Chapter 47 - Titik Temu

Matahari menenggelamkan dirinya. Antonio, Osamu, dan Muezza sudah berada di depan markas Old School. Meskipun renovasinya belum selesai, bangunan itu tampak lebih terang dan megah daripada sebelumnya. Kini markas Old School dapat menampung lebih banyak orang.

Osamu segera melangkah menuju pintu, lalu menoleh pada Antonio. "Ada apa?"

"Bukankah markas ini berada di kanan jalan?" tanya Antonio dengan wajah kebingungan.

Osamu menatap bangunan itu, sejenak pikirannya melayang seakan mencerna sesuatu. "Aku jarang sekali kembali ke markas. Aku bahkan lupa di sebelah mana ia didirikan."

"Aku tidak mungkin salah ingat." Antonio menoleh ke seberang jalan sambil menunjuk. "Markas Old School seharusnya berada di kanan jalan, kenapa sekarang pindah ke kiri?" Antonio menoleh ke seberang jalan sambil menunjuk.

Muezza melangkah dengan pelan. "Sudahlah. Kau itu kelelahan."

Antonio mengusap wajahnya. "Mungkin."

Mereka bertiga pun masuk.

Puluhan pasang mata langsung menuju mereka dengan tajam. Di atas kursi dan meja, di balik lemari buku dan meja resepsionis, di bawah kursi dan di langit-langit. Manusia, elf, orc, dan dwarf—semuanya ada di sana, dan tidak ada satu pun dari mereka yang mengusik keberadaan satu sama lain.

"Mereka datang!" teriak Resepsionis dengan senang. Wajahnya belepotan karena ia harus mengecat gudang sebab tukang yang disewa tidak datang hari ini (karena rumahnya dibakar oleh oknum orc). "Untuk kalian para anggota baru serikat ini, mereka berdua adalah bos kita. Tuan Midas dan Tuan Osamu."

Muezza yang merasa kesal karena namanya tidak disebut pun melompat dan memancal wajah Resepsionis dengan kasar.

"Selamat malam, semuanya," sapa Antonio.

Dari dapur markas yang pintunya dibongkar, keluar sesosok wanita kerdil yang tua. Ia membawa nampan berisi dua cangkir teh panas dan meletakkannya di atas meja. "Silakan diminum, Tuan-Tuan."

Antonio tersenyum menatap itu. "Terima kasih, Bibi Jenkins." Ia kemudian mempersilakan Osamu untuk duduk terlebih dahulu dan meminum tehnya, sementara ia pergi menyapa teman-temannya dan beberapa orang yang tampak asing. Antonio berasumsi bahwa mereka adalah orang-orang yang baru bergabung.

Bibi Jenkins sudah datang beberapa hari lalu semenjak surat dikirimkan ke Desa Jonova, sementara Milos baru saja datang sore tadi sehabis berburu iblis di sepanjang Lembah Terra. Ia datang bersama dengan anak-anak muda dari desa untuk menjawab panggilan Serikat Hunter Amaryllis. Antonio menyalami pria dwarf itu dan memeluknya erat-erat.

"Senang bisa melihatmu lagi, kawan lama."

"Aku lebih senang bisa melihatmu menjadi pahlawan di dalam turnamen besar ini. Bukan sesuatu yang mengejutkan. Kau adalah Hunter terkuat yang pernah aku temui."

Antonio melepaskan pelukan itu, beralih pada seorang pria yang mulai mengeriput kulitnya. Pakaiannya tebal berlapis-lapis, di dalamnya ada banyak sekali barang. "Saudagar tersukses Hasfijy, Valen!" Ia memeluk dan menepuk punggung pria itu dengan keras.

"Aku tidak bisa memahami ini, Antonio." Valen yang sudah mulai melemah tubuhnya di usia lima puluhan hanya bisa tersenyum haru. "Bagaimana kabarmu, kawan? Aku berusaha mencarimu sejak hari di mana kau menolak tawaranku untuk bergabung dengan guild Hunter waktu itu. Aku tidak percaya sekarang kau sudah sesukses ini. Kau bertarung untuk memperebutkan gelar juara The Hunt for the Holy Coins."

"Omong-omong," Antonio melepaskan pelukannya, "bagaimana keadaan guild Hunter yang waktu itu kautawarkan kepadaku?"

"Mereka bangkrut."

Antonio terkekeh sambil memegangi perutnya. "Aku rasa, pilihanku waktu itu tepat." Mengalihkan matanya, Antonio bertemu dengan Vin.

Vin terdiam dengan ekspresi datar, Antonio melakukan hal yang sama.

"Jangan tatap aku seperti itu, anak muda." Antonio berkata dengan nada kesal, tetapi ekspresinya berubah ketika Vin menawarkan tos padanya. "Uangmu pasti banyak akhir-akhir ini, 'kan?"

"Heh, uangku sudah banyak sejak dulu," balas Vin dengan remeh. "Hanya saja, semakin banyak orang yang mengenalku sekarang. Ini adalah awal yang menjanjikan untuk karier kepenyairanku."

Antonio tersenyum simpul. Ia mengedarkan pandangannya dan mulai menyapa serta menyalami setiap orang yang ada di sana. Ada beberapa dwarf yang merupakan anggota kelompok yang dibawa Milos, tiga orang elf yang ikut dalam turnamen, pasukan orc bersenjata api yang dibawa oleh Magnus dan Stephanie, dan beberapa orang manusia yang entah dari mana mereka datang. Antonio menatap lampu gantung di langit-langit dan bertanya kepada semua orang di dalam ruangan itu, "Siapa yang membawa iblis laba-laba ini masuk ke dalam markas?"

