Chapter 42 - Anak Perempuan
9 Desember 1504.
Edinvers, ibu kota Kerajaan Envera.
Setelah deklarasi terkait elf dan orc adalah musuh bersama disampaikan oleh Jenderal Fairnburne, Kota Edinvers semakin dipenuhi oleh kebencian dan kekerasan. Banyak tuduhan dijatuhkan kepada elf dan orc bahwa beberapa dari mereka merupakan pembunuh manusia sehingga perlu dilakukan eksekusi, bahkan kepada mereka yang tidak tahu apa-apa.
Bangsa dwarf tidak terlalu ikut campur soal penyiksaan terhadap bangsa elf dan orc ini sebab raja mereka telah mewanti-wanti rakyatnya untuk tidak melakukan kekerasan dan pembunuhan. Pada akhirnya, karena tidak bisa membendung semua emosi terhadap bangsa elf dan orc, mereka menggunakan jasa pembunuh bayaran dari ras manusia untuk menuntaskan segala tujuan mereka.
Tidak ada satu pun dari bangsa elf dan orc yang dapat hidup dengan tenang di Edinvers. Mereka semua diburu dan dibunuh. Untuk anak-anak dan perempuan, mereka disiksa bertubi-tubi dan kemudian diperbudak atau dijual. Hanya para elf dan orc kategori khusus saja (peserta dari The Hunt for the Holy Coins) yang dapat masuk dan berjalan di Kota Edinvers. Mereka pun mendapatkan perlindungan ketat dari Pasukan Bulan Penuh Kerajaan Envera untuk mengantisipasi terjadinya kekerasan oleh masyarakat kota.
Di sisi lain, Amaryllis dan Ode to Joy membagi diri mereka untuk menjelajahi seluruh bagian kota demi mencari satu orang: putri Antonio—Cleopatra Marigold. Gadis berusia 19 tahun itu masih hidup, dan berita buruknya adalah dia bergabung dengan tim Wolfgang, tim yang menjadi musuh utama dari semua orang dalam turnamen ini.
Antonio pergi ke selatan, Mira dan Muezza pergi ke utara, Ludwig pergi ke barat, dan Julietta pergi ke timur. Pencarian mereka sudah berlangsung selama hampir dua minggu, tetapi hasilnya masih nihil. Meskipun begitu, mereka tidak menyerah karena mereka yakin, Cleopatra masih ada di dalam kota. Masa istirahat sedang berlangsung dan tidak ada alasan baginya untuk keluar dari kota, mengingat kondisi di luar yang amat sangat kacau.
Antonio sedang dalam perjalanan untuk kembali ke markas sementara mereka: sebuah kedai minuman di bagian tenggara kota, tempat di mana teman-teman Julietta dari rumah bordil biasa menghabiskan waktu mereka setelah bekerja di sore atau malam hari. Kala itu Antonio melewati perempatan yang cukup ramai. Wagon yang menarik kepala iblis mondar-mandir melewati tempat itu, pun dengan para prajurit berkuda dengan setelan zirah lengkap yang sedang melakukan patroli.
Matahari tenggelam dan Antonio akhirnya sampai di kedai minuman itu, Kedai Minuman Guendero. Tempat itu adalah milik seorang pria dwarf yang sudah berumur. Itulah alasan kenapa kedai tersebut memiliki langit-langit yang rendah serta bentuk meja dan kursi yang tidak proporsional. Tujuan Guendero mendirikan kedai tersebut pada awalnya adalah untuk menampung wanita-wanita yang bekerja di dunia malam agar mereka memiliki tempat untuk singgah, termasuk Julietta. Lambat laun bisnis Guendero menjadi semakin berkembang, dan karena itu ia termasuk ke dalam lima pemilik kedai terlaris di seluruh Edinvers.
Antonio duduk di samping Vin yang sedang menyetel mandolinnya sambil bernyanyi tipis-tipis, lalu menyalakan rokoknya. "Sudah berhasil menemukan nadamu lagi?"
"Sedikit demi sedikit," jawab Vin sambil mengangkat satu kakinya ke atas bangku. "Aku berencana untuk menghibur orang-orang lagi."
"Baguslah. Lebih baik begitu. Jujur saja, kau tidak terlalu berguna untuk fase keempat nanti?"
Vin menoleh cepat. "Mohon maaf. Apa katamu barusan?"
