Chapter 1 - Sisi Gelap Bulan
Desember 1503.
Menghabiskan waktu bersama selama lebih dari 11 tahun, Raja William sudah menganggap astronom andalannya, Edward, seperti saudara kandungnya sendiri. Mereka berdua tidak terpisahkan, mengingat ketertarikan raja kepada benda-benda langit sangatlah tinggi. Dilandasi oleh kedekatan tersebut, Edward diangkat oleh raja sebagai penasihatnya. Kini, dia tidak hanya bertugas sebagai konsuler terkait astronomi, tetapi juga pemerintahan di dalam kerajaan.
Suatu ketika raja sedang melakukan perjalanan menuju Gunung Andres bersama dengan rombongannya. Ditemani Edward, William duduk di puncak untuk melihat rasi bintang langka yang hanya muncul setiap tiga abad sekali. Tidak ingin ketinggalan momen sekali seumur hidup itu, William dan Edward menggunakan teleskop besar untuk memantaunya.
"Rasi Bintang Darandan," kata Edward. "Namanya diambil dari penguasa benua Barat, Wicken Darandan. Seorang orc, tokoh yang sangat penting bagi pergerakan ras itu sekitar 1000 tahun yang lalu."
Sambil memejamkan sebelah matanya, William menerobos teleskop dengan mata yang sebelahnya lagi. "Apa yang membuatnya spesial?"
"Keberaniannya untuk melawan para iblis yang sempat menghantui bangsa orc karena kesucian darah dari keturunan Lady Quinera."
Setelah mendengar jawaban itu, William hening selama beberapa saat, dan Edward menatapnya dengan wajah heran. Pada akhirnya keduanya tidak berbicara; mereka menikmati keindahan langit gelap bertabur bintang yang hanya dipertontonkan secara eksklusif oleh semesta kepada orang-orang tertentu.
Malam semakin larut, kristal salju mulai terbentuk dan menumpuk diri pada puncak gunung untuk merajut karpet putih tanda akhir tahun. Para prajurit menanamkan pasak ke tanah untuk mendirikan tenda, begitu pula api unggun yang pada akhirnya menyala setelah lama sekali dipantik. Akan tetapi, William masih saja menempelkan sebelah matanya pada lensa teleskop untuk menatap langit.
Perlahan-lahan William menyadari sesuatu yang aneh. Ia melihat sesuatu yang baru, atau mungkin bisa dikatakan berbeda. Ia tak tahu pasti. Rasa penasarannya tersebut membuatnya bertanya kepada Edward, "Tidakkah kau tahu bahwa wajah bulan telah berubah?"
Edward yang sedang bersantai sembari menikmati daging terperanjat dan terbelalak menatap William. "Apa yang kaukatakan, Yang Mulia?"
William membalas keterkejutan Edward dengan tatapan bingung. "Tidak perlu panik begitu. Aku bilang, wajah bulan telah berubah."
Edward melempar dagingnya, bergerak dengan cepat menuju William, kemudian mengambil alih teleskop itu. Tubuh sang astronom gemetaran, dan William dapat melihatnya dengan jelas. Keringat bercucuran membasahi wajahnya, dan entah kenapa napas pria itu semakin memberat.
"Tidak mungkin," ujar Edward ragu. "Ada sedikit perubahan pada wajah bulan."
"Aku benar, bukan?"
"Kita tidak mungkin bisa melihat sisi gelap bulan," Edward mulai menjelaskan, "sebab periode rotasi dan revolusi bulan terhadap bumi terkunci dan tersinkron dalam waktu yang sama. Jika ternyata wajah bulan berubah, itu berarti bulan berotasi sedikit lebih cepat."
Selayaknya kita melihat kepala teman kita dari depan, wajah teman kita itulah wajah bulan yang menghadap bumi (wajah kita), sedangkan bagian belakang kepalanya adalah sisi gelap bulan. William sudah sering menerima penjelasan itu dari Edward, sebab pada suatu waktu ia terus bertanya mengapa wajah bulan selalu sama. Gravitasi, kata Edward. Itulah kunci yang menjaga perputaran bumi dan bulan agar terus taat pada orbitnya selama ini.
"Bagaimana rotasi yang lebih cepat itu bisa terjadi?" tanya William.
