Chapter 19 - Gerbang Konflik
Ketika serangan terjadi di ruang penyimpanan relik bangsa elf yang terletak di Nimrodel, seantero Kerajaan Cottonfall gempar. Kubus suci, Vitae yang sekarang dipegang oleh Raja Bornardi, yang menjadi senjata terkuat bangsa elf raib dicuri. Mengetahui bahwa dalang di balik serangan itu adalah kelompok manusia, Bornardi berencana mengusung permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi. Ia siap mendeklarasikan perang dengan umat manusia untuk mendapatkan relik itu kembali. Ketika gugus prajurit sudah terbentuk, sebuah kabar datang dari luar benua.
The Hunt for the Holy Coins—turnamen untuk mengumpulkan koin suci yang tersebar di seluruh dunia—akan segera diselenggarakan oleh Raja William.
Bornardi memutar strategi. Ia akan mengirim utusan terkuat dari kerajaannya untuk berpartisipasi dalam turnamen itu, yang tujuan utamanya adalah untuk mencari relik kubus sucinya yang hilang. Tidak hanya itu, di dalam kalimat-kalimat perintahnya, Bornardi menyerukan pesan kebencian yang harus dilaksanakan oleh utusannya kepada seluruh ras yang ikut dalam turnamen tersebut, terutama manusia.
"Hancurkan umat manusia sampai ke akar-akarnya," ujarnya.
Dari sekian banyak Hunter yang ada, terpilihlah dua orang yang akan menjalankan misi merebut kembali relik kubus suci. Mereka berdua membentuk sebuah tim bernama Elven Sage, dan bergerak menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak memerlukan intervensi dari kelompok elf yang lain.
Duo tersebut dipimpin oleh seorang pria bernama Freddie Waldun, penipu ulung yang telah diakui oleh seluruh kerajaan. Ia pernah memenggal kepala iblis tingkat menengah yang menjadi kacung dari Bintang Keenam, Polaris. Anggota lainnya bernama Kallen Esteri, seorang wanita yang sangat tersohor di kampung halamannya sebagai mata-mata. Ia menerima gelar kehormatan dari Raja Bornardi karena Vitae kepunyaannya memiliki kekuatan yang hampir sama dengan relik sang raja.
Kekuatan untuk menghapus ingatan.
***
Lonesome, 24 Mei 1504.
Empat hari sebelum bulan purnama.
Di tengah-tengah ruang gelap nan tidak berujung, Kallen berdiri di hadapan seorang bocah laki-laki yang sedang membeku. Ia membentangkan tangannya untuk merangkul bocah itu dan bertanya kepadanya, "Kenapa kau tidak bergerak?"
Bocah itu hening, mematung dengan ekspresinya yang tampak kebingungan. Kallen mendekatkan wajahnya pada wajah bocah itu, menatap matanya dalam-dalam lalu menjilatnya. Ia akhirnya sadar bahwa dimensi tempatnya berada sekarang adalah dimensi yang terpisah dengan dunia luar. Ia tidak bisa menemukan jalan, yang terhampar di sekelilingnya hanyalah kegelapan, tidak diketahui apa bentuknya.
Di sisi yang lain, Kallen bisa melihat partnernya, Freddie, juga mematung dengan ekspresi datar seperti biasanya. Pria itu mengantongi kedua tangannya ke dalam saku, menatap dengan tajam. Diam. Tidak berkedip.
Kallen yang berada di tengah-tengah kondisi itu pun kebingungan. Ia hanya mengeluarkan bola-bola Vitae miliknya seperti biasa, lalu melemparkannya ke kepala orang untuk menghapus ingatannya. Akan tetapi, kali ini berbeda. Ketika bola tersebut mengenai kepala bocah laki-laki yang ada di hadapannya, bola itu tidak langsung masuk tapi berputar terlebih dahulu—kencang—seperti sedang melakukan balapan, lalu pecah, dan jadilah ruang gelap ini.
Kallen kemudian meraba tubuh bocah itu, berusaha menggerakkannya. Tidak bisa. Bocah laki-laki itu benar-benar diam seperti patung. Kallen terus melakukan proses itu sampai tidak sengaja ia meletakkan jarinya pada dahi bocah itu. Ia mengetuknya dan tiba-tiba pancaran sinar mengelilingi dirinya.