"Maksudku adalah fase keempat ini terlalu berbahaya. Jangan marah dulu." Antonio mengembuskan asap rokoknya. "Pembunuhan terjadi di mana-mana dan melibatkan banyak orang. Sebagai peserta The Hunt for the Holy Coins yang dilindungi dan terikat secara hukum, kita tidak boleh salah melangkah. Pilihannya dua: kita masuk ke dalam lautan kebencian yang sedang terjadi di kota atau melanjutkan perburuan iblis dan koin suci."
"Benar juga." Vin berdiri, kemudian memetik mandolin dan mencoba suaranya, "Denting piano kala jemari menari ...."
"Tunggu." Antonio menghentikan Vin. "Apa itu 'piano'?" tanyanya dengan nada menyeret; dahinya berkerut.
Vin membuka kedua tangannya. "Aku juga tidak tahu. Aku mendapatkannya dari mimpi." Ia lanjut menyanyi, "Nada merambat pelan di kesunyian malam ...."
Antonio membetulkan posisi duduknya, meletakkan satu tangan pada ketiaknya dan diam sambil berpikir. Akhir-akhir ini Vin terus mendapatkan ingatan dari semesta lain lewat mimpinya. Dan juga—Antonio mengambil sebuah barang dari balik jubahnya—aku masih belum tahu benda apa ini. Benda ini adalah pena, tetapi ada sebuah tombol di bagian ujungnya. Benda ini seperti datang dari masa depan. Aneh.
Di tengah nyanyian Vin yang terus berlanjut, Antonio mengalihkan pandangannya kepada Mira yang sedang berbincang-bincang dengan Julietta dan dua temannya. Gadis itu tidak tampak kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yang jauh dari standarnya. Justru, ia tampak begitu bahagia dapat masuk lebih jauh ke dalam bagian-bagian terkecil dari masyarakat Edinvers, terutama para pelacur di tenggara kota.
Antonio beranjak menghampiri mereka. "Halo, nona-nona," ujarnya kaku. "Apakah ada kabar mengenai Cleopatra?"
Mereka semua bengong untuk sesaat sampai akhirnya Julietta membalas, "Oh, kau bertanya kepada kami berdua?" Ibu jarinya menunjuk Mira dan dirinya sendiri. "Aku pikir kau ingin memesan teman-temanku untuk bermain malam ini."
"Jangan bodoh, Jul. Aku sudah bilang kalau aku punya istri dan juga putri. Omong-omong, di mana Ludwig dan Muezza?"
"Muezza sedang terbang di langit, sementara ayahku sudah pulang ke penginapan," jawab Julietta.
Alis Antonio naik sebelah. "Muezza terbang?"
"Iya," Mira masuk dengan cepat, "sisi gelap bulanlah yang menyebabkan itu. Muezza bilang, ia merasakan energi yang begitu kuat dari bulan, yang membangkitkan kekuatannya. Para astronom kerajaan bilang bahwa sekarang bulan sudah masuk pada 155 derajat. Maka tinggal sedikit lagi bulan akan benar-benar memperlihatkan sisi gelapnya secara penuh."
"Itu gila. Omong-omong, kembali ke pertanyaanku, apakah ada kabar mengenai Cleopatra?"
"Nihil." Mira menjawab. "Sejak hari pertama kita membagi diri untuk pergi ke setiap penjuru kota, aku masih belum menemukan informasi apa pun tentang keberadaan Cleopatra Marigold."
Julietta menambahkan, "Aku pun sama. Kau tidak bisa menyalahkanku, lho. Musim dingin telah tiba dan akhir-akhir ini tempatku bekerja jadi ramai pelanggan karena manusia berbondong-bondong mengungsikan diri ke Edinvers. Tapi serius, ini aneh sekali, Antonio. Jejak Cleopatra sebagai salah satu Hunter unggulan di turnamen ini seakan menghilang."
Antonio mengecap. Ia terdiam untuk beberapa saat.
"Dan sepertinya Vin juga begitu," Mira menatap ke arah Vin yang sudah mulai menari dengan mandolinnya, "dia sampai lelah dan memilih untuk melatih nyanyiannya saja. Tidakkah kau berpikir kalau ini adalah sesuatu yang ...," ucapan Mira terpotong sebentar, "sia-sia?"
Asap keluar dari lubang hidung Antonio dengan perlahan. Kedua matanya menatap Mira dengan penuh kekecewaan. "Mungkin kau benar," ucapnya sambil menunduk. "Kelihatannya benang takdir tidak sudi mempertemukan kami berdua."
Kedua teman Julietta yang duduk mengapit Antonio lantas mengusap pundak pria itu dan berusaha menyemangatinya.
"Tapi aku yakin kalau kita pasti akan berjumpa dengannya," ucap Mira.
