Chapter 53 - Mundur
31 Desember 1504.
Pukul 01.15
Asap membubung tinggi pada langit yang mulai memerah. Kedua tanduk magma Antares berhasil dipotong oleh Osamu dengan bantuan angkatan bersenjata api orc. Iblis berwujud capra itu digiring ke tempat lapang, lalu dihujani serangan bertubi-tubi anak panah dan timah panas sampai tidak bisa bangkit kembali.
Pasukan iblis tengkorak pimpinan Beta Ceti berhasil dikepung di tembok barat daya kota oleh batalion yang dipimpin Jenderal Fairnburne. Mereka diacak-acak oleh prajurit bertombak. Bendera aliansi ditancapkan di kawasan itu, menandakan kemenangan. Kerucut sihir Fairnburne berbunyi sekali lagi, "Jalur selatan sudah bersih. Evakuasi dapat dilakukan."
Di tengah kota, prajurit berkuda Alpha Centauri berhasil ditumbangkan. Sayangnya, Alpha Centauri tidak dapat digapai karena kudanya melenggang dengan sangat bebas dan cepat. Mira dan Milos beranjak mengurus iblis serigala yang dibawa oleh Hao. Serigala-serigala itu bisa terbang, menabrak sampan yang mereka berdua tumpangi. Vin jatuh-bangun mengentakkan dayungnya untuk terus memunculkan sampan dan membantu Mira serta Milos bertarung dari atas langit.
Mira mengganti rencana. Ia meminta satu dayung kepada Vin dan menggunakannya untuk membawa sampannya menuju gedung utama pengungsian dan membantu proses evakuasi warga.
Beberapa iblis hantu masih berkeliaran di kota. Mira menembakinya dengan anak panah (ia meminta tolong Nine Nine Nine Temples memegang dayung), membakar mereka sampai tak bersisa. Sampai pada akhirnya tampak gedung utama pengungsian, sebuah gedung besar yang awalnya diperuntukkan sebagai ruang pertemuan antarkerajaan. Di ruas jalan, Mira melihat baku hantam di dalam lautan orang yang sedang berbaris.
Ia dengan cepat menurunkan sampannya, memecah lautan itu. "Hentikan!" teriaknya. "Berbaris dengan tenang! Jalan menuju gerbang selatan sedang dibersihkan oleh pasukan kerajaan dan aliansi!"
Teriakan orang-orang semakin mengeras, tidak mengindahkan Mira. Mira dikerubungi orang-orang yang meminta pertolongan, obat-obatan, dan makanan. Dapat terlihat dari raut wajah, tatapan mata, dan lekuk bibir mereka—mereka benar-benar putus asa. Sebagian dari orang-orang yang berbaris di sana tidak dapat melihat kembali anggota keluarga atau teman mereka, sebagian lagi hanya berjalan tak tentu arah, bahkan sampai melupakan kondisi tubuh mereka yang sudah terlampau kritis.
Rambut Mira tertarik dengan kasar, begitu pula sampannya yang dijegal kaki orang-orang hingga membuatnya terjatuh. Mulut orang-orang itu berbusa, meminta pertolongan kepadanya. Pada momen itu Mira tahu, ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Suara teriakan terdengar, diiringi sayatan pisau. Darah menyembur ke mana-mana, pukul-memukul kembali terjadi. Di dalam hatinya, ingin Mira berteriak, Berhenti! Nahas, orang-orang putus asa itu membutuhkan cahaya, bukan persatuan. Mereka berada pada mode bertahan hidup. Sebagaimana orang-orang bertahan hidup, mereka akan melakukan apa pun yang mereka bisa untuk dapat bernapas sedetik lebih lama dibandingkan yang lainnya.
Ketika Mira terbenam di dalam kekacauan itu, para prajurit berzirah mulai menarik orang-orang yang mengerubunginya dengan kekerasan. Wajah mereka dibogem, leher mereka dicekik, dan dada mereka dihantam kerasnya bahu besi. Barisan itu jatuh bagaikan balok-balok yang disusun berjejer.
