Chapter 8 - Pembukaan Turnamen

Upacara Pembukaan The Hunt for the Holy Coins.

Edinvers, 21 Maret 1504.

Hari bersejarah tiba. Panggung tinggi di lapangan pusat kota dikelilingi begitu banyak orang. Hari ini adalah puncak dari segala macam keramaian yang terjadi, dan bisa dibilang kasusnya sedikit berbeda.

Di tengah kerumunan yang sedang menatap panggung kosong yang sebentar lagi akan dinaiki oleh Raja William, beberapa orc meneriakkan keresahan mereka. Mungkin bagi sebagian orang teriakan itu terdengar aneh, tetapi bagi mereka teriakan itu adalah satu-satunya pengharapan. Sebelas orc hilang saat bulan purnama terjadi beberapa hari lalu. Bisa saja itu ulah para iblis, tetapi yang membuat hilangnya sebelas orc itu janggal adalah mereka hilang di tempat penginapan mereka sendiri. Tidak ada jejak, seakan-akan kejadian ini memang sudah direncanakan sebersih mungkin.

Di sisi lain, para elf berteriak marah kepada para manusia. Relik raja para elf, Zaven Bornardi, hilang. Kejadian itu aneh sebab relik ini tidak mungkin bisa diakses oleh sembarang orang. Mereka yakin seratus persen bahwa pencurinya adalah manusia, dibuktikan dengan temuan sidik jari dan tapak kaki milik manusia di ruang penyimpanan relik mereka yang diserang beberapa bulan lalu.

Turnamennya bahkan belum dimulai tapi Mira sudah dapat melihat segala kekacauan yang dijabarkan oleh Antonio. Di balik jubah serta tudungnya ia mengamati dari kejauhan. Beberapa orang sudah saling baku hantam, beberapa lainnya saling mengejek bentuk tubuh satu sama lain.

"Dasar telinga panjang!"

"Dasar cebol!"

Jarum jam sudah hampir menunjukkan pukul sembilan pagi, tetapi tidak ada tanda-tanda Antonio dan Vin akan muncul. Mira menunggu di tepi lapangan dengan cemas, ingin menunjukkan kepada Antonio bahwa apa yang diperkirakan olehnya akan terjadi benar-benar terjadi. Ia juga ingin menunjukkan bahwa ternyata ada banyak tim hebat dari guild ternama dunia yang ikut dalam turnamen ini.

***

Antonio menenggak tetes terakhir dari gelas besar berisi jus itu. Aneh rasanya. Sudah jarang sekali ia meminum minuman yang sehat. Hari-harinya dipenuhi dengan bir dan asap rokok. Beberapa meja di sampingnya, Antonio dapat melihat Vin masih asyik berdendang bersama orang-orang yang mabuk menggunakan mandolinnya. Sedikit demi sedikit receh masuk ke kantong Vin. "Lumayan untuk tambah-tambah kita nanti," ungkapnya.

Menyadari bahwa jarum jam hampir menunjukkan pukul sembilan, Antonio segera memasang kembali tudung serta penutup wajahnya untuk penyamaran. Ia berdiri dari kursi, meletakkan beberapa koin di sebelah gelasnya, dan menghampiri Vin yang masih bernyanyi.

Cinta kita ...

tak akan pernah lekang oleh waktu ...

"Hei, Vin."

Antonio diacuhkan.

"Pembukaan turnamennya akan segera dimulai. Ayo kita pergi."

"Oh, ya, ya, ya! Sebentar, pak tua! Aku harus menyelesaikan lagu ini." Vin memotong nyanyiannya tergesa-gesa, jarinya masih memetik mandolin tak membiarkan lagunya usai. "Wanita cantik ini memintaku bernyanyi dan bersedia memberiku 10 Von. Kau duluan saja, nanti aku menyusul!" Vin lantas lanjut bernyanyi: Cinta kita ...

Antonio menghela napas panjang dan mengembuskannya, lalu mencangklong tasnya dan beranjak keluar dari kedai itu. Ketika hampir mencapai pintu keluar, ia ditabrak oleh seseorang dengan badan yang sangat tinggi. Antonio menyipitkan matanya sambil mendongakkan kepala menatap pria itu. Pakaiannya terlihat berantakan, rambutnya panjang dan semrawut, wajahnya berkerut, dan matanya putih seperti buta. Antonio menyadari bahwa pria kurus-tinggi itu adalah seorang elf. Dia membawa secarik kertas sambil tersenyum lebar—menyeringai.

