Chapter 33 - Relik Kubus Suci

Setelah pertarungan singkat pada pagi hari itu, Antonio dibawa oleh pria yang tidak dikenalnya menuju sebuah rumah yang ada di pinggiran kota. Dari belakang, mereka tampak diikuti oleh Mira dan Muezza yang menaiki sampan yang sudah berantakan, membawa dua orang orc yang terluka bersama mereka. Itu bukanlah rumah yang terlalu besar, tetapi tidak bisa disebut kecil. Dibangun dengan dua lantai dan tiga kamar tidur, rumah itu cukup untuk ditinggali beberapa orang. Duduklah mereka di meja bundar, sementara Magnus dan Stephanie direbahkan di atas kursi kayu panjang di dekat dapur; Muezza masih berusaha menyembuhkan mereka.

"Kau belum memperkenalkan dirimu kepada kami," ujar Antonio, dengan kedua tangannya yang mengepal dan tertutup kain.

Pria itu diam sejenak. Ia menatap Antonio dan Mira sebelum akhirnya berbicara, "Aku datang dari alam semesta yang sama dengan kalian."

"Kau ...." Antonio tampak ragu. "Apakah kau juga ikut dalam The Hunt for the Holy Coins?"

"Benar. Aku adalah seorang Hunter dari tim Ode to Joy. Pada saat itu aku sedang berada di hutan timur Wenfri bersama putriku untuk berburu iblis. Ketika kami ingin kembali, tiba-tiba saja jalan yang kami lalui jadi berbeda. Aku menyadari ada sesuatu yang aneh, dan ketika kami keluar dari hutan, kami menemukan kalian. Aku tahu, kalian adalah orang-orang yang juga tersesat di semesta ini."

Antonio semakin memandangi pria itu dengan penuh pertanyaan. "Kelihatannya kau begitu santai dengan segala ketidakmasukakalan multisemesta ini. Jadi, pertanyaanku masih sama. Siapa kau?"

Pria itu menundukkan kepalanya sambil menatap Mira. "Aku adalah salah satu orang yang mengetahui identitas asli Amadeus. Namaku adalah Ludwig."

Sontak Mira berdiri dan mendekatkan wajahnya pada pria itu. Ia terdiam di dalam keheningan; kedua matanya membelalak lebar; kepalanya mencoba menerka-nerka wajah yang terlukis di hadapannya saat ini, yang entah kenapa terasa tidak asing. "Ludwig?" tanyanya tidak percaya. "Ludwig Triton Alexander?"

Pria itu mengangguk.

"Ah, Paman. Sudah lama sekali." Mira beranjak dari kursinya untuk memeluk pria itu.

"Hei, hei, hei. Apa yang sedang terjadi di sini?" tanya Antonio.

Mira melepaskan pelukannya. "Ini Ludwig. Dia adalah kakak ayahku."

"Apa maksudnya itu?" Antonio bingung, berkata dengan nada tidak percaya.

"Ceritanya benar-benar panjang. Dan aku rasa, tidak banyak orang yang tahu, terutama dari golongan rakyat biasa." Ludwig menuangkan air putih ke tiga gelas kayu yang ada di meja bundar itu. "Dulunya aku adalah anggota keluarga kerajaan sebelum aku ditendang dari istana karena akal-akalan William."

"Jadi, pria yang sedang berbicara di hadapanku sekarang, seharusnya kau menjadi raja Kerajaan Envera?" Antonio menyipitkan matanya dan menunjuk Ludwig.

"Benar sekali. Seharusnya aku menjadi raja."

"Tapi kenapa kau bisa ditendang dari keluarga kerajaan?"

Ludwig menggeleng-gelengkan kepalanya; tersenyum lemah. "William adalah orang yang licik."

