Chapter 31 - Dayung, Pedang, Tongkat, Pisau, Payung, dan Senapan Laras Panjang

Mira memiringkan dayungnya dan terus mendorongnya untuk menghindarkan dirinya dan Muezza dari serpihan-serpihan bom yang mengejar. Satu naga berhasil ditumbangkan oleh Muezza, tetapi Stephanie masih bisa terbang menggunakan payungnya. Tidak hanya satu, tetapi belasan payung mengejar mereka di atas langit.

"Aku tidak tahu apa kekuatan Vitae milik pria itu, tapi yang terpenting, kita tidak boleh sampai hanyut di dalam pengaruh sihirnya."

"Putri Mira, sebaiknya aku saja yang mengemudikan sampannya. Kau harus bertarung."

"Tidak, Muezza." Mira masih berdiri dengan tegap. "Tetap tembakan sihir dari tongkatmu. Kita masih belum bisa bertarung. Kita harus menemukan menara."

"Menara? Untuk apa?"

"Setidaknya kita punya tempat untuk berpijak atau bersandar. Pertarungan di langit lepas seperti ini sangat berbahaya. Mereka lebih unggul karena punya naga. Ditambah lagi, aku tidak bisa terus-terusan berdiri dan mendorong dayungnya. Sepertinya hanya Vin seoranglah yang paling mahir mengendalikan sampan-sampan ini."

Muezza diam sejenak untuk berpikir. "Koloseum!"

"Kau benar." Mira menoleh dengan tatapan lebar. "Kita harus menuju ke sana!"

Tembakan kembali dilayangkan oleh Magnus, kali ini ada beberapa bom ikat yang dilempar olehnya. Ledakan terjadi berkali-kali, diikuti oleh asap yang kemudian menghujani daratan. Serpihan dari bom ikat itu melesat dengan kencang mengejar Mira dan Muezza. Muezza menunduk, sementara Mira sebisa mungkin meliukkan badannya. Serpihan itu masuk ke kepala Mira, tetapi Muezza dengan cepat menetralkan pengaruh sihirnya dengan tongkatnya sebelum semakin menyebar.

Frustrasi, Magnus mengokang senjatanya dan langsung menembak tanpa didahului lemparan bom ikat. Peluru menembus kepala Muezza yang baru bangkit; darah mencurat ke mana-mana.

"MUEZZA!"

"Fokus, Putri!" teriak Muezza dengan wajah yang berantakan, ia menopang tubuhnya dengan kakinya yang melemah. "Terbangkan sampannya ke koloseum! Kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku tidak akan mati semudah itu. Aku hanya perlu sedikit waktu dan ketenangan untuk menggunakan kekuatan penyembuhan dari Vitae-ku."

Setelah terbang cukup lama, sampailah Mira dan Muezza di kompleks menara-menara tinggi—koloseum. Untungnya, tempat itu kosong. Satu-satunya hal yang membuatnya ramai hanyalah warna. Mira menggenggam patahan dayung itu dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya berusaha mengangkat pedang. Ketika pedang ia ayunkan ke atap salah satu menara di sana, gentingnya longsor. Itu tidak sedikit, jatuh seperti air terjun yang lantas menghantam tubuh Magnus hingga terpental dan tersangkut pada jendela di tribun lantai lima. Naga yang ditumpanginya menabrak salah satu menara, kehilangan keseimbangannya, dan terjatuh dengan debaman keras.

Stephanie melemparkan payungnya untuk membantu Magnus. Pria itu segera bangkit dan membersihkan patahan batu bata serta kerikil yang masuk ke dalam helmnya. Ia berdiri dan menerima payung pemberian Stephanie, lalu terbang menyusulnya. Belasan payung lainnya sudah tiba di koloseum, melayang sambil berputar dengan santai, bergerak pelan seperti segerombolan awan yang ditiup angin, mengelilingi koloseum itu.