Antonio yang tidak ingin mencari ribut dengan ras lain pun segera pergi. Ia berteriak pada Vin, "Aku tunggu di lapangan!" kemudian menghilang.

Pria elf itu berjalan dengan sempoyongan, masih tersenyum. Di tengah-tengah langkahnya ia beberapa kali menabrak meja dan kursi, tetapi tak berhenti untuk menuju sang penjaga kedai. Ia menggebrak meja, memiringkan kepalanya hampir 90 derajat ke kiri, kemudian berbicara, "Pria ini .... Kau tahu tidak ...?"

Kalimat dan intonasi yang keluar dari mulut pria elf itu tidak jelas. Sang penjaga kedai melihat secarik kertas yang diberikan olehnya. Di sana terdapat sebuah potret seorang pria yang digambar menggunakan arang. Pria dewasa dengan rambut panjang, dan di bawahnya tertulis sebuah nama:

Antonio Genga.

Pria elf itu kembali bertanya, "Ini gambaranku ... kau tahu? Kira-kira saja, ini kira-kira saja, pria itu di masa kini ...."

Sang penjaga kedai kebingungan. Tanpa pikir panjang ia mengipaskan tangannya untuk mengusir elf gila itu.

"Hei!" Pria elf itu berteriak. "Apa kau tidak mengenal pria yang gambarnya ada di kertas ini?! Dia adalah pembunuh Keluarga Wolfgang!" Kata-kata pria itu rapi barang sebentar, kemudian hancur berantakan kembali. "Aku sudah mencari ... dan terus ... di mana?! Kau tidak tahu ...? Wah ...."

"Tidak! Pergilah dari sini, telinga panjang!"

Lagu Vin berhenti, pun dengan petikan mandolinnya. Koin 10 Von masuk ke dalam kantongnya dan kecupan wanita cantik itu mendarat di pipinya. Tiba-tiba semuanya menjadi hening. Tatapan matanya mengekori pria elf yang sedang berjalan sempoyongan untuk keluar dari kedai itu.

Di dalam hatinya Vin berucap, Gawat.

***

Raja William keluar dari balik tirai, ditemani penasihatnya, Edward. Teriakan menggema, menyambut sang pemrakarsa ide paling gila dalam sejarah dunia itu. Ia berdiri dengan zirah berwarnya silvernya, dilengkapi jubah merah yang gagah.

Lapangan itu luas, dan ada banyak orang di sana. Tidak mungkin teriakan seorang manusia dapat terdengar hingga ke seluruh penjuru. Menggunakan kerucut sihir pengeras suara milik jenderalnya Raja William berbicara. Dalam pidatonya ia menjelaskan mengapa turnamen ini diselenggarakan. "Demi keamanan seluruh dunia," katanya. Hari kebangkitan raja iblis semakin dekat, ia mengatakan itu kepada semua orang dengan teriakan yang hampir menyentuh batas pita suaranya, tanpa ragu-ragu dan sembunyi-sembunyi. Akhirnya semua orang tahu bahwa alasan tersebutlah yang akan menjadi alasan pemersatu semua ras untuk melawan bangsa iblis.

"Turnamen ini aku adakan bukan hanya untuk mencari siapa yang paling kuat, tetapi menunjukkan bahwa kita, penghuni asli bumi, tidak takut menghadapi bangsa iblis! Di empat musim, di purnama kemarin ataupun esok, bahkan ketika sisi gelap bulan muncul! Aku tidak peduli apakah kalian manusia, elf, orc, atau dwarf! Kita semua harus melawan!"

Mira menyilangkan kedua tangan di dadanya, bersandar pada sebuah tembok dan menatap ayahnya dari kejauhan. Antonio di sampingnya melakukan hal yang sama. Dan di sela-sela ucapan Raja William, ia dapat menangkap tatapan penuh benci gadis itu tanpa perlu melihatnya.

"Apa yang membuatmu benci kepada ayahmu?" tanyanya.

Mira menoleh. "Bagaimana kau tahu?"

