis:
Kisah Antonio Genga memang sengaja dimulai dari bagian 5. Kenapa? Karena ada alasan di balik itu yang nanti akan masuk akal seiring berjalannya cerita. Apakah wajib dibaca? Jawabannya IYA. Karena bagian 5-10 akan menambahkan bagian puzzle yang kosong pada karakter Antonio. Bagian 1-4 akan menyempurnakan puzzle pada karakter Antonio.
***
Tahun 1481.
Nimrodel, ibu kota Kerajaan Cottonfall.
Antonio bangun dengan ingatan yang bersih. Ia menyibak selimutnya dan membuka tirai kamarnya. Cahaya matahari menembak begitu tajam, menyilaukan pandangannya. Antonio melakukan aktivitas seperti biasanya. Ia merapikan ranjang, menyiram bunga mawar di depan jendela, memasak air dan kentang untuk sarapan, lalu mengakhirinya dengan mengenakan zirah kebanggaan kelompok muda prajurit Kerajaan Cottonfall.
Kelompok muda? OH, TIDAK!
Antonio melompat dari meja makannya karena ia lupa bahwa hari itu ada latihan bersama antara kelompok muda prajurit kerajaan dengan tim wanita Pasukan Matahari Kota Nimrodel. Latihan dijadwalkan tiga jam lebih awal daripada biasanya, yang berarti Antonio sudah kepalang telat. Ia berjalan miring sambil menggenggam pedangnya melewati gang sempit tempat tinggalnya berada.
"Terima kasih atas partisipasinya hari ini. Dengan demikian, latihan bersama ini saya cukupkan."
Dari kejauhan Antonio dapat mendengar pidato itu. Ia bersembunyi di balik tembok, dimakan kebingungan. Ketika jantungnya terus meletup-letup dan pikirannya semakin amburadul, ia masih sempat mengenakan helmnya, seperti tahu bahwa ia harus menuju lapangan tempat latihan untuk menerima konsekuensi dari kesalahan yang telah ia perbuat.
"Hei, Antonio. Dari mana saja kau?"
Pria elf yang berbisik memanggil Antonio dari kejauhan itu bernama Dan. Dia adalah pesaing terkuat Antonio di dalam kelompok, yang digadang-gadang akan menjadi salah satu dari 10 besar anggota muda yang dipromosikan statusnya menjadi prajurit magang.
"Aku kesiangan ...." Antonio menggenggam pundak Dan dengan panik. "Aku benar-benar lupa kalau hari ini ada latihan bersama. Apa yang harus aku lakukan?"
"Kau ini ceroboh sekali! Bagaimana kau bisa meyakinkan Kapten Maro kalau ternyata sebagai anggota muda saja kau tidak disiplin? Kau punya kesempatan, Antonio. Kau bisa menjadi satu-satunya prajurit manusia di dalam kerajaan ini, tapi aku benar-benar ragu setelah melihat kelakuanmu."
"Seharusnya aku masih bisa dimaafkan, bukan? Ini adalah kali pertama aku terlambat."
"Mana aku tahu. Bicaralah kepada Kapten Maro sekarang juga. Aku ragu dia akan senang melihatmu, tapi setidaknya kau bisa meminimalisir amarahnya. Hari kenaikan semakin dekat, kau harus menjaga namamu agar tetap bersih." Dan menepuk pundak Antonio, kemudian berjalan pergi. "Kalau kau ingin mencariku, aku ada di rumah bordil pinggir kota malam nanti. Sampai jumpa!"
Dia masih sempat memikirkan wanita di saat-saat seperti ini? batin Antonio. Tanpa berpikir lebih panjang lagi, ia berlari menuju Kapten Maro yang tampak mulai beranjak dari lapangan.
"Oh, Antonio. Dari mana saja kau?"
Antonio menjawab dengan terengah-engah, "Maafkan saya, Kapten. Saya ketiduran."