Mira termangu. Saat semua resah dan ketakutan itu semakin mengudara, suara nyaring terdengar dari tengah barisan. Portal ungu terbuka. Keluarlah Amadeus dari sana dengan jas, topi, monocle, dan sebuah tombak panjang.
Amadeus mengangkat tombak yang ada di dalam genggamannya tinggi-tinggi. Di sana tertusuk empat kepala. "Antonio, Muezza, Ludwig, dan Julietta sudah mati. Tokoh-tokoh penting dari Aliansi Gaea dan Amaryllis sudah mati. Nikmati ketakutan kalian." Ia mengibaskan tombaknya, menyebabkan empat kepala itu terlempar secara tidak menentu.
Kepala Antonio yang hancur terjatuh dan menggelinding di hadapan Mira. Pria itu melihat dengan kedua mata terbelalak—tak ada cahaya di dalamnya, hanya ada darah yang mengalir dari lubang hidung, telinga, dan lubang bekas peluru yang menghancurkan tengkoraknya.
Mira membisu, beku. Ia berjalan mundur, melihat dengan tidak percaya. Tangan dan kakinya gemetar sampai mati rasa, jantungnya berdegup dengan kencang sampai perutnya mual dan kepalanya pening. Di hadapannya, harapan kerajaan satu-satunya—Antonio—telah mati. "Tidak mungkin ...." Mira menatap ke depan; Amadeus berjalan menghampirinya.
Saat tubuhnya menggigil karena takut, di tengah momen antara hidup dan mati, sebuah bisikan yang teramat jelas masuk ke telinganya:
Cari Kahlil dan Gibran. Pergilah ke istana. Jangan biarkan mereka bersentuhan.
Mata pemberian Gibran yang terus Mira simpan di balik jubahnya menyala terang berwarna perak, menenggelamkan semua orang yang ada di depan gedung pengungsian. Seketika itu juga seluruh lingkungan di sekitar Mira mundur ke belakang. Semua kekerasan dan kekacauan kembali menguncup, Mira kembali bebas dengan dayung dan sampan di langit, tidak ada Amadeus, dan ia kembali ke tengah kota. Di dalam proses pengulangan waktu itu, Mira sadar sepenuhnya. Ia melihat semua itu dengan kedua matanya. Nyata. Ia merasakannya. Bahkan organ-organ dalam tubuhnya bereaksi mundur ke belakang. Ia tidak merasa mual dan ingin kencing lagi. Pengulangan waktu itu menarget titik waktu yang jauh sekali. Langit yang tadi sudah memerah kembali menghitam dengan butiran salju.
[WAKTU MUNDUR KEMBALI KE 30 DESEMBER 1504 PUKUL 23.00]
Mira menurunkan tangannya, berteriak dengan lantang, "TEMBAK!"
Puluhan pemanah yang berbaris di atas sampan Vin melepaskan anak panah yang sudah dilapisi racun oleh Nine Nine Nine Temples, menghunjam tubuh para iblis yang sedang berkeliaran di jalanan kota. Para prajurit aliansi turun untuk menghabisi mereka, bersama bantuan Serikat Hunter Amaryllis. Mira berhenti tepat setelah momen itu, mengedarkan pandangan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Waktu berulang, batinnya. Waktu telah berulang! Aku kembali lagi ke momen ini! Bagaimana bisa?
Tubuhnya sama sekali tidak bergerak, tetapi hati dan jiwanya benar-benar panik dan bingung. Mira menelan ludah di dalam gemetar dengan tidak percaya. Matanya masih mengerjap, memastikan bahwa yang ada di sekitarnya saat ini adalah nyata. Ia memukul perutnya sendiri dan mencubit pipinya.
Ini seratus persen nyata!
Ia mengambil mata Gibran dari balik jubahnya—padam. Diangkatnya mata itu ke arah istana, dan Mira akhirnya menemukan jawaban mengapa Gibran memberikan mata itu kepadanya.