Kallen terjatuh karena kaget. Kedua matanya membelalak melihat sekitar.
Di ruangan gelap tersebut, muncul potret-potret memori milik bocah itu: ketika dia keluar dari rahim ibunya; ketika pertama kali dia bisa berjalan; ketika pertama kali dia bisa mengucap "Ayah" dan "Ibu"; ketika pertama kali dia bisa membaca dan menulis; ketika pertama kali dia bertemu dengan teman-temannya; dan ketika pertama kali dia bertemu dengan Kallen dan tidur bersamanya.
"Apa semua ini?" tanya Kallen pada dirinya sendiri. Ia bisa melihat citra-citra tersebut dengan nyata, hampir seperti kejadian itu tengah terjadi di depan matanya. "Apakah Vitae-ku bertambah kuat?"
Untuk menjawab keraguannya, Kallen bangkit dari lantai. Ia sekali lagi mengetuk dahi bocah laki-laki itu, dan semuanya berubah menjadi gelap secara perlahan. Potret-potret memori itu bergeser, memudar. Di saat itulah Kallen sadar, ia telah melenyapkan memori bocah itu. Seluruhnya.
Vitae milik Kallen bertambah kuat. Tidak hanya mampu menghapus ingatan seseorang, tetapi kini juga mampu membawanya pergi ke sebuah dimensi yang terdisintegrasi dari dunia luar. Ruang gelap di mana waktu tidak bekerja.
"Sweet Child O' Mine."
Setelah Kallen mengucapkan itu, ruang gelap yang mengelilinginya menghilang. Ia kembali berada di atas bukit, bersama dengan bocah laki-laki polos yang tampak kebingungan, dipantau oleh Freddie dari kejauhan. Kallen masih tampak tidak percaya, tetapi dengan kekuatannya yang sekarang, ia yakin, Elven Sage dapat berbicara banyak pada purnama yang akan datang.
"Kakak siapa, ya?" tanya bocah laki-laki itu sambil menggaruk kepalanya.
Kallen menyejajarkan tubuhnya dengan bocah laki-laki itu, kemudian membisikinya, "Jangan bilang kepada siapa pun tentang apa yang pernah kita berdua lakukan." Ia berdiri, lalu pergi.
Bocah laki-laki itu tampak semakin bingung. "Memangnya apa yang pernah kita berdua lakukan?"
Freddie mengeluarkan kedua tangannya dari dalam saku, kini menyilangkannya pada dadanya. "Kau benar-benar sinting, Kallen. Kau meniduri bocah laki-laki, merusak mereka, kemudian menghapus ingatan mereka. Kau mengulanginya, terus-menerus, sampai seluruh anak di pinggiran kota ini hancur masa depannya. Sebejat-bejatnya diriku, takkan pernah aku meniduri gadis-gadis muda. Aku lebih suka menghancurkan garis keturunan manusia dengan membunuh mereka."
Kallen yang mendengar itu sontak bingung. "Kenapa kau justru membahas hal itu? Tidakkah kau melihat apa yang baru saja terjadi?" tanyanya.
"Aku melihatnya," jawab Freddie, "kau melempar bolamu dan menghapus ingatan bocah itu, bukan?"
"Kau tidak melihat kita semua terjebak di dalam ruangan gelap?"
"Omong kosong macam apa itu?" Freddie berbalik dan mulai berjalan tanpa memikirkan Kallen. "Kita harus pergi dan menukarkan kepala-kepala iblis ini."
"Kau tidak melihatnya?"
"Apa yang sebenarnya kaubicarakan, Kallen? Para astronom sudah mengumumkan bahwa bulan purnama akan terjadi tanggal 28 nanti. Kita harus bergegas turun dan mencari penginapan di tengah kota. Seluruh penjuru kota akan penuh sebelum purnama datang."
Kallen menarik jubah Freddie hingga menghentikan langkahnya. Ia bertanya sekali lagi, dengan penekanan, "Kau benar-benar tidak melihatnya?"
Freddie menatap dalam hening, menggelengkan kepalanya.
"Vitae milikku mendapatkan kekuatan baru."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top