Antonio mengangkat kepalanya. "Kenapa kau berpikir begitu? Bagaimana kalau ternyata Cleopatra disembunyikan oleh Amadeus? Dia pasti tahu kalau Cleopatra adalah putriku. Itu mutlak."
"Tidak ada yang tidak mungkin, Midas. Setiap tulisan akan menemukan pembacanya, sebagaimana setiap pertanyaan akan menemukan jawabannya."
Antonio yang mendengar kata-kata tersebut langsung menoleh kepada Vin dan kembali kepada Mira. "Kau mendapatkan kata-kata itu dari Vin?"
"Um, tidak. Aku mendapatkannya dari mimpi. Dari seorang raja di negeri yang jauh yang ada di dalam mimpiku, begitu lebih tepatnya."
Antonio kembali menoleh kepada Vin dan kembali kepada Mira. "Sungguh?"
Mira memandang Antonio dengan ragu. "I-iya ...? Memangnya kenapa?"
Pada momen itu Antonio terdiam kembali. Otaknya bekerja untuk memproses segala titik pertanyaan yang muncul di dalam kepalanya. Kebanyakan dari mereka mengajukan pertanyaan yang sama. Empat kata: Apa yang sebenarnya terjadi?
"Rasa sesal di dasar hati diam tak mau pergi ...."
Ketika Vin menyanyikan bagian tersebut, Mira dan Julietta masih tampak berbincang-bincang. Antonio, di sisi lain, terdiam dengan mata terbelalak. Sesuatu terjadi, batinnya. Ia menoleh ke kanan dan kiri, menyadari hawa di dalam kedai minuman itu telah berubah. Pintu kedai didorong ke dalam dan masuk dari sana sesosok wanita bertubuh tinggi dengan jubah bertudung. Ia menggenggam satu karung besar yang kemungkinan berisi kristal/kepala iblis.
Ketika wanita itu membuka tudungnya, yang terpampang di sana adalah wajah gadis muda yang masih bersih dan kencang, dengan rambut hitam panjang yang dikepang. Antonio melihat gadis itu dalam kondisi mematung. Tanpa sadar mulutnya terbuka, dan kedua teman Julietta menyenggol pundak Antonio dan mengingatkannya untuk tidak menatap gadis dengan pandangan mencurigakan seperti itu.
Gadis berambut hitam itu berjalan dengan sepatu botnya yang berlumuran darah, menimbulkan suara yang cukup keras sebab di dalam kedai minuman itu terdapat beberapa orang saja. Gadis itu, dengan suara yang berat, bertanya, "Apakah aku bisa menjual kepala-kepala iblis di sini? Atau ada tempat lain?"
Guendero jinjit untuk melihat siapa yang datang. Ia lantas menaiki tangga kecil di balik mejanya dan membalas gadis itu, "Maaf, Nona. Kami tidak membeli kepala iblis. Mungkin kau bisa pergi ke markas guild Denfas 300 meter dari sini. Aku tidak yakin apakah markasnya masih buka malam-malam begini, tetapi tidak ada salahnya mencoba."
"Terima kasih." Raut wajah gadis itu datar. Ia berbalik untuk segera pergi dari kedai minuman itu, dan pada saat yang sama ia menabrak seorang pria berbadan tinggi dan besar. Antonio.
Antonio berdiri menatap gadis itu sambil menggenggam sebuah perkamen berisi sketsa wajah. Matanya berkaca-kaca dan bibirnya gemetar ingin berkata-kata. Vin masih bernyanyi; Mira dan Julietta memperhatikan Antonio—mereka bingung dengan apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh pria itu.
"Cleopatra ...?" Akhirnya suara keluar dari mulut Antonio, lirih. "Cleopatra Marigold?"
Gadis itu mendongak dengan tatapan penuh tanda tanya. "Siapa kau?"
Antonio berjalan mendekati gadis itu, kedua tangannya yang dibalut sarung tangan menyentuh pundak gadis itu dan meremasnya perlahan. "Apakah benar kau Cleopatra Marigold?" Suaranya semakin menipis. Dapat terdengar isak darinya.
Gadis itu mengangguk, masih dengan wajah bingung.
"Ayah merindukanmu," ujar Antonio dengan gemetar.
Mira dan Julietta sontak terpaku. Kedua mata mereka tidak berkedip menyaksikan momen itu.
Gadis itu memiringkan kepalanya. Ia berusaha mencerna siapa sosok pria yang berada di hadapannya itu. Ketika ia menyipitkan matanya dan merasa sudah membentuk jawaban yang pasti, ia bertanya untuk memastikan, "Ayah?"