"Aku—aduh!" Dari balik meja resepsionis Ludwig berdiri sambil mengusap-ngusap kepalanya karena terbentur sudut meja. "Iblis laba-laba itu bisa berbicara dan dia tidak jahat, sama seperti Muezza. Tapi dia pemalu."

"Ludwig .... Sejak kapan kau ada di sini?"

"Aku sudah ada di sini sejak tadi pagi. Aku sedang mengurus berbagai macam detail kelengkapan, daftar anggota, pencatatan berkas, dan penghitungan dana bersama mereka." Jempolnya menunjuk ke bawah meja resepsionis.

Dari sana keluar Julietta bersama seorang teman wanitanya dari rumah bordil. "Halo! Halo!" sapa Julietta. "Kami berdua sekarang jadi sekretaris sekaligus bendahara serikat ini! Mohon bantuannya, ya!" Mereka berdua masuk lagi ke bawah meja dan melanjutkan pekerjaannya.

Kepala Antonio langsung tertuju pada Osamu. "Kau yang mengangkat mereka berdua?"

Osamu menikmati tehnya dengan cantik sambil menutup mata. "Mereka berdua kompeten dalam hal itu, jadi kupekerjakan saja mereka."

Suasana markas Old School menjadi begitu ramai dan berwarna. Semuanya terasa hidup. Cicak di dinding, kecoak yang bersembunyi di celah-celah ubin, api di atas lilin yang bergoyang tertiup angin, pena yang bergerak menorehkan tinta, ketukan kaki orang-orang dan suara cangkir yang bertubrukan. Bak tata surya, semua planet di tempat itu berputar pada porosnya dan berevolusi pada orbitnya masing-masing.

Seusai menikmati teh panasnya, Antonio merangkul semua orang untuk berkumpul dan memulai rapat. Ia membahas kesiapan Serikat Hunter Amaryllis untuk menghadapi perang yang akan datang. Ia membuka peta untuk menandai titik-titik krusial di kota, mempersiapkan daerah pengawasan, membagi pasukan, dan mengatur logistik. Diskusi terjadi di dalam rapat itu: membahas bagaimana caranya mereka tetap dapat berkomunikasi dengan baik meski terbagi dalam kelompok-kelompok, apa tujuan utamanya, dan siapa yang harus mereka lindungi.

Rapat malam itu selesai. Julietta dan temannya mencatat seluruh isinya dengan tergesa-gesa sampai tinta yang ada di atas perkamen mereka meluber ke mana-mana. Untuk menutup segala rangkaian rapat, Antonio berdiri dan berbicara kembali.

"Aku tidak peduli apa agama dan ras kalian. Aku juga tidak peduli siapa nanti di antara kita yang akan memenangkan The Hunt for the Holy Coins. Sekarang, kita semua adalah satu tim. Tujuan kita jelas, memerangi orang-orang jahat. Jangan pernah tunjukkan wajah takut pada musuh kita. Tunjukkan pada mereka kalau kita berani ...." Antonio memberikan jeda panjang di akhir kalimatnya. Ia berjalan perlahan meninggalkan meja di tengah ruangan, lalu berbalik dan menggebraknya dengan cepat dan keras. "BUAT MEREKA GEMETAR KARENA KEHADIRAN KITA!"

"YA!!!"

"DEMI KOTA EDINVERS, DEMI KERAJAAN ENVERA, DAN DEMI RATU MASA DEPAN KITA! HALA AMARYLLIS!!!"

Teriakan Antonio menggelegar, membakar semangat semua orang yang ada di dalam sana. Mereka ikut berseru dan mengepalkan tangan ke atas.

"HALA AMARYLLIS!"

"HALA AMARYLLIS!"

"HALA AMARYLLIS!"

***

Dari atas bangunan di seberang jalan, pria elf dengan tubuh kurus yang sangat tinggi sedang jongkok sambil menatap kegaduhan di dalam markas Old School. Wajahnya keriput dan rambut panjang putihnya berantakan. Ia diam di sana, bersama bisikan pelan yang mengalun di telinganya.

Apa yang sedang mereka persiapkan, Peter? kata bisikan itu.

"Mereka bersatu, Tuan."

Bersatu?

"Manusia, elf, orc, dan dwarf—semuanya bersatu untuk melawan kita."

Ini bisa jadi hal yang gawat. Semakin kuat mereka, semakin sulit kita menembus kota dan menghancurkan semuanya.

"Tapi masih ada satu kartu as yang tersisa, Tuan."

Apa itu?

"Capella. Dia berada di ruang bawah tanah istana."

Dia belum mati?

"Aku tidak tahu. Tapi sang raja tidak kunjung memberikan pengorbanan terakhirnya. Aku rasa, sang raja sengaja menyisakan itu untuk pertunjukan terakhir."

Sejenak hening.

Baiklah kalau begitu. Bertahanlah lebih lama sedikit lagi di kota, Peter. Aku masih berusaha untuk menahan kekuatanku agar alam semesta tidak saling bertubrukan untuk saat ini. Konjungsi antarsemesta harus terjadi ketika bulan menunjukkan sisi gelapnya secara penuh.

"Baik, Tuan Amadeus. Perintah diterima."

Pria elf itu mengeluarkan sayap dari punggungnya dan terbang pergi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top