Chapter 26 - Alam Semesta

Kabur dari kejaran iblis hutan, Antonio memacu kudanya dengan kecepatan tinggi sambil membawa dua karung besar penuh kepala iblis. Muezza yang menghadap ke belakang sambil terus berpegangan pada jubah Antonio tidak henti-hentinya menembakkan proyektil sihir dari tongkatnya untuk menghadang iblis-iblis tersebut.

"Tidak berguna, meow!" teriak Muezza. "Jumlah mereka terlalu banyak!"

"Kalau begitu kita harus bersyukur dengan hasil buruan kita hari ini." Antonio menekuk kesepuluh jarinya, dari sana muncul percikan-percikan emas yang kemudian mengantarkannya berpindah tempat ketika ia mendorong telapak tangannya.

Pada malam itu, ketika pertempuran Lonesome terjadi, Antonio sangat terkejut ketika ia tidak sengaja memindahkan dirinya sendiri dengan tiba-tiba. Ia mencoba menggerakkan tangannya sebisanya untuk kembali mengaktifkan kekuatan teleportasi itu. Akhirnya, ia mengetahui polanya. Ia harus memfokuskan kekuatannya pada jari-jarinya ketika menekuknya, setelah itu ia harus mendorong telapak tangannya agar percikan-percikan emas tersebut bisa meluruhkan tubuhnya dan membawanya berpindah tempat.

Selama beberapa bulan ke belakang Antonio telah melatih kekuatan teleportasi yang merupakan evolusi dari Golden Touch miliknya. Pada awalnya Antonio berpikir ini adalah sebuah kutukan baginya, tetapi lambat laun ia sadar bahwa Vitae miliknya mendapatkan kekuatan baru berkat bulan purnama.

Mereka berteleportasi melewati reruntuhan gerbang hutan itu. Langit kembali berubah terang sesaat setelah mereka keluar dari sana. Entah sejak kapan hutan di bagian timur Desa Wenfri menjadi terkutuk dan ditempati oleh banyak sekali iblis. Efek dari bulan purnama, mungkin, yang menyebabkan itu, tetapi jumlah mereka seakan-akan tidak pernah berkurang. Antonio telah menjadi Hunter paling subur sejauh fase ketiga ini karena ia terus saja memotong kepala-kepala iblis di hutan itu.

***

Antonio dan Muezza berhasil sampai di Desa Wenfri dengan selamat. Mereka berdua langsung terjatuh dari kuda ketika sampai di depan rumah. Pintu terbuka dan Mira keluar dari sana.

"Kalian berdua baik-baik saja?"

"Tidak bagus, Putri." Muezza mencoba menyembuhkan luka di bokongnya dengan tongkat sihirnya. "Iblis-iblis itu ..., mereka tidak ada habisnya."

Antonio bangkit dan melepaskan dua karung besar itu dari tubuh kudanya. Ia lantas membawanya masuk ke rumah.

"Kau baik-baik saja, Midas?"

Sambil mengusap keringatnya Antonio berkata, "Ini melelahkan. Sudah dua bulan berlalu semenjak kita tiba di desa ini dan hutan itu tidak kunjung bersih. Aku tidak mengerti kenapa itu bisa terjadi. Tapi satu hal yang aku tahu pasti, mereka bukan iblis biasa. Aku tidak pernah melihat iblis jenis itu sebelumnya, seumur hidupku. Iblis hutan tinggi dengan lubang mata satu di kepala mereka. Mereka bergerak begitu cepat, dan serangan mereka juga menyakitkan." Antonio menunjukkan bekas luka sayatan lebar di perutnya yang berhasil disembuhkan oleh Muezza. "Aku tidak tahu apakah luka ini benar-benar sudah tertutup, tapi aku butuh tabib."

"Aku akan mencarikannya untukmu," ujar Mira.

"Terima kasih."

"Ada sesuatu yang janggal, Antonio." Muezza tiba-tiba memotong percakapan, berjalan dengan empat kaki menghampiri mereka berdua. "Iblis-iblis hutan itu bukanlah iblis yang pernah kita lihat sebelumnya. Sesuatu tentang itu membuatku khawatir tentang sebuah kisah."