"Kau pikir aku akan memaafkanmu begitu saja? Aku kecewa melihatmu akhir-akhir ini, Antonio. Beberapa latihan ke belakang, kau terlihat seperti orang yang berbeda. Caramu berbicara, caramu berpikir, dan caramu mengayunkan pedang, semuanya berbeda. Apa yang terjadi padamu?"
"Tidak ada yang terjadi pada saya, Kapten."
"Kau mulai terlihat menyepelekan latihan-latihan kita seolah-olah menjadi prajurit kerajaan bukanlah sebuah beban. Tidakkah kau tahu bahwa kau adalah seorang manusia? Satu-satunya manusia di tanah ini yang berkesempatan menjadi prajurit Kerajaan Cottonfall. Di manakah keseriusan serta tanggung jawabmu yang lalu-lalu? Apa mereka hilang ditelan bumi?"
"Maafkan saya, Kapten. Saya berjanji untuk tidak mengulanginya."
Kapten Maro menepuk helm Antonio, ia berkata dengan nada serius, "Aku berharap banyak darimu. Semua latihan yang sudah kaulalui selama ini, aku benar-benar kagum melihatmu. Kau mengayunkan pedang seperti seorang profesional. Pikiranmu tidak mudah goyah. Kau memiliki jiwa kesatria. Jangan biarkan beberapa latihanmu yang mengecewakan akhir-akhir ini menghancurkan pandanganku padamu. Hanya tersisa tiga latihan lagi. Dan setelah itu, aku akan memilih sepuluh anggota muda yang akan dipromosikan menjadi prajurit magang."
"Baik, Kapten. Saya akan berusaha sekuat tenaga."
"Berhati-hatilah," Kapten Maro berbisik lirih, "kau adalah satu-satunya manusia yang berada di kelompok ini, semua temanmu adalah elf. Mereka bisa saja melakukan segala cara untuk menyingkirkanmu, melihat bahwa kau punya potensi yang luar biasa."
"Saya percaya pada teman-teman saya, Kapten. Mereka tidak akan mengkhianati saya."
Kapten Maro menaikkan kepalanya. "Kau benar-benar tidak seperti biasanya, Antonio. Antonio yang aku kenal tidak seperti ini. Apa yang kaupunya seperti menghilang."
"Saya tetap Antonio, Kapten. Tidak ada yang berubah."
"Ya sudah. Aku hanya memperingatkanmu tentang kemungkinan terburuk."
"Terima kasih atas peringatannya, Kapten."
"Berterima kasihlah, aku tidak membuangmu. Aku adalah satu-satunya elf di kota ini yang giat melindungi rasmu. Capai level tertinggi, kalau bisa sampai masuk Pasukan Bulan Sabit. Jika kau berhasil menyandang gelar kesatria, tidak akan ada lagi orang yang meremehkan rasmu."
Antonio menangkap tatapan penuh harap Kapten Maro. "Terima kasih, Kapten."
Kapten Maro menaiki kudanya, menuju utara untuk memenuhi panggilan raja dalam perhelatan makan siang para petinggi. Antonio terdiam di tengah lapangan, melihat satu per satu prajurit pergi. Pada momen itu ia mulai berpikir kembali tentang kehidupannya.
Antonio merantau ke Benua Grandea, tanah para elf, untuk mengadu nasibnya sebagai seorang ahli pedang. Ia lahir dan besar di Kota Amonte, tanah para dwarf, berlatih pedang dengan kakeknya sampai ia bisa menjadi seorang Hunter yang cukup berpengalaman. Uang hasil buruan ia gunakan untuk memenuhi kehidupannya bersama ibunya yang tinggal seorang diri di rumah. Namun, entah kenapa uang Antonio selalu habis, sehingga ia tidak punya cara selain mengambil keputusan nekat untuk mengubah segalanya.