"Sudah, Midas." Mira menahan Antonio untuk tidak bertanya lebih jauh lagi. "Aku pikir itu tidak terlalu penting untuk kita bahas saat ini. Yang terpenting sekarang adalah kita harus memikirkan perjalanan pulang ke semesta asal kita. Karena kita sudah menemukan jawaban dari pertanyaan kita tentang menara di sebuah kota di dataran tinggi dan misteri multisemesta, aku rasa tidak ada banyak hal yang bisa kita lakukan lagi di sini."

"Kau benar," jawab Antonio. "Rasanya petualangan kita di semesta ini sia-sia. Tidak ada hal yang bisa kita lakukan tentang itu."

"Meow!" protes Muezza. "Jangan bilang ini semua sia-sia, ya, sialan! Kita berhasil mengalahkan Sadrathafighre, tim peringkat dua klasemen. Dengan begitu, kita bisa mengambil koin mereka!"

Ludwig tertawa kecil. "Kelihatannya tim kalian adalah tim yang kuat."

"Aku juga merasa begitu. Tim kami adalah tim yang kuat." Antonio mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tadi kau bilang, ada sesuatu yang ingin kaubicarakan tentang cara mengalahkan Amadeus. Bagaimana kalau kita langsung menuju ke inti pembicaraannya saja?"

Ludwig menenggak air putihnya, kemudian mengeluarkan relik kubus yang sama dari balik jubahnya. "Ini adalah Enigma, Vitae milik raja para elf, Zaven Bornardi, yang lebih sering dikenal sebagai relik kubus suci. Untuk menyembunyikan keberadaannya, aku mencantumkan Vitae ini dengan nama Moonlight Sonata. Benda ini adalah peninggalan bersejarah yang diwariskan secara turun-temurun oleh Lady Flodera kepada anak-anaknya. Jiwa wanita yang mulia itu masih hidup di dalam kubus ini hingga sekarang. Dan karena hal itu, aku menjadi buronan bangsa elf."

Antonio dan Mira berdiri dan melotot tajam menatap kubus itu. Kepala mereka mengitari kubus itu dan mereka sama-sama terkejut. Itu nyata. Kubus yang ada di atas meja itu adalah benda yang selama ini menyebabkan berbagai kekacauan di tanah Merlin. Benda yang menjadi sumber pertumpahan darah yang dicanangkan oleh para elf dalam merebut kembali peninggalan bersejarah bangsa mereka.

"Ba-bagaimana kau bisa mendapatkan ini, Paman?" tanya Mira, matanya sama sekali tidak berkedip dan tidak beranjak dari relik kubus itu, menunjukkan sebuah ketertarikan.

"Sejak ditendang dari istana sembilan tahun lalu, aku menjadi pengembara. Bersama putriku, aku pergi ke berbagai tempat untuk menjalani kehidupan. Dan tahun lalu, ketika kami sedang berada di Nimrodel, konflik saudara pecah. Para elf bertikai mengenai kesucian darah mereka. Ya, biasa, itu adalah konflik untuk memperebutkan titel 'keturunan Lady Flodera'. Aku ikut andil dalam konflik itu sebagai produsen senjata. Akan tetapi, aku melihat kesempatan lain. Itu terjadi ketika Raja Bornardi turun langsung ke medan pertempuran. Sebagai seseorang yang sudah berjalan di balik kegelapan lama sekali, aku mengambil kesempatan itu. Aku menyerang ruang penyimpanan relik kubus suci dengan bantuan putriku dan kembali ke Envera tanpa ada seorang pun yang tahu identitas kami."

Antonio masih menatap relik kubus itu. Ia bertanya, "Lalu kenapa, kenapa kubus ini begitu spesial? Aku melihat ada banyak sekali elf yang merasa tersakiti karena hilangnya benda milik raja atau wanita mereka ini. Adakah kekuatan yang sangat mengerikan darinya? Atau kubus ini adalah pemberian langsung dari Tuhan sebagaimana Dia memberikan kekuatan pada The Four Ladies?"