Mira melihat sebuah bayangan keluar dari puncak tertinggi istana ketika mata itu ia arahkan ke sana. Bulan terlihat menyala berwarna merah. Di bawahnya, pada langit nihill bintang, dua tikus berjalan dengan berjinjit untuk saling menghampiri. Ketika mereka berdua bertemu, bulan menyala dengan gahar. Cahaya merahnya menelan langit yang tadinya gelap dengan warna sama—merah darah.
Mira teringat dengan buku yang pernah ia baca di istana beberapa minggu lalu. Buku fiksi dengan halaman-halaman menguning yang diproduksi lebih dari 50 tahun lalu, ditulis oleh Mizu Schafsvhenzska. Di salah satu halamannya termaktub:
SISI GELAP BULAN
Tikus pengulangan waktu akan bertemu dengan tikus penafsiran dunia, dan dari merekalah bulan akan menyala.
"Tikus pengulangan waktu adalah Gibran, dan tikus penafsiran dunia pastilah Kahlil! Aku harus pergi ke istana!" ujar Mira. Akan tetapi, ia terdiam sebab bingung. Pertanyaan muncul di dalam benaknya: Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Karena waktu berulang pada situasi yang kacau, Mira memutar otak dan berpikir, ia harus mengatur segala peristiwa yang terjadi di masa kini agar dapat mengubah masa depan. Itu adalah logika sederhana. Maka dari itu, ia memanggil Vitae-nya.
"Ada berapa permintaan lagi yang tersisa?"
Nine Nine Nine Temples menjawab, "Ada 626 permintaan yang tersisa."
"Buatkan aku sebuah perkamen dan sepotong arang."
"Untuk apa, Nona?"
"Pergantian rencana."
Mira segera turun dari sampan Vin, mendarat di atas balkon kecil sebuah toko roti. Ia meletakkan perkamen itu di atas meja dan menulis. Semuanya dimulai dengan penjabaran waktu, tempat, kejadian, dan aktor:
Pada pukul 20.00 – 22.00, Mira dan Fairnburne melakukan proses evakuasi dari istana menuju ke luar radius dua kilometer istana karena serangan asap misterius.
Pada pukul 22.00, katedral besar Edinvers di tengah kota diserang oleh pasukan iblis.
Pada pukul 22.00, Ludwig dan Julietta terpisah dari Mira dkk untuk menghampiri Amadeus dan menghapus ingatannya.
Pada pukul 22.00 – 23.45, Mira, Vin, Osamu, Milos, dan Fairnburne berada di tengah kota untuk menghadapi serangan dari gelombang pasukan Alpha Centauri, Hao, dan Beta Ceti.
Titik kunci pengulangan terletak pada pukul 23.00.
Pada pukul 23.45, Mira memerintahkan Fairnburne untuk membuka jalan menuju gerbang selatan demi mengalihkan jalur evakuasi.
Pada pukul 23.45 – 01.00, semua orang di tengah kota berperang melawan Alpha Centauri, Hao, dan Beta Ceti. Osamu dan angkatan bersenjata api orc dikerahkan untuk menangkap Antares di bagian lain kota.
Pada pukul 01.15, Mira pergi ke gedung utama pengungsian dan ditenggelamkan oleh lautan orang. Pada saat yang sama, Amadeus datang sambil membawa kepala Antonio, Muezza, Ludwig, dan Julietta dari portalnya, mengindikasikan bahwa pembunuhan telah terjadi di semesta lain, atau Amadeus memburu empat kepala itu satu per satu.
Dari gelembung-gelembung yang menjelaskan rentetan kejadian itu, Mira mulai mengaitkannya satu sama lain, dan menulis skenario yang harus diwujudkan olehnya agar kejadian di masa depan dapat berubah. Meskipun masih abu-abu soal pengulangan waktu dari Vitae milik Gibran, Mira yakin (hampir seratus persen) bahwa ia tidak akan bisa mengulang waktu melebihi titik pertama yang sudah ditetapkan. Titik kunci dari pengulangan waktunya adalah pukul 23.00. Maka dari itu, Mira harus mengubah peristiwa yang terjadi setelah pukul 23.00.
"Hmm ...." Mira mengetuk-ngetukkan arang itu ke wajahnya.