Kota Nimrodel menjadi sasaran. Antonio bertaruh-buta dengan itu, sebab ia tidak punya pengalaman berlayar dan berkelana jauh sebelumnya. Ia juga tidak memiliki informasi apa pun tentang tanah para elf. Satu-satunya hal yang ia percaya adalah bahwa tempat itu akan menjadi tempat yang baru dan berbeda baginya. Sebuah tempat di mana ia tidak akan bersaing dengan manusia dan dwarf yang sudah terlalu penuh di Benua Merlin; sebuah tempat di mana ia bisa mendapatkan lebih banyak uang; sebuah tempat di mana ia bisa mengenyahkan hal-hal buruk dalam hidupnya, dan pergi menuju hal-hal baik.
Ia bekerja sebagai pengantar barang, tetapi bayarannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bahkan untuk biaya sewa tempat tinggal pun ia harus mengutang. Oleh karena itu, satu-satunya harapan yang tersisa adalah masuk ke kelompok muda prajurit kerajaan.
Dan adalah saingan terberat Antonio. Pria itu tampan, berbadan atletis, dan kemampuannya jauh lebih baik dibandingkan Antonio. Semua orang di kota tahu bahwa Dan merupakan ahli pedang paling kuat dari golongan muda. Fakta bahwa dia adalah seorang elf menambah kesempatannya untuk bisa naik menjadi prajurit magang. Jika Dan nomor satu, Antonio berpikir bahwa dirinya harus menjadi nomor dua.
***
Setelah menyelesaikan pekerjaannya mengantar barang dari distrik tengah ke distrik pinggiran selama seharian, Antonio pergi menjawab ajakan Dan. Happyland adalah rumah bordil terbesar di Nimrodel meski tempatnya berada di pinggiran dan dikelilingi oleh permukiman kumuh. Tempat tersebut laksana oasis di tengah gurun, di mana semua orang akan menghampirinya. "Surga dunia," kata mereka.
Antonio segera masuk ke tempat itu. Baru saja kakinya melangkah, ia sudah disambut oleh seorang wanita berpakaian rapi dengan rok panjang berwarna ungu. "Selamat bersenang-senang di tempat kami," ucapnya dengan senyuman.
Antonio diam dan mengangguk, segera duduk dan memesan bir sambil menikmati alunan musik yang dimainkan oleh band. Tidak lama kemudian, Dan datang dari pintu masuk. Ia mengenakan pakaian yang kelewat rapi. Tubuhnya semerbak, menembus hidung Antonio, membuatnya terbatuk-batuk.
"Apa yang kaulakukan, Dan?"
"Malam ini aku akan bermain dengan wanita-wanita yang paling cantik!" Ia menyeringai, memantau sekitar, sebelum akhirnya duduk bersama Antonio. "Kau memesan dua gelas?"
"Pesan sendiri," jawab Antonio dingin.
Bir Antonio datang. Dan memesan satu gelas untuk dirinya, menunggu. Tidak sampai semenit, paras wajahnya itu sudah berhasil menarik perhatian beberapa wanita yang sedari tadi berjaga di pilar-pilar tempat itu. Dari sekian banyak wanita, ada dua orang yang berjalan mendekati Dan.
"Terlihat segar sekali malam ini." Wanita dengan rambut panjang dan wajah sayu itu duduk di paha kanan Dan.
Temannya mengikuti, di paha kiri. "Aku meraba ada banyak koin yang kaubawa di sakumu. Mau bermain?"
Dan menatap Antonio dalam-dalam, lekuk bibirnya dapat terlihat dengan jelas. "Maukah kau bermain dengan kami, Antonio?"
"Kau gila, Dan."
"Aku akan membayarmu sebagaimana aku membayar mereka." Tatapan mata Dan masih tajam, sama sekali tidak beralih dari Antonio.
Antonio menenggak birnya hingga tersisa separuh, berusaha berkelit, "Birmu belum datang. Setidak bisa itukah kau menahan nafsumu? Nikmati saja minumannya dulu."