"Sesuatu yang begitu spesial mengenai kubus ini adalah kekuatannya," balas Ludwig.

"Bolehkah aku memegangnya?" Mira mengacungkan jari telunjuknya dan bertanya dengan polos.

"Boleh saja, tapi hati-hati. Jangan sembarangan memasukkan kubus itu ke kepala orang."

Sebuah peringatan yang aneh. Antonio dan Mira secara bersama-sama memiringkan kepala mereka, terdiam, menatap Ludwig dengan penuh tanda tanya. "Apa maksudmu?" tanya Antonio.

"Moonlight Sonata memiliki kekuatan untuk menghapus dan mengembalikan ingatan seseorang. Dan cara mengaktifkan kekuatan itu adalah dengan memasukkan relik kubus ini ke dalam kepala seseorang dan menariknya kembali."

Antonio menggebrak meja dan itu sempat membuat jantung Ludwig copot untuk sesaat. Mira awalnya tidak terlalu peduli pada tingkah Antonio. Ia masih menatap kubus itu dengan penuh kekaguman dan memutar-mutarnya untuk melihat segala detail yang tergambar padanya. Kubus itu berwarna cokelat keemasan, dihiasi dengan ukiran besi berbentuk pohon besar dan bunga di lima sisi; rusa, singa, kupu-kupu, dan burung merpati pada lima sisi itu pula; dan ratu keabadian mereka—Lady Flodera—di sisi yang memiliki warna paling cerah dan hiasan paling indah.

"Apa katamu barusan?" Antonio berdiri dan menatap Ludwig dengan sangat intens. Emosi yang bercampur aduk dapat terdengar dari nada bicaranya dan terlihat dari bagaimana kedua matanya mengindera kubus serta pencurinya itu. "Cepat ulangi kalimatmu!"

"Moonlight Sonata memiliki kekuatan untuk menghapus dan mengembalikan ingatan seseorang."

Antonio terduduk lemas setelah mendengar itu, dan setelah jeda yang cukup lama akhirnya Mira tersadar. "Midas! Kubus ini! Kita bisa menggunakannya untuk mengembalikan ingatan Vin!"

"Kau benar, Mira."

Ludwig menambahkan, "Dan uniknya, Vitae ini terhubung pada Vitae lain di luar sana yang dimiliki oleh seorang wanita bernama Kallen. Vitae miliknya dapat menghapus ingatan seseorang secara menyeluruh, dan kemudian membawa ingatan tersebut masuk ke dalam kubus ini. Tidak hanya itu, aku sering mendapatkan mimpi tentang ingatan orang-orang yang tidak pernah aku kenal, yang kehilangan ingatannya karena kecelakaan atau umur. Aku yakin, itu adalah pengaruh dari energi Vitae ini yang luar biasa. Jadi, pada intinya, relik kubus ini adalah bank memori dari orang-orang di seluruh dunia yang pernah terhapus ingatannya dengan cara apa pun."

"Itu gila sekali!" Mira menempelkan kepalanya di atas meja dan matanya masih berbinar-binar ketika kubus di tangannya diambil kembali oleh Ludwig.

"Tapi sebelum itu, bisakah kau mencobanya?" tanya Antonio. "Aku ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Vitae ini bekerja."

"Boleh," jawab Ludwig. "Apakah kau mau mencobanya, Antonio?"

"Aku! Aku saja!" Mira kembali mengacungkan jari telunjuknya disertai dengan senyuman.

Ludwig tertawa menatap gadis itu. "Aku tidak percaya. Setelah sembilan tahun kita tidak berjumpa, sikap kekanak-kanakanmu ketika melihat mainan ternyata masih sama."

Mira tertawa dengan remeh. "Hehehe ...."

"Baiklah, Mira. Apa yang ingin kauhapus?" Ludwig bertanya.

"Maksudnya?"

