Chapter 25 - Si Kembar Kahlil dan Gibran Bagian 1

Lonesome, 30 Mei 1504.

Tiga hari setelah pesta malam purnama.

Setelah kejadian mengerikan pada malam bulan purnama, seluruh masyarakat Kota Lonesome berdukacita. Wali Kota Willenburn ditemukan tewas di dalam ruang bawah tanah balai kota dengan luka gorok di leher, mengindikasikan telah terjadi penyekapan dan pembunuhan berencana. Akibat perhitungan dari para astronom yang meleset dalam memperkirakan kapan purnama akan tiba, ada sekitar 1.250 warga sipil yang tewas malam itu, belum ditambah jumlah peserta turnamen yang ikut terbunuh.

Butuh waktu dua hari dua malam untuk prajurit kerajaan membersihkan seluruh penjuru Lonesome dari potongan tubuh dan gumpalan darah serta bau busuk yang sudah melekat kuat. Sebagian besar mayat yang ditemukan sudah tidak berkepala, antara dimakan oleh iblis atau kepala-kepala itu dipajang di atas tombak atau garpu rumput, lalu dibakar untuk menghormati bulan purnama oleh para iblis. Banyak tubuh korban yang tidak dapat dikenali identitasnya, itu menambah tugas prajurit kerajaan untuk mengurus pemakamannya.

Peristiwa tersebut menjadi malam purnama paling mengerikan dalam sejarah dunia semenjak malam purnama Desember 1458 yang mencatat ada 926 orang terbunuh dalam perang melawan iblis. Sekarang Lonesome menjelma menjadi namanya: sebuah kota yang kesepian. Yang memenuhi kota itu bukanlah seni dan pengetahuan, tetapi dendam dan isak tangis.

Sesuai prediksi banyak ahli, perang antarras pecah. Banyak pembunuhan terjadi. Elf dan orc menjatuhkan tuduhan genosida kepada manusia sebab klona dari Wali Kota Willenburn menghambat jalur evakuasi yang mengakibatkan banyak nyawa melayang. Sampai sekarang, pemerintah kota dan pihak kerajaan belum dapat menemukan aktor di balik penyamaran Wali Kota Willenburn. Manusia dan dwarf menjadi semakin benci kepada elf dan orc, mengingat Lonesome adalah kotanya para manusia. Jauh sebelum turnamen ini datang, kota ini aman dan tenteram. Akan tetapi, semenjak turnamen dimulai dan jumlah elf serta orc yang lalu-lalang di kota ini meningkat puluhan kali lipat, manusia dan dwarf jadi curiga bahwa percepatan bulan purnama dipelopori oleh oknum dari ras elf atau orc.

Pagi itu pusat kota dipenuhi oleh orang-orang yang mencari keadilan pada pihak kerajaan. Orang-orang meminta ganti rugi atas harta kekayaan mereka serta anggota keluarga mereka yang tidak dapat ditaksir harganya. Pengantar pesan yang berdiri di atas batu itu tidak bisa berkutik ketika menerima cercaan dari rakyat Lonesome.

Gibran, seorang Hunter lepas yang tidak mengikuti The Hunt for the Holy Coins, kebetulan sedang mampir ke Lonesome. Ia mendengar kabar bahwa telah terjadi pembantaian besar-besaran oleh para iblis di kota ini. Saking parahnya, tiga iblis tingkat atas sampai muncul meskipun dua di antaranya dapat dikalahkan. Gibran menyisir pinggiran kota dengan niat mencari barang-barang peninggalan dari rakyat biasa atau para peserta turnamen yang gugur pada malam itu.

Dari penelusurannya, barang yang paling banyak tertinggal adalah koin Von, baju, tas, dan sepatu. Tentu saja Gibran mengambil itu semua sebab siapa yang tidak mau barang gratis? Ia meneruskan penelusurannya hingga sore hari di mana ia sampai di ujung kota. Beruntung, ia dapat menemukan dua koin suci berwarna emas, yang mungkin dapat ia jual seharga 100 Von untuk satuannya (harganya turun sekitar empat kali lipat dari harga biasa sebelum turnamen).

Ketika Gibran melangkah pergi dari Lonesome, bisikan misterius itu datang kembali dan membuat kepalanya pusing. Ia singgah di sebuah gubuk tua dan memesan teh panas di sana. Menikmati indahnya matahari terbenam sambil mencoba membuang segala kepenatan di dalam benaknya akibat bisikan itu.

"Kamu seorang Hunter, Nak?" tanya wanita renta yang menjaga gubuk itu.

"Betul, Nek," balas Gibran.