Tak lama kemudian, bir pesanan Dan datang.
"Nah, sekarang sudah datang. Tapi kau masih belum menjawab pertanyaanku. Maukah kau bermain dengan kami, Antonio? Aku akan membayarmu berapa pun yang kau mau."
Antonio tidak bisa menutup mata bahwa ia benar-benar membutuhkan uang. Ia menunggak pembayaran sewa tempat tinggalnya lagi minggu ini dan koin yang ia dapatkan dari pekerjaannya mengantar barang hari ini sudah dipakai seperempatnya untuk membeli bir, belum tambahan lainnya. Bayaran pertama jika ia berhasil dipromosikan menjadi prajurit magang pun tidak akan tiba sebulan dari sekarang. Antonio bimbang, resah, dan takut. Jika ia berkata iya, itu akan menjadi kali pertamanya menjual diri. Tapi jika ia berkata tidak, ia tidak akan bisa membayar utangnya yang sudah hidup selama lima minggu dan mulai mencekiknya perlahan-lahan.
Otak Antonio mulai menghitam. Tawaran uang dari Dan ia tanggapi dengan terbuka.
"Aku akan melakukannya demi uang."
Dan pun tersenyum. "Kita berempat akan saling mencintai semalaman ini."
"Aku mengatakannya padamu," Antonio berkata tegas, "aku akan melakukannya demi uang."
"Sesukamu saja, Antonio. Tapi sebelum itu, mari kita nikmati birnya."
Dan mengangkat gelas birnya dan menenggaknya. Dua wanita yang berada di sisinya lantas menempelkan dada mereka pada tubuh Dan, kemudian memeluk serta membelainya. Antonio yang melihat itu hanya bisa terdiam. Jauh di dalam hatinya, ia begitu takut. Tangan dan kakinya gemetar, jantungnya berdegup kencang, dan kata-kata di dalam pikirannya saling bertengkar satu sama lain.
Berusaha menenangkan dirinya, Antonio berkata di dalam hati:
Aku akan berhubungan badan dengan kalian bertiga. Aku akan melakukannya demi uang.
***
Hari terakhir latihan kelompok muda prajurit kerajaan telah selesai. Kapten Maro berdiri di atas mimbar, melihat 50 anak muda yang berbaris dengan gagahnya di bawah terik matahari, siap mengumumkan 10 nama yang akan dipromosikan menjadi prajurit magang. Antonio berdiri di barisan paling belakang, pojok, sementara saingan terberatnya berdiri di barisan paling depan tepat di hadapan Kapten Maro.
"Nama-nama yang akan dipromosikan menjadi prajurit magang adalah ...." Kapten Maro menyeret kalimatnya.
Antonio berharap-harap cemas, sama seperti yang lain. Namun, Dan tampak santai. Ia memasang senyum lebar di wajahnya, membusungkan dadanya, yakin bahwa namanya akan disebut.
"Aldareth, Vanzach, Arthur, Clementon, Zat, Thuram, Berzakh, Harja, Ivanich, yang terakhir ... Dan."
Sorak gembira dari nama-nama yang disebut dapat terdengar. Mereka saling berpelukan, mengetahui teman mereka berhasil dipromosikan menjadi prajurit magang, sembari memberikan ucapan selamat dan semangat. Antonio terpaku dalam keheningan. Matanya membelalak tidak percaya. Setelah apa yang sudah ia berikan pada kelompok selama ini, ia gagal. Ia bertanya-tanya apa yang salah hingga Kapten Maro tidak menyebut namanya.
Antonio memandang ke depan dan melihat Dan. Pria itu memutar kepalanya perlahan-lahan. Ketika kedua mata mereka bertemu, Antonio dapat melihat tatapan sarat kebencian yang dibungkus senyuman darinya.
Sekarang kembalilah ke tempat asalmu, manusia.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top