Chapter 9 - Keluasan dan Keterbatasan

Di tengah hutan belantara, beberapa iblis bertubuh jangkung dengan cakar panjang mengerubungi Antonio, Vin, dan Mira. Pada saat itu tengah malam, bulannya bersinar terang tanpa tertutup kabut dan awan. Pancaran cahaya itu mendorong iblis-iblis untuk menjadi lebih kuat.

Pertarungan pun tidak bisa dihindari. Antonio dan Mira yang tidak memiliki Vitae lantas melawan menggunakan pedang mereka, sementara Vin akan menyopir sampannya menggunakan dayung kesayangannya. Ketika dua iblis bertanduk melesat ke arahnya, Antonio memasang kuda-kuda dan menebasnya dengan mudah. Mira juga sempat bertikai dengan beberapa iblis, yang dilawannya memiliki mata bulat yang tidak bisa mengedip dan kepala yang besar.

Mengetahui bahwa sebagian besar lokasi mereka telah bersih dari iblis, Vin terbang menggunakan sampan yang ia gerakkan sendiri. Ia bisa melihat betapa indahnya gugusan pepohonan yang rambut-rambutnya tersentuh cahaya bulan. Berkilau. Matanya menyorot kejauhan, tempat di mana banyak kerangkeng berada. "Sekelompok iblis ada di sana!" teriaknya.

Antonio dan Mira dengan cepat berlari menuju tempat yang ditunjukkan Vin. Rupanya kerangkeng-kerangkeng itu adalah markas kecil-kecilan para iblis yang digunakan untuk mengumpulkan hasil jarahan dari orang-orang malang yang melintasi tempat itu. Ada banyak sekali tas dan kantong berisi koin, makanan, pakaian bersih, serta obat-obatan. Di beberapa tempat berceceran daging yang, Vin yakin, merupakan daging manusia.

"Lima ekor. Aku akan menangani tiga, kau sisanya," ujar Antonio.

Mira mengangguk mafhum. "Kau ke kiri, aku ke kanan."

Mereka berdua mengangkat pedangnya masing-masing, menahan serangan dengan terus mendekatkan diri kepada iblis-iblis itu yang masih mengoyak daging rusa di sebelah kerangkeng penuh tulang dan barang-barang.

"Manusia ...," gerutu salah satu iblis itu sembari memalingkan wajah disertai bunyi kkkrrrrrkkk dari lehernya.

Antonio bergerak cepat merespons situasi dengan merogoh jubahnya, mengambil botol kecil berisi racun antikutukan dan menarik penutupnya. Racun tersebut ia tumpahkan pada pedangnya dan ia oles dengan merata menggunakan telapak tangannya. Lalu, ia mengingatkan Mira, "Yang ada di depan kita ini bukan iblis murni. Mereka iblis kutukan, para manusia yang terkontaminasi virus dari darah iblis terkutuk."

Antonio melempar botol racun itu kepada Mira. Mira kemudian melakukan hal yang sama, mengoleskannya pada pedangnya dengan merata. Dengan menggunakan racun tersebut, jaringan iblis kutukan akan mudah rusak dengan satu tebasan saja.

Antonio berlari tanpa memperlambat langkahnya. Pada ayunan cakar pertama ia berhasil menunduk, menyayat lengan salah satu iblis itu. Kemudian sayatan kedua ia layangkan kepada iblis lain di sebelahnya. Yang ketiga, ia hanya perlu mengelak sedikit sebab serangan iblis itu terlalu pelan, lalu dengan kesempatan yang amat terbuka memenggal kepalanya.

Hancur fokusnya oleh serangan tiba-tiba Antonio, dua iblis sisanya tidak menyadari ketukan kaki Mira yang begitu cepat membawa tubuhnya menghampiri mereka berdua. Pedang berputar dengan indah, memenggal salah satu kepala iblis. Sementara iblis yang terakhir hanya tersayat sedikit pada lehernya; perhitungan Mira sedikit meleset sehingga kakinya tidak jatuh dengan sempurna yang berpengaruh pada ayunan pedangnya.

Dua tumbang, tiga lainnya teracuni.

Antonio dan Mira melompat mundur, menjaga posisi, hanya tinggal menunggu ketiga iblis malang yang tubuhnya 11-12 dengan manusia itu ikut tumbang seperti teman-temannya.

"Manusia ...!" gerutu si iblis, berusaha mengejar Antonio, tetapi efek dari racun itu terlebih dahulu merenggut nyawanya. Tak berselang lama, teman-temannya mengalami hal yang sama. Mereka semua tumbang tak bersisa.

Vin memekik dari atas langit sambil mengangkat dayungnya, "HEBAT!!!"

Antonio mengibaskan pedangnya, darah terkutuk itu menghambur mengotori batang pohon yang berdiri kokoh bak pilar yang menunjang langit di tempat itu. Ia meletakkan pedangnya, dengan santai berjalan melewati mayat iblis-iblis itu dan melihat-lihat kerangkeng yang ada di sana beserta isinya. Seluruh indra Antonio bekerja: matanya mengamati apa yang sebenarnya terjadi; hidungnya mencari aroma dari barang-barang di tempat itu; jarinya meraba tanah, mayat iblis-iblis itu, beserta barang-barang yang diletakkan oleh mereka di dalam kerangkeng.

Antonio mengeluarkan sarung tangan karetnya, lalu menggunakannya untuk menjajal sedikit saja darah hitam yang menempel pada kerangkeng itu dengan jari telunjuknya. Ketika hidungnya membau, otaknya langsung mengirimkan informasi kepada lidahnya: "Lima iblis ini adalah manusia," ujarnya. "Benar dugaanku, mereka semua berubah menjadi iblis karena darah dari iblis terkutuk. Tulang-tulang serta barang-barang di dalam kerangkeng-kerangkeng ini bukan milik mereka. Aku yakin ini semua milik para tim yang ikut dalam The Hunt for the Holy Coins. Ini darah baru, mereka kurang beruntung."