Mira menghentikan sampannya. Ia tetap mengangkat dayungnya untuk menjaga posisi sampan, juga memberi Muezza waktu untuk menyembuhkan diri.

"Apakah lukamu parah?" tanya Mira.

"Tidak. Berikan aku tiga menit," ujar Muezza, tampak kesakitan menekan kepalanya dengan tongkat sihirnya yang menyala hijau.

Barisan payung yang teramat banyak itu—entah dari mana datangnya—kini telah menutup semua jalur pelarian dari koloseum. Stephanie mendorong payungnya untuk bergerak maju tatkala kakinya melangkah seakan-akan ada pijakan di atas sana. Ia menatap mata Mira dalam-dalam, menunjukkan kesiapan untuk bertarung.

"Hadapi aku satu lawan satu," ucap Mira tanpa keraguan, sorot matanya tajam, "dan perintahkan temanmu itu untuk diam dan tidak menembak." Di kejauhan, Magnus tampak sudah membidik senapannya ke arah Mira.

"Para orc membenci manusia. Kami tidak akan mau menuruti perintah kalian." Stephanie mengeluarkan pisau belati dari balik pakaiannya dan mengayunkannya ke arah Mira.

Mira mengambil pisau belati pemberian Joseph dari balik pakaiannya dan berhasil menangkis serangan itu. Ia menaikkan kakinya, menjulurkan tangannya jauh-jauh untuk menebas payung Stephanie. Payung itu robek dan Stephanie terjatuh. Suara tembakan terdengar; Mira mengeratkan genggaman pedangnya. Peluru itu berhasil ditangkis, memantul ke kaca jendela di samping kanan.

Stephanie kembali bangkit dengan bantuan payung-payungnya, Magnus mengokang senapannya kembali, dan Mira menggerakkan dayungnya melihat kesempatan itu. Pedangnya ia ayunkan untuk menebas Magnus. Magnus berhasil menghindar, membalas dengan mengayun senapannya. Mira juga menghindar, menunduk, menyikukan pedangnya dan menghantam senapan Magnus hingga hancur berantakan.

Tubuh pria orc itu oleng. Mira hanya menendang Magnus dengan tenaga minim, dan pria itu terjun bebas ke lantai dasar. Stephanie meraung dengan keras melihat kawannya berhasil dikalahkan. Ia melesat menggunakan payung-payungnya yang kini bertugas sebagai sayapnya, menghantam sampan yang dinaiki Mira dan Muezza.

Sampan itu hancur, menabrak tribun menara di lantai tiga. Muezza berguling-guling lalu menabrak tembok, tetapi tongkat sihir masih menempel di kepalanya yang penuh luka. Darah mengalir dari pelipis Mira, dan ia menyadari bahwa tenaganya semakin lama semakin menipis. Ia tidak bisa berlama-lama dalam pertarungan melawan wanita itu. Akhirnya, ketika keduanya saling berhadap-hadapan, benturan terakhir terjadi.

Mira menebas gagang payung yang dibawa oleh Stephanie, lalu dengan cepat mengubah arah serangan. Stephanie yang tampak tidak terlalu berpengalaman dalam pertarungan jarak dekat satu lawan satu pun kelabakan. Ia tidak sempat menghindar. Kakinya tak bisa berbuat banyak. Ia hanya mengandalkan payung-payungnya untuk mengangkat tubuhnya. Alhasil, tangan kiri Stephanie terpotong oleh ayunan pedang Mira. Darah segar membasahi lantai.

Wanita orc itu hanya bisa meringis kesakitan, sementara Mira berdiri di hadapannya dengan tarikan napas berat dan tatapan membunuh yang luar biasa kuat. Muezza berdiri seraya berkata, "Cukup, Putri. Mereka sudah kalah. Biarkan aku menyembuhkan luka mereka dan membawa mereka kepada Antonio."

Mira tampak sempoyongan. "Kau benar .... Kita harus .... Kita harus kembali .... Kita harus membantu Antonio ...." Ia terjatuh karena kelelahan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top