15 | The Yule Ball
here's your outfit!
tolong jangan jadi penumpang gelap ya!
--
Aku mematut diriku di hadapan cermin untuk yang kesekian kalinya, kamar dan asramaku sudah sepi, sepertinya hanya aku yang tersisa.
Aku menghela napasku sebelum akhirnya memantapkan diri untuk segera pergi ke aula.
Ini benar-benar mendebarkan, aku sangat gugup, entah soal pestanya, dansanya, dan Draco, semuanya bercampur aduk.
Aku melangkah dengan hati-hati, takut menginjak ujung gaunku dan berakhir memalukan.
Samar-samar, aku bisa mendengar suara percakapan sebuah kelompok. "Apa kabarmu dengan Nona Hufflepuff itu?" tanya sebuah suara yang kuyakini milik Pansy Parkinson.
"Ya seperti biasa, membosankan." jawab Draco.
Aku perlahan berjalan mendekat dan bersembunyi di balik tiang, ingin mendengar percakapan mereka lebih seksama.
[1] "Kau masih berutang lima belas Galleon padaku, Pansy." ujar Draco.
Pansy mendecih. "Untuk apa aku membayarmu? Kau bertaruh dengan mereka."
"Kau juga ikut, jangan coba-coba membodohiku."
"Kan aku hanya memberimu pilihan, bukan ikut bertaruh."
"Pilihan? Kau jelas-jelas bilang; jika berhasil mengajak Lyra ke Yule Ball maka aku dapat lima belas Galleon, sedangkan kalau mengajakmu hanya dapat lima."
Aku mengedipkan mataku berkali-kali.
Oh, jadi selama ini mereka bertaruh?
Aku keluar dari tempat persembunyianku lalu menghampiri Draco. Tidak, aku tidak akan memulai perang atau apa pun itu, karena jika iya, siapa yang akan berdansa denganku nantinya?
"Ayo, pesta dansa sebentar lagi akan dimulai." ajakku datar kemudian berjalan mendahuluinya.
Draco menghampiriku dengan sedikit berlari. Hening menyelimuti, hanya ada bunyi sepatuku dan sepatunya yang menabrak lantai.
Hingga akhirnya kami tiba di koridor menuju aula yang sudah tidak begitu ramai. Profesor McGonagall mulai menyuruh kami membentuk barisan karena pesta dansa sebentar lagi akan dimulai. Aku dan Draco melakukannya, namun mataku sibuk mencari Hermione yang belum juga berdiri di samping Viktor Krum.
[2] "She looks beautiful." puji Patil menarik perhatianku.
[3] Aku memekik tertahan, berjalan cepat ke arahnya kemudian memeluknya. "You look stunning, Hermione." pujiku kagum.
[4] Hermione tertawa malu kemudian melepas pelukanku. "You're going to ruin our hard work, Lyra."
Aku terkekeh, kemudian buru-buru menyingkir ketika melihat Viktor sedang berdiri menunggu Hermione. Aku akhirnya kembali berjalan ke arah Draco, dan ia menggandeng tanganku begitu pintu aula terbuka.
Napasku tertahan melihat banyaknya orang yang menaruh perhatian ke arah kami berlima. Walau sebenarnya sedikit beruntung karena fokus mereka lebih banyak tertuju pada Hermione dan Viktor.
"Bukankah itu Draco Malfoy?"
"Siapa yang ia ajak?"
"Itu Lyra Alycone! Cicitnya Profesor Dumbledore!"
[5] "Slytherpuff Couple!"
"Ini menggelikan."
"Hei, mereka terlihat cukup serasi."
"Bagaimana bisa seorang Malfoy berdiri di sebelah gadis half-blood sepertinya."
[6] "Lyra akan lebih cocok bersama si Weaslebee itu."
"Malfoy tidak mungkin mengajak gadis itu, pasti ada sesuatu yang terjadi."
"Benar, itu mustahil."
"Kau ingat? Gadis itu mengaku sebagai pembuat mantra, padahal itu milik Malfoy."
"Oh iya, dia memang menyebalkan."
Aku menggigit bibir dalamku, kesal dan sedih mendengar cemooh mereka. Iya, aku tahu Draco mengajakku karena ikut taruhan! Dan lagi, Dracolah yang mengambil hak ciptaku! Kalian saja yang terlalu bodoh untuk menyadarinya.
Kami akhirnya tiba di tengah aula, Draco meletakkan tangannya pinggangku, mengirimkan sengatan kecil. Aku menaruh tangan kananku di bahunya, dan tangan kiri kami bertaut.