"Moonlight Sonata mengikuti perintah dari tuannya. Kubus ini dapat menghapus ingatan sesuai apa yang dikehendaki, berbeda dengan Vitae milik wanita bernama Kallen itu yang menghapus ingatan targetnya secara penuh. Itulah kenapa Vitae ini amat sangat kuat."

"Bagaimana kalau kau hapus saja ingatan dasar tentang matematika dari kepala Mira?" Antonio memberikan saran.

"Ide bagus. Kalau begitu," Ludwig berdiri dan meletakkan kubus itu di pelipis Mira, "aku akan menghapus ingatanmu bahwa satu ditambah satu sama dengan dua. Kau sudah siap?"

Mira tidak berkata-kata lagi, ia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dengan cepat.

Setelahnya, Ludwig mendorong kubus itu masuk, menggesernya seperti sedang menggeser pintu dan mengeluarkannya dari kepala Mira. Proses itu terjadi cepat sekali, tidak sampai lima detik. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa, Mira hanya bengong seraya bertanya, "Sudah?"

Ludwig kembali duduk dan meletakkan kubusnya. "Mira, sebagai seorang putri, kau pasti tahu bahwa ada banyak beban yang ditanggung olehmu. Kau harus menguasai banyak hal, seperti berpedang, berkuda, berbahasa, bertata krama, dan lain sebagainya. Satu hal yang harus dimiliki oleh seorang putri adalah kemampuan berhitung. Maka dari itu, aku bertanya kepadamu, berapa jumlah dari satu ditambah satu?"

Pada awalnya wajah Mira cerah, tetapi beberapa detik setelah itu ia berubah muram. Bingung. Ia menoleh ke arah Antonio berkali-kali dan Antonio hanya membalas dengan tatapan yang sama: bingung. Mira mulai bergumam sambil mengacungkan dua jari telunjuknya, menyejajarkannya untuk membantunya berhitung. Setelah proses pematangan yang lama sekali, jawaban akhirnya siap dihidangkan. "Sebelas?" jawabnya, ragu.

Ludwig memiringkan kepalanya sambil membuka kedua telapak tangannya, menatap Antonio, seakan-akan ekspresinya berkata, "Lihat, 'kan?"

Antonio tidak percaya. Ia lantas memerintahkan Ludwig untuk segera mengembalikan ingatan Mira.

"Satu hal lagi yang perlu diperhatikan," Ludwig berbicara, "ketika mengembalikan ingatan seseorang, kau tidak perlu memerintahkan kubus ini. Kubus ini akan langsung mengembalikan semua memori yang telah hilang." Ia mendorong kubus itu masuk, menggesernya seperti sedang menggeser pintu dan mengeluarkannya dari kepala Mira.

Mira mengerjap-ngerjap, dan ia terperanjat ketika Antonio menggenggam pundaknya dan menembaknya dengan pertanyaan bernada tinggi, "Mira, berapa satu ditambah satu?!"

"Apa maksudmu?!"

"Berapa satu ditambah satu?!"

"Dua?"

Ludwig mengulangi kembali tindakannya, dan menatap Antonio, seakan-akan ekspresinya berkata, "Lihat, 'kan?"

"Aku tidak bisa memercayai ini." Antonio tampak gemetaran. Keringat bercucuran membasahi dahinya. Napasnya berat, memburu. Dan ia menggaruk-garuk kepalanya (dengan tangannya yang tertutup kain) untuk meredakan panas yang membara.

"Ini adalah kunci untuk mengalahkan Wolfgang Amadeus," kata Ludwig. "Kita tidak akan bisa melawannya menggunakan pedang atau Vitae biasa. Dia adalah iblis tingkat atas Bintang Pertama, yang terkuat dari yang terkuat, satu tingkat di bawah Regulus. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah mencari celah dan menghapus ingatannya dengan memasukkan relik kubus ini ke dalam kepalanya. Kita akan merespons deklarasi perang Amadeus. Kita akan melawannya, untuk melindungi semesta kita."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top