Antonio mengangguk.
"Antonio Gengga?"
Antonio mengangguk sekali lagi.
Tamparan keras mendarat pada pipi Antonio. Itu datang dari gadis yang ada di hadapannya, Cleopatra Marigold—putrinya sendiri.
Antonio dengan cepat meluruskan kembali pandangannya ke depan. "Cleopatra?"
Air mata menetes pada pipi gadis itu. Giginya gemertak dan tatapan matanya tajam menusuk jiwa Antonio. "Tujuh belas tahun," gumamnya. "KE MANA SAJA KAU SELAMA TUJUH BELAS TAHUN INI?!"
Semua orang di dalam kedai terdiam, termasuk Vin. Penyair muda itu adalah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia terbesar dalam kehidupan Antonio. Dan ketika Vin melihat Cleopatra Marigold—putri Antonio—sedang berada di sana bersama ayahnya, ia yakin, sesuatu yang buruk akan terjadi. Hatinya yang dirundung kecemasan hanya bisa berharap, Jangan katakan apa-apa. Kumohon.
Tak lama kemudian, setelah bebrapa saat keheningan di kedai tersebut diisi oleh tangis Cleopatra, ia berkata dengan lantang:
"Kau telah membunuh seluruh anggota Keluarga Wolfgang!"
Mandolin Vin jatuh dari tangannya. Ia sudah tidak bisa menyelamatkan Antonio lagi.
"Kau menghabisi mereka hanya untuk uang. Kau meninggalkan istri, dan putrimu yang sedang sakit parah di saat usianya baru menginjak dua tahun. Dan lihatlah dirimu sekarang. Kau hidup dengan sehat dan bebas, di distrik pelacuran. Dan aku yakin kau juga ikut dalam The Hunt for the Holy Coins sebab aku melihat namamu di atas sana, tetapi aku tidak pernah mengira kalau itu adalah kau. Betapa mengerikannya dunia luar, orang-orang kota memujimu. Mereka memuji dirimu, seorang pembunuh manusia, sebagai penyelamat mereka. Kini kau kembali kepadaku, setelah menghancurkan segalanya.
"Ibu merawatku dengan penuh kegigihan. Dia berusaha sekuat tenaga sampai titik darah penghabisan. Ibu selalu bilang bahwa kau akan pulang karena kau telah berjanji kepada kami. Ibu selalu bilang bahwa dia akan terus mencintaimu karena dia yakin bahwa kau adalah laki-laki yang paling rapuh di dunia ini, dan kau membutuhkan cinta kasih Ibu. Ketika aku berusia 10 tahun, Ibu bunuh diri karena dia sudah tidak kuat lagi menahan seluruh beban hidupnya. Dia menggantung dirinya di atas menara di tengah Kota Amonte, tempatnya bekerja. Aku sedih. Aku jatuh. Sampai akhirnya, seorang bijak dari Keluarga Wolfgang memelukku. Pria itu tampak lusuh. Sehabis berjalan melewati semesta, ujarnya, sambil menarikku pergi ke pengadilan. Di sana, aku diangkat menjadi anaknya.
"Pria bernama Wolfgang Amadeus itu telah memberiku segalanya, mulai dari kasih sayang, cinta, semangat, dan penghidupan. Aku berterima kasih kepadanya, sepenuhnya. Dan kau, Antonio Genga, berani-beraninya kau datang kembali ke kehidupanku dan mengaku sebagai ayahku. Kau bukan ayahku!"
Semua orang di dalam kedai mendengarkan cerita Cleopatra dengan saksama. Vin yang sudah lemas terduduk pada bangku kedai. Matanya melirik ke arah Mira, dan benar saja, kebencian merekah pada wajah gadis itu.
"Cleopatra ...," Antonio melepaskan kedua tangannya, "Amadeus adalah seorang iblis ...."
"Memangnya kau pikir apa dirimu?"
Pertanyaan itu menghancurkan Antonio.
"Aku sudah yakin kalau hari ini tidak akan pernah tiba di dalam hidupku, tetapi di sinilah aku sekarang." Cleopatra menarik napas panjang. "Aku sudah menahan ini lama sekali, dan aku akan mengucapkannya padamu."