Musik diputar, Draco mengambil langkah demi langkah yang bisa kuimbangi dengan cukup mudah.
Posisi tangan bertukar, kali ini tangan kanan yang bertaut. Langkah kami terus bergerak sesuai dengan pelajaran yang kami dapat selama beberapa minggu terakhir.
Aku merasakan euforia yang selama ini kunantikan, senyum lebar perlahan terukir. Perasaan kesal dan sedih yang sebelumnya mengambil alih, kini telah pergi. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku darinya barang sedetik, mata berwarna abu-abu itu menghipnotisku.
Draco tiba-tiba mengangkat tubuhku, dan berhasil membuatku tertawa pelan. "Kau tahu? Sepertinya ini momen yang paling bahagia." bisikku tanpa berharap jika ia akan mendengarnya, karena itu tidak penting.
Lantai dansa mulai ramai dengan banyaknya orang yang ikut menikmati. Aku bisa merasakan kebahagiaan yang mereka pancarkan lewat tatapan mata, senyuman, dan langkah yang mereka ambil.
Senyumku tidak luntur selama pesta dansa berlangsung, bahkan aku sampai pegal sendiri.
Tak lama setelah itu, pesta dansa usai. Kami semua menyingkir dari tengah aula, karena agendanya akan digantikan dengan penampilan musik dari sebuah band yang tidak begitu kukenali.
Orang-orang mulai berdesakkan maju ingin melihat lebih dekat.
Karena terasa sesak, aku memutuskan untuk keluar dari sana. Aku duduk bergabung dengan Harry dan Ron yang terlihat tidak begitu menikmati acaranya.
"Lihatlah dia." celetuk Ron sambil menatap Hermione dan Viktor yang sedang berdansa.
Aku dan Harry menoleh menatap keduanya.
"Kau seharusnya mengajaknya, Ron." ujarku dengan senyum miris.
"Untuk apa? Kalau ia tidak begitu arogan, aku tidak akan mengajaknya sebagai pilihan terakhir."
Aku mendengkus tidak percaya. "Aku tahu kau cemburu, Ron. Tapi, itu bukan salah Hermione."
"Bukan salahnya? Lalu, kau menyalahkanku?" tanyanya kesal.
"Ya, aku menyalahkanmu karena tidak mengajaknya sejak awal padahal perasaanmu itu tulus." balasku dengan air mata yang mulai berjatuhan.
Aku bangkit dari dudukku, buru-buru berjalan keluar dari aula, menghindari tempat ramai karena isak tangis sudah tidak bisa lagi kubendung.
[7] Aku memukul dadaku pelan, air mataku menetes begitu saja. "Why does it hurts?"
[8] "It's only him, but why?" tanyaku lagi dengan nafas tercekat.
Tangisku pecah ketika aku mengingat soal bagaimana perasaanku hari itu ketika ia mengajakku pergi, yang ternyata hanya bagian dari taruhan. Taruhan dengan teman-temannya.
"Kau seharusnya memilih Pansy, Draco. Kenapa malah memilihku?" monologku tidak mengerti.
"Tidak, itu bukan salahnya, itu salahmu karena menaruh harapan padanya."
[9] "Draco Malfoy, the boy who couldn't possibly share the same feelings with you, dear stupid Lyra Alycone." kesalku lagi dengan isak tangis.
Ya, sejak detik itu, aku sadar telah menaruh perasaan padanya. Perasaan romantis yang baru pertama kali ini aku rasakan. Aku terus menangis hingga lelah, kemudian berujung bersin karena udara yang dingin.
Oh, apakah hari ini bisa berubah menjadi lebih bu---
"Lyra?"
Aku menoleh dengan mata sembab. "Hermione? Apa yang terjadi?"
"Ron." jawab Hermione dengan air mata menetes.
[10] "Wanna have some warm hug? I think both of us had a lot of trouble when we cope some feelings for the boys."
Kami berdua akhirnya berpelukkan erat, merasakan kehangatan yang tersalur.
--
"Sungguh?" tanya Hermione terkejut.
"Ya, aku juga baru sadar." jawabku seadanya.
"Bagaimana bisa?" tanyanya tak habis pikir.
"Entahlah, dia memang menarik, tapi aku tidak menyangka akan menyukainya. Mungkin setelah detensi itu aku merasa lebih dekat dengannya, lalu ajakannya ke pesta dansa benar-benar memengaruhiku, walau itu hanya taruhan."
"Taruhan?" Hermione bersuara histeris.
"Menyedihkan, bukan?"
"Dia itu memang berengsek, biadab, dan tidak punya hati. Bagaimana bisa kau menyukainya?" maki Hermione kesal.