Nine Nine Nine Temples melihat dengan penasaran dari samping. "Apa yang sedang kaulakukan?"
Ini sedikit sulit karena kami semua terpisah, batin Mira dengan gundah. Tapi yang perlu kulakukan sekarang adalah mencegah kematian Antonio, Muezza, Ludwig, dan Julietta. Pada pukul 23, Antonio dan Muezza kemungkinan besar masih berada di istana. Harus ada yang menjemput mereka berdua agar mereka tidak bertemu dengan Amadeus. Penyerangan katedral terjadi pada pukul 22; Ludwig dan Julietta terpisah dariku pada jam yang sama. Akan tetapi, sudah lewat satu jam sejak saat itu dan aku tidak bisa kembali ke pukul 22. Pada pukul 23, Ludwig dan Julietta kemungkinan besar sedang berhadapan secara langsung dengan Amadeus. Prioritas utamaku adalah mencari Ludwig dan Julietta, lalu menyelamatkan mereka. Barulah aku bisa mencari Antonio dan Muezza. Tapi bagaimana caraku mencari Ludwig dan Julietta? Pada pukul 23, kemungkinan besar mereka sudah dibawa Amadeus ke semesta lain atau bahkan sudah dibunuh di semesta ini.
"Maka kau harus menjemput Antonio dan Muezza terlebih dahulu," ujar Nine Nine Nine Temples secara tiba-tiba.
Mira terperanjat. "Ke-kenapa kau bisa membaca isi hatiku?"
"Aku adalah manifestasi dari jiwamu. Tentu saja aku bisa membaca isi hatimu."
Sontak pipi Mira memerah. "Jadi selama ini kau selalu bisa mengetahui apa yang aku pikirkan di dalam kepalaku?!"
Jin ungu itu mengangguk polos.
Mira menutup mulutnya, terdiam untuk sesaat sambil membuang pandangan. Ia menampar pipinya berkali-kali untuk kembali fokus pada perkamen di hadapannya. "Sial! Fokus, Mira! Fokus!"
"Ikuti kataku, Nona. Menyelamatkan Antonio dan Muezza lebih utama daripada menyelamatkan paman dan kakak sepupumu itu."
"Diam, jin! Kepalaku hampir meledak! Aku tidak butuh saranmu!" Mira berteriak, berusaha mempertahankan fokusnya di tengah keramaian kota. Ia mengentak-entakkan kakinya, mengetuk-ngetuk kepalanya.
Nine Nine Nine Temples murung. "Padahal Antonio adalah ancaman terbesar bagi Amadeus. Kehilangan Ludwig dan Julietta adalah pilihan yang lebih baik ketimbang kehilangan Antonio dan Muezza. Ini adalah pengulangan waktu, Nona. Kau bisa melakukannya berkali-kali. Kau akan gagal pada percobaan pertama dan kedua, tetapi pada akhirnya kau akan bisa menarik seluruh garis yang membentuk semua peristiwa pada rentang waktu itu dan pergi dengan hasil akhir yang kauinginkan. Yang harus kaulakukan sekarang adalah pergi ke sana, mencari tahu kondisi detailnya, dan memahami pola." Ia masuk ke dalam punggung Mira.
Mira termenung mendengar ucapan jinnya. "Benar juga. Aku sama sekali tidak tahu bagaimana kondisi mereka berempat, tapi aku malah ingin mengubah setiap kejadian kecil di dalamnya. Aku harus mencoba terlebih dahulu. Aku pasti akan gagal. Tapi aku bisa mengulang waktu kembali."
"Benar, 'kan?" bisik Nine Nine Nine Temples tanpa menunjukkan wujudnya.
Kini hanya tersisa satu pertanyaan di dalam benak Mira: "Bagaimana caraku mengontrol pengulangan waktu lewat mata Gibran? Apakah itu terjadi dengan sendirinya, atau ...."
Terdengar teriakan Vin dari kejauhan. "Apa yang kaulakukan, Mira?! Jangan diam saja! Berikan kami perintah!"
Mira melindungi mata Gibran di dalam telapak tangannya, berdiri dan menatap Vin. "Ganti rencana!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top