"Aku hanya menebak. Karena aku sebenarnya tahu beberapa hal buruk yang dilakukan oleh ayahmu."

Mira kembali meluruskan pandangannya. "Tak perlu mengatakannya padamu kalau begitu. Atau mungkin, kita akan bicara lagi nanti setelah keluar dari kota."

Antonio mengangguk pelan. "Baiklah kalau begitu. Mungkin ...," ia tercekat, "putriku juga membenciku."

Tiba-tiba saja tubuh Antonio ditabrak oleh Vin dengan brutal. Mata Vin membelalak dan napasnya memburu, tangannya berusaha mencapai pundak Antonio meski terus selip. Antonio diam, meraih tubuh Vin yang runtuh karena kelelahan, membantu membawa barang-barangnya yang cukup berat.

"Ada sesuatu yang salah?" tanya Antonio.

"Ini buruk!" Terdapat sebuah ketakutan pada wajah Vin. "Ada seseorang—" Vin dengan cepat membungkam mulutnya. Mira. Vin melihat Mira di samping Antonio. Ia lantas menggenggam tangan Antonio dan segera membawanya ke tempat lain. "Ikut aku sebentar."

Mira hanya mengangguk dan memperbolehkan mereka pergi, tidak mau tahu lebih lanjut ada masalah apa.

Di dalam gang buntu yang tidak memiliki jendela, Vin mendorong kedua bahu Antonio hingga tubuh pria itu membentur tembok. Ketika Vin tahu bahwa tidak ada lagi orang yang lewat, ia berteriak, "Gawat!"

"Ada apa, Vin?"

"Ada seorang elf ...," napas Vin terputus-putus, "ada seorang elf yang mencarimu!"

"Mencariku? Aku tidak mengerti apa maksudmu. Kau tidak sedang bercanda, 'kan?"

Vin menggeleng berkali-kali hingga rambutnya yang klimis bergerak ke kanan dan kiri menyapu dahinya. "Dia ingin mencarimu, Antonio Genga."

Antonio termangu. Antonio Genga, nama aslinya, hanya beberapa orang saja yang tahu soal itu. Sudah 17 tahun sejak malam itu. Ia tahu bahwa memang dirinya merupakan orang yang masih terus dicari keberadaannya oleh prajurit dan detektif Kerajaan Vontera. Akan tetapi, mengapa seorang elf? Elf biasanya mendominasi Kerajaan Cottonfall di Benua Grandea, dan konflik pribadi antara Antonio dengan teman lamanya yang merupakan seorang elf sudah selesai bertahun-tahun lalu. Apa kaitannya dengan dirinya? Permainan seperti apa lagi yang ada di sana? Siapa yang sebenarnya membuat permainan itu?

"Turnamen ini bukanlah tempat yang aman." Vin berkata. Tatapannya cemas.

Karena Antonio merupakan tipe pemikir yang berlebihan, kata-kata Vin dicerna olehnya hingga menjadi sangat halus. Bukan tempat yang aman. Tidak aman dari siapa? Dari apa? Dan kenapa turnamen ini tidak aman? Bagaimana caranya agar kita bisa aman? Apakah ketidakamanan itu ada hubungannya dengan pria elf yang mencarinya?

Skenario buruk di dalam kepala Antonio berulang terus-menerus, dan mulai terealisasi satu per satu di depan matanya. Dimulai dari para orc yang berusaha memberontak karena kehilangan saudara mereka, para elf yang mengamuk karena kehilangan relik mereka, nyanyian-nyanyian berisi rasisme dari manusia dan dwarf kepada elf dan orc, keangkuhan Raja William yang dapat terdengar dari isi pidatonya, sampai kepada perburuan terhadap pembunuh terbesar dalam sejarah selama 50 tahun ke belakang, yaitu dirinya sendiri, Antonio Genga sang pembunuh Keluarga Wolfgang.

Barisan prajurit dengan senapan laras panjang melepaskan tembakan bersamaan, menimbulkan bunyi yang teramat keras. Antonio dan Vin bisa mendengarnya meski berada di dalam gang tersebut.

"Dengan begini," Raja William berteriak sekali lagi dengan keras lewat kerucut sihir, "The Hunt for the Holy Coins resmi dimulai!" Ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, sorak para penonton pecah mengikuti.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top