"Jadilah Hunter yang baik, Nak. Bunuh semua iblis itu."

Dapat terpampang wajah penuh kesedihan dari wanita itu. Gibran pun memberanikan diri untuk bertanya, "Kalau boleh saya tahu, di mana keluarga Nenek yang lain?"

"Mereka mati dibunuh iblis beberapa tahun lalu. Itu menyedihkan."

Gibran terdiam, lanjut meminum teh panasnya. "Saya minta maaf."

"Tidak apa-apa, anak muda. Sekali lagi, pesanku, jadilah Hunter yang baik."

Ketika Gibran membayar minumannya dan pergi meninggalkan gubuk itu, suara erangan dapat terdengar. Merasakan sesuatu yang buruk terjadi, Gibran berlari kembali menuju gubuk itu dan mendapati wanita renta yang tadi melayaninya sudah tidak bernyawa. Tubuhnya diacak-acak iblis, yang kemungkinan besar adalah manusia serigala. Gibran berlutut di hadapan mayat wanita itu, dan merogoh sakunya. Didapatinya koin 2 Von yang tadi ia berikan; ia mengambilnya kembali.

Gibran berdiri dan berdoa, "Semoga nyawamu diampuni, Nek." Ia berjalan pergi.

Saat kakinya melangkah keluar dari gubuk itu, bisikan kembali datang:

Cari Kahlil.

Bisikan itu memicu aktivasi Vitae milik Gibran. Kedua matanya menyala terang berwarna perak dan tiba-tiba seluruh lingkungan di sekitarnya mundur ke belakang. Ia bisa melihat manusia serigala dari balik semak-semak itu berjalan mundur dan mengacak-acak (merapikan) tubuh wanita renta yang tadi melayaninya. Wanita itu berdiri dengan penuh ketakutan, dan mundur kembali saat ia santai, sampai ketika Gibran duduk dan wanita itu ikut duduk di sebelahnya.

Ketika mata Gibran berhenti bersinar, ia menyadari bahwa ia tengah duduk sambil menikmati indahnya matahari terbenam dan tangannya menerima cangkir teh panas dari wanita itu.

"Kamu seorang Hunter, Nak?" tanya wanita renta yang menjaga gubuk itu.

"Betul, Nek," balas Gibran.

"Jadilah Hunter yang baik, Nak. Bunuh semua iblis itu."

Cari Kahlil.

***

Edinvers, 17 Juli 1504.

Hari terakhir fase kedua The Hunt for the Holy Coins.

Kahlil lebih santai di fase kedua dibandingkan fase sebelumnya. Ia tidak terlalu mengejar poin sebab ingin menyimpan itu untuk fase ketiga dan keempat. Kabar beredar tentang serangan purnama di Lonesome yang melahirkan belasan ribu iblis yang sekarang sudah menyebar ke seluruh benua. Kahlil ingin membunuh belasan ribu iblis itu nanti, katanya. Ditambah lagi, dua anggota timnya—August dan Renferd—tewas akibat serangan iblis di barat Wedderska pada fase kedua ini (kemungkinan besar akibat bulan purnama).

Kahlil sudah mengklaim poinnya. Pada fase kedua ini ia berhasil mendapatkan 27 koin suci (sudah ditambah dengan koin rekannya yang tewas) dan 63 kepala iblis, yang berarti poinnya pada fase ini adalah 333. Ia menghabiskan banyak hari-harinya pada fase kedua untuk berlibur, berkabung, dan bermain perempuan. Kahlil sendiri percaya bahwa apa yang ia lakukan tidak baik untuk kesehatan tubuhnya sekaligus kesehatan peringkatnya dalam turnamen. Jadi, pada fase berikutnya, ia memutuskan untuk menjadi lebih beringas mengingat tidak ada lagi dua rekan yang menahannya.

"Di mana Cleopatra?" tanyanya, ketika duduk di atas kursi bar, dikelilingi oleh dua wanita dengan pakaian minim. "Cepat panggilkan Cleopatra!"

"Tuan Kahlil, mengapa kau begitu peduli dengan gadis itu? Bukankah aku lebih cantik darinya?" Seorang wanita yang berada di kanan Kahlil mulai menggerayangi tubuhnya, tetapi Kahlil menahan wanita itu.

"Aku benar-benar menyukaimu, Nera. Akan tetapi, kau harus ingat, wanita tercantik di dunia ini bagiku adalah Cleopatra Marigold. Tidak ada yang lain."

Wanita di sebelah kiri Kahlil menggerutu sambil meraba bagian tengah celananya, "Ahh ..., kenapa kau begitu jahat kepada kami, Tuan Kahlil? Tidakkah kau bilang bahwa kau mencintai kami?"