"Apa itu?" tanya Antonio.

"Pemilikku dulu pernah berkata padaku, ada sebuah legenda tentang kemunculan makhluk-makhluk misterius dari sebuah menara. Dari masa ke masa kisah itu semakin sedikit diperbincangkan sebab tidak ada yang tahu kebenarannya."

Antonio mengerutkan dahinya, berpikir. "Itu berasal dari sebuah cerita atau kisah nyata?"

"Hmmm .... Mungkin dari sebuah novel. Aku juga tidak tahu pasti."

"Apakah ada menara yang berdiri di sekitaran tempat ini?" Mira mengajukan pertanyaan.

"Tidak ada. Desa ini hanya dikelilingi oleh sabana dan hutan. Tapi aku rasa, tidak ada salahnya bertanya pada kepala desa." Antonio beranjak untuk meletakkan hasil buruannya. Ia dan Muezza berhasil membawa 22 kepala iblis siang ini. Tidak buruk.

***

Malam pun tiba. Antonio, Mira, dan Muezza melingkar bersama dengan kepala desa di depan api unggun sambil menikmati sup dan air hangat. Cuaca malam itu cukup cerah. Bulan dapat terlihat bersinar begitu gagah, tidak tertutup barisan awan. Suara jangkrik menggema di mana-mana, disusul lolongan lirih para serigala (atau mungkin manusia serigala) dari kejauhan.

Antonio menyendok supnya dan memasukkannya ke dalam mulut. Tidak ingin menghabiskan banyak waktu sebab ia harus beristirahat dan mempersiapkan diri untuk berburu iblis lagi beberapa hari ke depan, Antonio bertanya, "Tuan Joseph, apakah kau tahu tentang legenda kemunculan makhluk-makhluk misterius dari sebuah menara?"

Pria tua itu tampak pikun sekali. Usianya sudah menginjak kepala tujuh dan kemampuan berpedangnya sudah menghilang sepenuhnya. Akan tetapi, Antonio mengharapkan jawaban yang jelas darinya. Di luar dugaan, Joseph justru membalikkan pertanyaan Antonio dengan suara serak, "Apakah kau ingin pergi ke menara itu?"

Sontak Antonio, Mira, dan Muezza terkejut.

"Apakah kau tahu di mana menara itu berada?" Antonio bertanya kembali.

Joseph menunjuk kejauhan tanpa menoleh sedikit pun. "Di sebuah kota di dataran tinggi."

Antonio menatap ke arah jari Joseph menunjuk. "Tapi tidak ada dataran tinggi di sana."

"Aku belum selesai bicara." Joseph tampak kesal. "Di dataran tinggi, di semesta yang lain."

"Tuan Joseph, apa maksud Anda dengan 'dataran tinggi di semesta yang lain'? Apakah yang seperti itu benar-benar ada?" Mira berusaha memasuki percakapan dua pria itu dengan lembut. "Dan jika itu benar-benar ada, bagaimana cara kami pergi ke tempat itu?"

"Mira, kau percaya dengan hal seperti ini?" tanya Antonio.

"Aku tidak tahu. Tapi jika Tuan Joseph berkata demikian, setidaknya hanya itu yang bisa kita percayai untuk sekarang."

"Berdiri sebuah menara di semesta yang lain," Joseph menutup matanya dan mulai bercerita, "namanya adalah Menara Revensten. Tempat itu adalah sumber dari segala sumber kekuatan di ibu kota Kerajaan Danvera, Revensten, di sebuah planet bernama Tarintus. Naga menghuni tempat itu dan ada pula ribuan peri dan jin yang bersemayam di setiap batu batanya. Tempat itu adalah sesuatu yang sangat berbeda dari apa yang kita lihat di planet ini."

"Bukankah makhluk seperti itu hanya ada di dalam mitos?"

"Diam, Antonio!" Muezza yang asyik dengan supnya kesal karena Antonio memotong cerita Joseph. "Biarkan pak tua ini menceritakan apa yang dia tahu terlebih dahulu."