Vin mendaratkan sampannya ke tanah; sampannya menghilang, menyisakan dayungnya saja.

Mira menoleh ke arah Vin, menatap Antonio, dan menoleh ke arah Vin lagi. "Pria ini benar-benar serius, ya?" ucapnya sambil menunjuk Antonio.

"Oh, kau belum tahu saja. Dia adalah Hunter paling gila yang pernah aku temui. Kemampuan berpedang dan analisisnya itu, entah dari mana dia mendapatkannya, yang menjadikan dia Hunter paling disegani meskipun tidak tergabung dalam guild mana pun."

"Benarkah?" Mira bertanya-tanya, masih tidak percaya. "Tapi memang benar. Dia sangat tangkas."

"Pertarungan barusan? Huh, bahkan Antonio tidak mengeluarkan dua puluh lima persen kekuatannya."

"Benarkah? Bagaimana ketika dia melawanku?"

Vin memiringkan kepalanya, mengkalkulasi hitungan bodoh yang tidak berdasar itu. "Saat melawanmu, dia bahkan tidak menggunakan dua puluh persen dari total kekuatannya."

Mira terperangah menatap Antonio. Pria itu segera melepaskan sarung tangan karetnya dan berjalan menghampiri Mira. "Pertarungan yang cukup baik," ujarnya, "tapi kau masih harus banyak berlatih, Putri. Kau harus lebih sering berhadapan langsung dengan iblis. Genggamanmu, ayunanmu, fokusmu, serta napasmu. Semuanya masih berantakan." Ia melanjutkan sambil membersihkan telapak tangan serta lengannya dari cipratan darah.

"Sudah kubilang, jangan panggil aku 'Putri'."

"Maafkan aku. Terkadang aku masih lupa."

Mira jongkok di hadapan wajah iblis yang terbenam di tanah itu dan memperhatikannya. "Aku sangat bersyukur bisa berada dalam satu tim denganmu, Midas."

"Tidak ada pujian yang lebih menyenangkan bagiku selain pujianmu." Antonio mengangkat pedangnya dan memasukkannya kembali dalam sarungnya. "Perjalanan kita masih panjang."

"Aku yakin di perjalanan kita yang masih panjang itu aku akan menjadi Hunter yang seratus kali lipat lebih kuat daripada sebelumnya. Itu karenamu."

"Kau berlebihan. Aku tidak sespesial itu."

"Kau cerdas dan kuat, Midas. Kebanyakan Hunter hanya memiliki salah satunya. Kasus terburuknya ... ya aku. Aku tidak cerdas dan tidak kuat."

Vin tertawa terbahak-bahak mendengar itu. "Kau tidak perlu terlalu keras pada dirimu sendiri, Mira! Kita, manusia, punya kekurangan dan kelebihan masing-masing."

Mira berdiri, memasang tatapan penuh tanda tanya sekaligus penasaran ketika menatap Vin. Sementara Antonio, jangan lagi, batinnya. Ia tahu bahwa ketika sebuah pembicaraan santai sudah digiring masuk oleh Vin pada konsep-konsep dasar kemanusiaan, Vin akan berkata-kata puitis lagi. Itu mengganggu pikiran Antonio.

"Benarkah, Vin?" tanya Mira, polos.

"Manusia adalah makhluk paling luas sekaligus paling terbatas di muka bumi ...."

Mira mendengarnya dengan penuh kehati-hatian, sementara Antonio berkata di dalam hatinya, Oh tidak ....

Kata-kata puitis tersebut dilanjutkan dengan penyampaian petuah oleh Vin. Antonio sudah paham, ketika otak Vin bermigrasi memasuki dimensi, yang disebutnya sebagai ruang antisentuhan, maka kesadaran Vin sudah tidak dapat dikembalikan lagi. Ia akan terus bergerak melalui suara dan kata-kata, sampai satu kisah selesai ia ceritakan.

"Aku akan memotong kepala iblis-iblis yang ada di sini." Antonio berucap, tetapi kedua anak muda itu tidak memedulikannya. Mengembuskan napas panjang, ia segera mengeluarkan pisau kecil dari balik jubahnya untuk memotong kepala iblis-iblis itu, mengurusnya sendiri bak seorang ayah yang membereskan mainan anak-anaknya.

"Dengan demikian," Vin masih berada dalam mode ruang antisentuhannya, menjelaskan pada Mira dengan tangan terbuka seperti dirigen orkestra, "manusia dapat mencapai titik tertinggi dalam kehidupannya ketika mereka bisa memanfaatkan keluasan dan keterbatasan potensinya. Menyelaraskan keduanya dengan tepat."

Mira bertepuk tangan. "Sungguh kata-kata yang sangat menggugah jiwa dan raga!"

Antonio menatap Vin dan Mira dengan datar. Tangannya sudah menggenggam tali tambang yang ia kaitkan menggunakan kail besar ke kepala lima iblis itu. Ia kemudian menyeret kepala-kepala itu masuk lagi ke hutan belantara dan mengurus mayat-mayat iblis yang tadi mereka bunuh dan masih bergeletakan di sana, ditemani cahaya bulan yang menyeruak melalui dedaunan, dahan, dan ranting. "Aku tunggu di sana," ujar Antonio dengan suara menyeret. Masih tidak ada jawaban. Vin dan Mira asyik dengan dunia mereka sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top