Edward mulai bergumam, matanya tak terus pindah dari bulan. Otaknya mulai bekerja mengingat-ingat teori dari para astronom terkemuka di masa lampau. Kemudian Edward mulai mengalihkan kerja otaknya ke lemari buku sejarah. Ia terdiam, dan diamnya berusaha melahap ingatannya terhadap buku-buku sejarah, segala peristiwa besar yang berkaitan dengan luar angkasa.
Edward pun menjawab pertanyaan William dengan yakin setelah menelisik segala memori keilmuannya, "Kekuatan raja iblis. Dia sedang mempersiapkan hari kebangkitannya."
William ingat bahwa ia pernah membaca kisah itu. Kisah bangkitnya raja iblis akibat sisi gelap bulan.
Cahaya matahari menembak bulan, dan sebagaimana fungsi bulan memantulkan cahaya matahari, bulan menyala dengan perkasa—merah darah. Lewat cahaya yang terang benderang itu bulan menurunkan jutaan iblis ke bumi untuk memusnahkan seluruh makhluk hidup yang ada.
Regulus, sang raja iblis, tidak langsung menguasai bumi semerta-merta dengan kekuatannya. Ia justru menguasai bumi perlahan-lahan dengan memperbudak manusia, elf, orc, dan dwarf, dan bahkan para binatang untuk membangun kekaisarannya. Selagi duduk di atas singgasana, ia akan melihat penderitaan dan tangis, serta mengadu domba mereka untuk saling membenci.
Seluruh dunia dilanda ketakutan kronis sebelum akhirnya Hari Pencahayaan tiba, di mana empat kesatria wanita legendaris muncul setelah menerima kekuatan langsung dari Tuhan. Lewat pertempuran yang sangat besar, Regulus dapat dikalahkan dan kembali disegel di bulan oleh keempat kesatria wanita legendaris tersebut.
Nama mereka diabadikan menjadi nama laut yang ada di bumi—The Four Ladies/The Four Seas: Camelia, Betalia, Quinera, dan Flodera.
Pada masa itu, bumi tampak seperti planet lain: hutan habis, hewan-hewan punah, dan langit berwarna merah gelap selama bertahun-tahun. Butuh waktu berdekade-dekade bagi alam dan para penghuninya untuk memurnikan serta menyeimbangkan kembali tatanan dunia, juga bagi bulan untuk kembali ke wajah asli serta perputaran normalnya.
Yang tersisa dari era itu hanyalah kisah, serta sebutan "mimpi buruk tiada akhir" dan "ketakutan antargenerasi". Rekonstruksi sejarah yang dilakukan oleh para ahli pun tidak bisa membantu masyarakat dunia era sekarang mengetahui secara lebih rinci bagaimana kondisi ketika sisi gelap bulan muncul. Kebanyakan informasi yang beredar diambil dari kitab-kitab rakyat lama dan cerita sekelompok orc yang memiliki darah Lady Quinera. Rentan sekali direkayasa.
Sejak saat itu, iblis hanya akan lahir ketika bulan purnama, dan jumlahnya tidak sebanyak ketika sisi gelap bulan muncul. Tiga ribu tahun telah berlalu sejak peristiwa itu, dan bulan tidak pernah melanggar periode rotasinya lagi. Itu akan berlangsung sama seperti periode revolusinya. Itulah kenapa wajah bulan akan selalu sama meski dilihat dari belahan bumi mana pun—perputarannya terkunci, selama-lamanya. Oleh karena itu, ketika William dan Edward menyadari bahwa wajah bulan telah berubah, sesuatu yang besar akan terjadi lagi.
Setelah sampai di kerajaan, William memerintahkan seluruh prajurit terkuat yang dimilikinya untuk mengamankan jalur masuk menuju Edinvers, ibu kota Kerajaan Envera. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan ekstra sebab dirinya tengah mempersiapkan sebuah proposal terkait ide gila yang sama sekali belum pernah terpikirkan oleh raja-raja dari era mana pun.
The Hunt for the Holy Coins—turnamen untuk mengumpulkan koin suci yang tersebar di seluruh dunia—akan segera diselenggarakan oleh Raja William. Nantinya, para juara dan peserta terkuat dari turnamen ini akan ditunjuk sebagai kesatria kehormatan oleh Raja William untuk menghadapi raja iblis di hari kebangkitannya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top