"Hei! Hei!" Kahlil menepis tangan wanita itu. "Melissa, Jangan pegang bagian itu dulu!"

Tak lama kemudian, seorang gadis berambut hitam muncul dan berdiri di hadapan Kahlil. "Ada apa?" tanyanya dengan wajah sinis.

"Oh, Cleopatra sayangku." Kahlil berdiri dan merentangkan tangannya untuk merangkul gadis itu. "Kenapa kau tidak mau bertemu denganku sebentar saja? Padahal setelah ini fase ketiga akan segera dimulai."

"Akan ada waktu istirahat, Kahlil. Tidak langsung masuk fase ketiga," koreksi Cleopatra.

"Oh, iya! Aku lupa tentang hal itu!"

"Dan di fase istirahat nanti pun aku tidak mau berduaan denganmu. Aku lebih memilih untuk latihan pedang bersama tuanku. Kami harus mempertahankan peringkat tim kami di posisi tertinggi turnamen ini."

Kahlil mulai mendekatkan wajahnya pada Cleopatra. "Ah, sangat disayangkan. Padahal aku ingin bermain-main denganmu."

"Aku bukan wanita murahan." Cleopatra melepaskan pelukan pria itu. "Bermain-mainlah dengan mereka. Aku tidak peduli." Ia berbalik.

"Hei, Tunggu! Cleopatra!"

"Aku sudah muak dengan sikapmu. Hubungan kita berhenti sampai di sini. Aku ingin lebih fokus pada turnamen ini."

Nera dan Melissa berdiri lalu menarik Kahlil untuk kembali ke pelukan mereka. "Tuan Kahlil, sudah kubilang, Cleopatra tidak lebih cantik dari kami."

Kahlil menatap Cleopatra dengan geram meski di dalam hatinya ia masih menyimpan rasa cinta kepadanya. Ia kembali duduk bersama dengan dua wanita sewaannya. Patah hatinya barusan mengantarkannya berangkat bersama bahtera dosa, mengaburkan segala rasa cinta di hatinya untuk sesaat. Kahlil melepas pakaiannya dan mulai membalas sentuhan-sentuhan kedua wanita itu dengan ganas.

Momen ketika permainan sudah mencapai garis mulai, Kahlil mendengar bisikan itu masuk ke telinganya. Ia tidak menghiraukan itu untuk yang pertama kali, tetapi ketika bisikan itu datang kembali dan suaranya menjadi semakin jelas, Kahlil mulai gemetar. Kecupan bibirnya menjadi basi, dan sentuhan-sentuhan jarinya pada puting wanita-wanita itu menjadi tidak nikmat lagi. Tatkala tubuhnya masuk ke tubuh Nera yang sudah menunggu dengan cantiknya, sebuah bisikan datang kembali:

Cari Gibran.

Bisikan itu memicu aktivasi Vitae milik Kahlil. Kedua matanya menyala terang berwarna perak dan tiba-tiba ia bisa melihat isi dari kedua tubuh wanita yang sedang bersetubuh dengannya. Mata Kahlil membelalak, membuat jantungnya berdebar-debar. Ia bisa melihat dengan jelas rahim Nera yang berada di bawahnya saat ini. Tidak hanya itu, ia bisa melihat jantung Nera berdetak kencang, dipacu kenikmatan, tertutup oleh jaringan payudaranya. Kemudian sedikit ke bawah, Kahlil bisa melihat lambung dan usus wanita itu memompa diri mereka untuk menceraikan makanan-makanan yang masuk.

Ketika mata Kahlil menoleh ke belakang pada Melissa, ia bisa melihat tengkorak dengan mata bulat membelalak menatapnya. Itu diiringi dengan seringai gigi-gigi tidak rapi yang ditambah sentuhan-sentuhan lembut tulang jari-jemari.

Kahlil menjadi turun dan langsung melepaskan tubuhnya dari dua wanita itu. "Maafkan aku," katanya.

"Tuan Kahlil, apa yang kaulakukan? Apa kau sudah keluar?" tanya Melissa.

Kahlil segera mengambil pakaiannya, gelagatnya menjadi panik. "Ti-tidak. Lupakan saja. Terima kasih."

"Tuan Kahlil, ada apa?" tanya Nera yang terlihat kecewa.

Kahlil berhenti, memandang dua wanita di hadapannya itu dengan tatapan jijik. "Hentikan! Jangan dekati aku!" Di saat itulah satu saraf Kahlil terputus, ia pun jatuh pingsan. Di dalam keheningan itu bisikan datang kembali:

Cari Gibran.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top