Chapter 17 - Sayap dari Kejauhan
Tidak mau ambil pusing, Antonio mengangkat sampan Vin yang lain dari lumpur. Barulah setelah itu, kedua sampan itu bisa bergerak beriringan.
"Ini tidak masuk akal!" Vin berteriak keranjingan.
Antonio berdiri di sampan yang lain, berkata, "Kau seharusnya bersyukur. Siapa tahu di masa yang akan datang Vitae-mu akan jauh lebih kuat dari ini."
Antonio tidak berkata apa-apa lagi setelah itu. Peristiwa yang terjadi tepat di depan matanya sekarang adalah sesuatu yang belum pernah tercatat dalam sejarah. Sekali lagi, kepala Antonio yang supersibuk mulai memunculkan titik-titik penuh pertanyaan. Di sisi kanan ia melihat sampan Vin yang asli, sementara di sisi kiri ia sedang menaiki sampan yang sama. Apakah itu juga asli?
Asumsi awalnya terkait bertambah kuatnya Vitae milik Vin adalah wajah bulan di atas langit. Antonio menatapnya sekali lagi. Memang benar, semenjak berita itu digaungkan di seluruh benua, bulan terlihat berbeda. Entah sudah berapa derajat, tetapi hawa yang ditimbulkan dari bulan sangat berbeda.
Antonio berpikir, kapan itu semua akan terjadi? Hari di mana semuanya akan berubah menjadi bencana. Tragedi. Sisi gelap bulan menghadap bumi pada 180 derajat. Dua anak muda di sampan sebelah kanan itu tidak bisa merasakannya: sebuah energi yang teramat kuat mengalir dari cahaya bulan dan berputar di atas danau itu.
Jubah Antonio yang sudah berkali-kali dihujani darah iblis seakan terbakar cahaya bulan, membangkitkan sesuatu dari dalam tubuhnya. Rasanya aneh, tetapi nyata. Semua hal di danau itu berputar dengan presisi: kunang-kunang yang terbang menyinari kegelapan; kabut yang berselimutkan dingin dan keheningan; katak-katak yang melompat dan berenang di air; ikan-ikan yang menimbulkan buih di permukaan; awan gelap yang bergerak beriringan bersama bulan; dan bulan itu sendiri yang bersinar terang pada garis edarnya. Persis seperti planet yang bergerak pada orbitnya masing-masing.
Alam semesta, batin Antonio. Alam semesta tergambar pada danau ini.
Apa yang membuat danau itu begitu spesial? Antonio tidak tahu. Sepanjang hidupnya, tak pernah ia temukan kisah-kisah mistis, legendaris, atau heroik dari danau itu. Danau Tondoa hanyalah danau biasa. Cekungan tanah yang menampung air hujan, yang lantas menciptakan ekosistemnya sendiri di timur Kota Lonesome. Dengan danau biasa di bawah kakinya, apa yang membuat Antonio yakin bahwa ada sesuatu yang janggal di tempat itu?
Dengan matanya yang masih menatap bulan, ia tak mampu menemukan jawabannya.
Bulan, mungkin kau, yang menyebabkan semua ini.
Sampailah mereka di pulau kecil di tengah danau. Kabut tebal masih menyelimuti, gerombolan nyamuk mendengungkan sayap mereka tanpa peduli, dan cahaya yang menemani hanya datang dari bulan yang berusaha menggaruk dedaunan dari pohon-pohon yang membatasinya. Suara angin berembus pelan; tempat itu hening dan gelap. Di tengah-tengahnya berdiri sebuah rumah bertingkat yang sudah mati dimakan zaman. Di bagian depannya tertancap papan kecil bertuliskan "Tuan Dionysus".
Vin menyalakan lenteranya, mengangkatnya untuk menerangi rumah itu. "Aku tidak tahu apa isi kepala orang ini hingga dia terpikir untuk membangun rumah di tengah danau."
"Dari desainnya, ini tampak seperti rumah mahal. Mungkin dibangun tahun 70-an," komentar Mira.
"Ayo kita masuk." Antonio berjalan mendahului.
"Hei, pak tua! Kenapa kau sangat terburu-buru? Bisakah kau jelaskan dulu apa yang harus aku dan Mira lakukan?"
Antonio berhenti. "Ada iblis di dalam rumah ini dan kita harus mengalahkannya. Mungkin saja, kucing milik pria tua di persimpangan jalan itu ada di dalam sini karena ulah iblis itu. Apakah kurang jelas?"