Tubuh kekar Antonio berubah menjadi rapuh. Ia menjelma sebuah boneka yang lemah dan tidak punya sesuatu untuk berpegang. Di dalam kepalanya, kedai minuman tersebut berubah menjadi gelap, menjadi sebuah pengadilan dengan seorang hakim yang tepat berada di hadapannya. Di sampingnya, ia dilihat oleh banyak sekali mata—orang-orang suci—yang ia yakini telah menaruh banyak rasa percaya kepadanya. Ketakutan menjalar di sekujur tubuh Antonio. Keringat bercucuran dengan deras membasahi pakaiannya. Dingin menyeruak di dadanya. Napasnya terputus-putus tidak keruan. Kakinya gemetar menahan tubuhnya yang semakin melemah. Di momen penantian yang berlangsung lama sekali bagi Antonio, apa pun hasil dari pengadilan itu, ia sudah bersumpah sejak lama, akan menerimanya.
Kemudian sang hakim pun berkata:
"Aku membencimu, Ayah."
Seluruh mata yang melihatnya dari samping arena pengadilan menutup. Sang hakim pergi meninggalkan Antonio, dan segalanya kembali menjadi seperti semula. Antonio menoleh dengan air mata mengalir di pipinya yang memerah. Tidak dilihatnya putrinya di depan pintu itu. Cleopatra menghilang begitu saja bagaikan petir yang membalut hujan lebat.
Antonio perlahan-lahan menggerakkan kepalanya menatap Vin. Ketika mata mereka berdua saling bertemu, kata-kata yang dipenuhi dengan kekecewaan seakan keluar dan sampai kepada setiap dari mereka meskipun tidak ada yang bersuara.
Tamat sudah.
Mira berjalan dan mendaratkan tamparan keras pada pipi Antonio. "Dasar pembunuh."
Ketika kata tersebut masuk ke dalam gendang telinga Antonio, Antonio mengarahkan pandangannya untuk menatap wajah Mira. Sang putri kerajaan tampak kecewa berat.
"Aku sudah selesai dengan turnamen ini," ujarnya geram. "Aku keluar dari Amaryllis. Kau bisa mengambil seluruh koin suci yang aku punya. Aku tidak peduli."
"Mira, tidak ...."
"Cukup, Antonio Genga." Mira menepis tangan Antonio. "Aku akan kembali ke istana dan fokus merealisasikan rencanaku untuk membentuk aliansi demi melindungi kerajaan ini. Untuk kau, terserah saja. Aku tidak akan peduli lagi. Semoga kau bisa bertarung untuk umat manusia ketika perang nanti tiba, dan ketika sisi gelap bulan tiba."
"Mira, aku minta maaf ...."
"Terima kasih, semuanya." Di tengah-tengah puncak emosinya, Mira masih menyempatkan diri untuk memberikan tatapan terakhir pada Vin dan Julietta. Setelah itu, ia pun pergi dari kedai minuman itu.
Kedua lutut Antonio jatuh menyentuh lantai. Ia bersimpuh di sana dengan putus asa. Kedua tangannya yang ditutup sarung tangan hanya bisa terdiam. Golden Touch yang menyentuh kerakusan di dalam diri Antonio merupakan sebuah kutukan abadi, dan ia yakin akan hal itu. Ia bersujud di sana sambil menjambak rambutnya sendiri, kemudian menangis sekencang-kencangnya sambil memanggil nama istrinya.
"Aline, kembalilah ...."
Saat Antonio mengerang tak henti-henti, Julietta berusaha menenangkannya dengan mengusap punggungnya dan mengangkat kepalanya. Vin, di sisi lain, mengambil kembali mandolinnya yang terjatuh dan memetiknya dengan layu. Ia adalah satu-satunya orang yang menyaksikan semua tangisan dan teriakan penuh rasa sakit Antonio. Ia jugalah orang yang selalu berada di sisi Antonio pada saat-saat sulit. Kini, Vin tengah menyaksikan sebuah pemandangan yang belum pernah ia saksikan sebelumnya. Antonio menyentuh dasar jurang terdalam dan tidak bisa bangkit kembali. Pria itu menghitam dan tertanam ke tanah, mengeras menjadi batu yang tidak bisa digerakkan.
Bertemu dengan istri dan putrinya untuk meminta maaf merupakan tujuan utama dalam hidup Antonio. Dan sekarang, ketika itu semua tidak dapat terwujud, satu-satunya hal yang muncul di dalam benaknya adalah penggalan puisi dari Warden Hammerson:
Langit sedang menangis
dan takkan ada yang mampu menghapus air matanya.
Dan kepada siapa kita harus memohon?
***
Catatan Penulis: Lagu yang dinyanyikan oleh Vin dalam chapter ini adalah Yang Terlupakan karya Iwan Fals, penyanyi dari semesta lain yang kebetulan lagunya datang ke dalam mimpi Vin karena alam semesta mulai saling menabrakkan diri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top