"Kalian tidak akan percaya dengan apa yang aku katakan, tetapi tempat seperti itu benar-benar ada. Orang-orang terbang dengan sapu di langit, mereka mengenakan topi-topi besar. Musuh mereka tidak sama seperti kita. Kita menghadapi iblis, sementara mereka menghadapi kekaisaran naga jahat yang hidup di kerajaan awan. Di sana hidup makhluk-makhluk sihir seperti peri, kurcaci, dan jin hutan. Saking tidak masuk akalnya itu, aku sendiri tidak bisa memercayainya, sampai saat ini."

"Maaf, Tuan Joseph, aku memotong cerita Anda." Mira masuk kembali. "Anda pernah masuk ke alam semesta lain itu?"

"Aku pernah, Putri. Sebetulnya, aku mengenal seseorang yang bisa berjalan menembus ruang dan waktu. Dia tidak pernah tidur dan tidak pernah menangis. Dia tidak pernah lelah dan tidak pernah kalah. Dia menguasai dunia, semesta demi semesta, dengan kekuatannya. Kalung miliknya adalah portal yang bisa membawanya pergi melintasi ruang dan waktu. Untuk informasi saja, portal tersebut, kalau kata dia, ada sembilan di setiap alam semesta yang ada. Satu ada di kalungnya, yang kedua ada di hutan dekat desa ini, dan tujuh sisanya tersebar di seluruh tempat yang ada di semesta yang kita tinggali saat ini."

"Portal seperti apa yang ada di hutan dekat desa ini?" Antonio bertanya dengan nada mendesak, seakan-akan ia kehausan soal jawaban.

"Reruntuhan gerbang."

Seketika itu juga tubuh Antonio melemas. Ia menaruh mangkok supnya dan menenggak air hangatnya sampai tandas. "Aku ... melewatinya."

Joseph tiba-tiba mematung, ia tampak kebingungan.

"Aku sudah melewati reruntuhan gerbang itu berkali-kali, bersama dengan Muezza."

Muezza menoleh dengan cepat, ragu. "Apakah iya?"

"Kau melewati reruntuhan gerbang itu?" tanya Joseph dengan mata terbelalak.

Antonio mengangguk.

"Ba-bagaimana caranya? Apakah kau—" Joseph beringsut menuju Antonio, menggenggam lengannya. Kemudian, Joseph menyadari sesuatu. "Tanganmu. Kau bisa berteleportasi dengan tanganmu, bukan?"

Antonio mengangguk.

"Itu dia!" Cahaya terang terpampang pada wajah Joseph. "Partikel dari kekuatan teleportasi Golden Touch milikmulah yang membuatmu bisa melintasi gerbang menuju semesta lain."

"Aku?" Antonio menunjuk dirinya sendiri. "Apakah aku punya kekuatan sespesial itu?"

"Itu menjadi sesuatu yang sangat spesial karena kau, mungkin, akan menjadi satu-satunya orang yang bisa melakukan itu di semesta ini."

Antonio yang kebingungan melempar pertanyaan kembali, "Lalu bagaimana denganmu? Kau sendiri bercerita seakan-akan kau pernah mengalami kejadian-kejadian itu."

"Aku pernah berteman dengan orang itu, dan aku pernah dibawa olehnya berkeliling berbagai semesta." Joseph terduduk di atas gelondong kembali. "Selama puluhan tahun aku menutup mulut karena aku takut dengan ancaman yang diberikan oleh pria itu. Aku tidak tahu mengapa kisah itu bisa menyebar ke telinga orang-orang padahal aku tidak membeberkannya sama sekali. Mereka bilang, itu datang dari mimpi."

"Kalau boleh aku bertanya, apa ancaman dari pria itu, Tuan Joseph?" tanya Mira.

"Jika ada yang tahu bahwa dia adalah orang yang bisa melintasi ruang dan waktu, aku akan dibunuh olehnya. Dan, dia akan membawa bencana dari alam semesta lain. Untuk sekarang, aku tidak punya alasan untuk takut lagi. Dunia semakin kacau dan umurku tinggal sebentar lagi. Aku tidak memiliki keraguan lagi untuk mengungkapkan rahasia ini. Untuk Hunter seperti dirimu," Joseph menunjuk Antonio, "aku memberikan wasiatku. Cari pria itu dan bunuh dia."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top