Vin menaikkan alisnya, ragu. "Aku sudah bilang padamu, pak tua! Tidak mungkin ada kucing di tempat seperti ini! TIDAK. MUNGKIN."
"Kita harus mencobanya, Vin." Mira menepuk pundak penyair itu. "Kita sudah tidak bertemu dengan iblis lama sekali. Tidakkah kau ingin memanfaatkan kesempatan ini? Mungkin saja yang ada di dalam sana adalah iblis tingkat atas."
"Ya, kalau yang ada di dalam sana iblis tingkat atas, aku yakin kita bertiga bakal mati!" Vin mengomel. "Aku percaya ucapan Antonio tentang iblis di dalam rumah ini. Tapi lagi-lagi, aku tak akan berhenti berkata, tidak mungkin ada kucing di tempat seperti ini! Kita hanya buang-buang waktu menjalani permintaan pria itu."
Ucapan Vin menunjukkan kemarahan sekaligus kepasrahan. Antonio berbalik lagi menatap depan, lalu berjalan. "Pria tua di persimpangan jalan itu menjanjikan kita 300 Von. Tidak mungkin aku menolaknya." Antonio menghunus pedangnya, lalu menempelkan tubuhnya pada pintu depan. "Mira, angkat pedangmu."
"Siap!" Mira mengikuti Antonio, sementara Vin tertinggal di belakang.
"Ah, orang-orang dengan pedang memang gila."
Pintu itu didobrak dan mereka bertiga masuk ke dalam. Rumah itu masih berupa rumah, sepi tak berpenghuni. Gelap, tidak terlihat apa-apa. Debu sedikit demi sedikit merongrong hidung mereka. Ketika kaki mereka menginjak lantai kayu yang sudah tidak bernyawa, lantainya berderit menyebabkan suara yang menusuk gendang telinga. Vin sempat melompat karena terkejut, tetapi menyeimbangkan tubuhnya kembali seraya berjalan.
Jendela-jendela pecah, yang menutupnya adalah jalinan jaring laba-laba, yang ditengahnya terdapat laba-laba besar yang sedang bersantai. Kursi tidak diduduki, masih berkaki empat, tetapi terlihat akan kehilangan kakinya kalau digunakan saat ini. Bunga di meja layu, tersisa kerangka-kerangkanya saja, seperti manusia yang telah lama terkubur di dalam tanah.
Antonio mengambil lentera dari genggaman Vin, kemudian menaiki anak tangga untuk menuju lantai dua. Di sebuah ruangan di lantai dua, mereka bertiga dapat melihat sesosok bertubuh tinggi dengan telinga panjang sedang jongkok dan menunduk seperti mengorek-ngorek sesuatu. Dari sana, terdengar suara kucing memekik.
"Ini dia iblisnya," ujar Antonio mengangkat pedang. Ia sangat yakin.
Vin, di sisi lain, terdiam karena kaget. "Antonio, tunggu!" Ia menahan Antonio. "Ini buruk!"
"Ada apa?"
"Pria itu ...," Vin menempelkan mulutnya pada telinga Antonio, "adalah pria elf yang waktu itu kuceritakan sedang mencarimu!"
Sesaat setelah itu, sosok bertubuh tinggi itu berdiri, berbalik. "Manusia, apa yang kalian lakukan di sini?" tanyanya.
Antonio mematung di dalam kebingungan, sementara Vin bernapas gelagapan. Pria itu adalah seorang elf, tetapi Antonio dapat merasakan energi iblis yang kuat dari tubuhnya.
Ada yang tidak beres.
"Aku bertanya, apa yang kalian lakukan di sini?" Pria itu menghampiri Antonio, Vin, dan Mira. Langkahnya tertatih-tatih menopang tubuhnya yang tinggi dan begitu ringkih. "Apa. Yang. Kalian. Lakukan. Di. Sini." Kepalanya berada tepat di atas Amaryllis, kedua matanya yang lebar menatap dengan penuh intimidasi.
Antonio menoleh kepada Vin barang sebentar, seakan berkata menggunakan kemampuan telepati, Tetap tenang, biar aku urus yang satu ini.
"Kami bertiga datang kemari untuk memenuhi kontrak dari seorang pria," ujar Antonio. "Dia bilang bahwa kucingnya terjebak di pulau ini."
"Oh, dia?" Pria elf itu menunjuk kucing hitam yang telentang di tengah ruangan, dikelilingi oleh dua koin emas dan satu koin merah. "Jangan berbohong padaku, manusia. Aku tahu bahwa kalian tidak berasal dari guild mana pun."