"Ai, sudahlah. Bagaimana denganmu dan Ron tadi?"
"Ia menyebalkan sekali, sudah tidak mengajakku ke pesta dansa, dan malah mengomentari hal yang tidak-tidak soal Viktor Krum. Ia juga mengomentarimu Lyra, lebih tepatnya karena kau pergi dengan si perundung itu."
Aku meringis, "Ron memang terkadang menyebalkan." komentarku setuju.
[11] "Ladies? What are you both doing in here?" tanya Profesor McGonagall penasaran
[12] Aku dan Hermione memutar tubuh dan menatapnya. "Fresh air, Professor." jawabku singkat.
[13] "It's not good for you two to stay out here with that thin dress. Come on now, let's get back to The Great Hall." ajak Profesor McGonagall yang sudah seperti perintah.
Aku dan Hermione akhirnya berjalan mengekorinya, kembali ke aula.
"Profesor McGonagall, sepertinya kami akan ke kamar mandi." izinku sopan.
"Baiklah, tapi segera kembali ke aula." ujarnya kemudian pergi.
"Tadi itu untuk apa?" tanya Hermione tidak mengerti.
Alisku mengkerut mendengar pertanyaannya. "Hei, kau berharap riasan kita masih sama setelah menangis?" sarkasku.
Hermione tertawa kecil, kami terus berjalan melewati koridor. Kami tidak sengaja melihat Hagrid dan Madame Maxime sedang duduk di bangku taman, berbincang mengenai ....
"Ayo, Lyra." ajak Hermione cepat.
Aku mengangguk kemudian mengikutinya pergi. Kami pergi naik ke lantai dua lalu masuk ke dalam kamar mandi, mulai memperbaiki riasan sebisa mungkin dengan air. Wajah kami memang tidak terlihat lebih rapi, setidaknya ini lebih baik.
"Jujur saja, kukira kau akan pergi dengan Cedric." celetuk Hermione.
"Benarkah? Kenapa?" tanyaku heran.
"Kalian berdua dekat, dan dari asrama yang sama." jawab seadanya.
Aku tertawa. "Kami sudah seperti kakak-adik, tidak lebih dan tidak kurang. Cedric awalnya memang tertarik denganku, tapi beruntung itu hanya sebuah kesalahan." jelasku.
"Tapi, kasihan Harry." ujar Hermione pelan.
Aku tersenyum kecil, "Aku lebih mendukung Harry dengan Ginny."
"Oh ya, aku setuju denganmu." ralatnya cepat.
Kami berdua berujung tertawa geli.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju aula seperti yang Profesor McGonagall perintahkan sebelumnya.
Setibanya kami di sana, aula masih cukup ramai. Aku dan Hermione hendak mengambil minum, namun malah dikejutkan dengan kehadiran seorang Malfoy.
[14] "Can we talk?" tanyanya pelan.
Aku menatap Hermione dengan rasa bersalah, namun ia malah tersenyum kecil dan mendorongku dengan tatapan sedikit tidak rela.
[15] Aku menghela napas, "Okay then."
Draco menarikku pergi ke sebuah koridor sepi, sedikit jauh dari Aula Besar.
"Kenapa kau pergi begitu saja?" tanyanya tak habis pikir.
Aku mendecih, "Memangnya kenapa?"
"Aku sebenarnya ingin mengajakmu mengambil minum."
Aku tertawa sumbang. "Lalu dengan begitu, kau akan mendapat tambahan sepuluh Galleon. Benar 'kan?" sarkasku dengan senyum miris.
Draco terdiam menatapku.
"Sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, aku pergi." pamitku dengan suara bergetar.
Hatiku terasa perih lagi, sesak menyerang.
Draco berdecih, "Kau ini memang lebih pantas pergi dengan si Weaslebee itu."
Aku berbalik marah. "Kau seharusnya mengajak Pansy dari awal. Dan ya! Aku lebih baik pergi dengan Ron dari pada denganmu." seruku dengan air mata yang terus menetes.
"Rasanya sakit, Draco." keluhku tidak suka.
"Diperlakukan tidak tulus seperti itu, benar-benar menyakitkan." ujarku lagi dengan kepala tertunduk.
Aku mengusap air mataku secepat mungkin, kemudian menarik napas panjang. "Bagaimana pun juga, ini semua salahku karena menaruh harapan besar pada seseorang sepertimu."
Saat aku hendak berbalik pergi, sebuah suara melintas di pikiranku. "Kau tidak bermaksud? Oh, yang benar saja." gumamku tidak percaya.
--
catatan kaki;
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top