Kucing hitam itu berteriak, "Tolong aku, manusia!"
Antonio, Vin, dan Mira terkejut bukan kepalang.
Sial! Mereka berdua iblis! Antonio segera mengayunkan pedangnya pada pria elf itu, tetapi pria itu seketika menghilang menjadi bayangan dan muncul kembali di sudut ruangan. Ketika tubuhnya terpapar cahaya bulan yang menembus jendela, dapat terlihat kuku dan taringnya memanjang.
Vin menarik-narik jubah Antonio. "Tidak ada keraguan lagi, ini orangnya! Aku ingat, dia berjalan sempoyongan pada hari itu karena dia berada di bawah sinar matahari. Tapi sekarang ... dia sempurna."
"Iblis kutukan," gumam Antonio, "mutan vampir dan elf."
Pria itu tertawa lebar. "Ini akan menjadi pertarungan yang luar biasa!"
Antonio memutar pedangnya; mendorong Vin menjauh. "Ambil kucing itu dan bawa dia keluar, Vin!"
"Tapi kucing ini adalah iblis!"
"Lakukan saja!"
Vin langsung mengentakkan dayungnya ke lantai. Dengan sampannya ia mendorong kucing itu hingga keluar menerobos jendela. Ia menangkap kucing itu dan membawanya. Mira yang masih berada di dalam ruangan ikut panik. "Haruskah aku membantumu?" tanyanya.
Antonio dengan percaya diri menjawab, "Pergilah."
Cakar pria itu dengan cepat menghantam pedang Antonio, mendorongnya hingga keluar dari ruangan itu dan jatuh di lantai satu. Kayu-kayu jatuh, menghantam tubuh Antonio. Antonio berguling ketika cakar pria itu menusuk-nusuk lantai. Ia menumpukan tubuhnya dengan jongkok, mengayunkan pedang secara diagonal, berhasil memotong tangan kanan pria itu.
"Sial!" gerutu Antonio. "Mira, bantu aku!"
Mira melompat dari lantai dua, menghunjamkan pedangnya tepat di leher pria itu. Pria dengan tubuh kurus-tinggi itu masih berdiri meski pedang menancap di lehernya. "Kalian manusia adalah makhluk yang paling mengasyikkan!" Sayap mencuat keluar dari punggung pria itu, menghempaskan Antonio dan Mira.
Antonio dapat menyeimbangkan diri sembari terus menggenggam pedangnya, sementara Mira membentur tembok, tertimbun lemari.
Antonio memutar-mutar pedangnya perlahan, berjalan membungkuk, menyisir ke kanan. Pria itu memasang senyuman lebar hingga bau busuk keluar dari mulutnya. Napasnya terengah-engah, dan suara kakinya terdengar seperti kaki kuda yang menapak lirih.
"Aku sedang dalam misi pencarian koin suci berwarna merah," ucap pria itu. "Takkan kubiarkan orang lain mengambilnya."
Antonio menimpali, "Apakah kau ikut dalam The Hunt for the Holy Coins?"
Pria itu mengangguk. "Aku berada dalam tim Wolfgang. Namaku adalah Peter Tchaikovsky, seorang mutan vampir-elf, dengan kekuatan Vitae ...." Pria itu menempelkan kedua telapak tangannya ke lantai. Ia terdiam. Setelah beberapa saat, rumah itu bergetar. Barang-barang di sekitar mulai beterbangan.
Antonio panik, menyadari lantai kayu yang dipijaknya mulai tercerai-berai, terbang mengudara.
Mira yang tertimbun lemari dapat bernapas kembali sebab lemari yang menaiki tubuhnya juga ikut terbang. Ia bangun, berbisik lirih, "Nine Nine Nine Temples. Satu pedang. Satu botol racun vampir."
Peter masih menempelkan telapak tangannya pada lantai. Ia mengangkat kepalanya, menatap Antonio dengan air muka penuh kebencian. "Itu kau, bukan?" tanyanya.
Antonio bingung. Diam. Membalas tatapan pria itu.
"Pembunuh Keluarga Wolfgang."
Setelah kalimat tersebut selesai diucapkan, tebasan kuat dari atas membelah kepala Peter. Itu adalah pedang Mira dengan racun vampirnya. "SEKARANG, MIDAS!"
Lamunan Antonio pecah akibat teriakan Mira. Ia mengeluarkan pisau belati dari balik jubahnya dan melemparkannya pada Peter. Pisau itu berhasil menembus dada kiri Peter. Ia lalu berlari dan mengayunkan pedangnya, tepat pada leher Peter.
Satu detik sebelum semuanya berakhir, Peter berkata dengan suara serak, "Swan Lake."
Rumah itu hancur lebur. Seluruh isinya terangkat, terbang mengudara, termasuk Antonio dan Mira. Mereka berdua tidak dapat berpegangan sehingga tubuh mereka melayang-layang dan berputar tanpa haluan bersama dengan kayu-kayu rumah itu. Peter masih menapak di tanah. Ia berdiri, menatap Antonio dan Mira yang berenang di langit, kesulitan untuk bergerak. Ia mencabut pedang serta pisau milik Mira dan Antonio yang menancap di tubuhnya, membiarkan tubuhnya beregenerasi.
"Apa yang terjadi?!" teriak Mira.
Mata Antonio terbelalak, keringat bercucuran deras membasahi dahinya. "Gravitasinya menghilang!"
Peter melesat, menebas punggung Antonio dengan pedang milik Mira. Antonio memuntahkan air liurnya; Mira menjerit ketakutan. Peter sadar bahwa racun vampir itu memperlambat regenerasinya. Ia lantas mengepakkan sayapnya dan terbang pergi. Untuk sekarang cukup sampai di sini. Aku akan membawa informasi ini pada tuanku.
Di kejauhan Vin terbang. Ia memutuskan untuk melabuhkan sampannya di atas pohon, melihat peristiwa mencengangkan itu sambil memangku kucing hitam yang tadi ia selamatkan.
"Hei, manusia!" ujar kucing itu; Vin menoleh terkejut. "Turunkan aku, meow!"
"Bagaimana bisa kau berada di tengah pulau ini? Dan bagaimana bisa kau berbicara? Apakah itu sebuah Vitae atau kekuatan magis lainnya?"
"Tidak. Aku seekor kucing mutan. Aku adalah iblis kutukan."
Vin menatap kucing itu dengan skeptis. "Jadi, kami harus membunuhmu?"
"Tidak! Tidak! Tidak! Jangan bunuh aku!" Kucing itu melambai-lambaikan kedua tangannya. "Aku tidak berbahaya! Aku tidak jahat!"
"Sungguhan?"
"Sungguh!" Kucing itu mengangguk-angguk.
Melihat vampir dengan sayap besar itu pergi, Vin segera menggenggam dayungnya, mendorongnya untuk membawa sampannya terbang menuju rumah yang sudah hancur berantakan itu.
Kayu-kayu rumah yang melayang berjatuhan, bersamaan dengan Antonio dan Mira. Mereka berdua membentur tanah dengan sangat keras. Dengan tubuh penuh luka, Mira segera bangkit, menghampiri Antonio. Dilihatnya pria berambut panjang itu meringis kesakitan. Punggungnya tertebas oleh pedang yang diayunkan Peter. Dalam.
"Midas, bertahanlah!" Mira berteriak.
Di lain sisi, sampan Vin turun dan mendarat di sebelah tubuh Antonio yang tergeletak tidak berdaya. "Apa yang terjadi padanya?!"
"Vin, kita harus membawa dia ke rumah sakit terdekat! Cepat bantu aku menaikkan dia!"
"Mira, tenanglah! Apa yang terjadi?!"
"Tidak ada waktu untuk menjelaskannya! Kita harus cepat membawanya ke rumah sakit sebelum dia kehabisan darah!"
Kucing hitam yang sedari tadi berada di pangkuan Vin turun sambil membawa tongkat. Ia berdiri mendekati Antonio, memperhatikan lukanya dengan fokus. "Lukanya sangat parah," katanya.
"Hei, kucing! Apa yang ingin kaulakukan?!" teriak Vin.
Tanpa basa-basi kucing itu menempelkan ujung tongkatnya yang berbentuk kristal di punggung Antonio. Tanpa mantra apa pun, kristal itu menyala terang—berwarna hijau. Vin berusaha menghentikan kucing itu dengan menggenggam tongkatnya. Akan tetapi, kekuatan yang diberikan oleh tongkat itu terlampau kuat, tidak terdistraksi oleh apa pun. Perlahan, luka di punggung Antonio menutup.
Vin sedikit mundur, terkejut. Mira masih dengan ekspresi bengongnya, mendeprok di samping Antonio.
"Terima kasih sudah menyelamatkanku," ujar kucing itu. "Namaku adalah Muezza. Dan tongkat ini adalah Vitae milikku, Atomic Kitten."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top