14 | The Triwizard Tradition

uhm, halo!

aku minta maaf sebelumnya, tapi untuk minggu depan sepertinya The Goblet of Fire tidak akan update. Huhuhu, aku tahu ini mungkin akan sedikit mengecewakan, tapi ... aku belum sempat menulis bagian selanjutnya! ㅠㅠ

Aku sedang sedikit kewalahan karena ada tiga cerita yang berjalan sekaligus, dan tanpa sadar jadwal update aku seminggu ada lima kali, dan ya begitu ... ㅠㅠ

intinya cerita ini hiatus dulu selama seminggu---atau dua minggu ya! mohon pengertiannya, sekian terima gaji ㅅㅡㅅ

--

Kami sedang duduk di aula, menikmati sarapan sebelum kelas di mulai. Aku lagi-lagi bergabung di meja Gryffindor, makan dengan mereka bertiga.

"Ugh, lihatlah! Aku tidak percaya ia melakukannya lagi." gerutu Hermione sambil menunjuk koran.

"Nona Granger gadis biasa nan ambisius, juga Nona Dumbledore gadis berpengaruh nan licik. Berbagi tipe yang sama yaitu para penyihir terkenal. Mangsa terakhir kedua gadis ini tak lain dan tak bukan adalah si tampan dari Bulgaria, Viktor Krum. Namun, belum ada kabar lanjut tentang bagaimana Harry Potter menangani pukulan emosional ini."

Aku mendecih malas. "Penuh dengan omong kosong."

"Paket untukmu, Tuan Weasley." ujar seorang anak laki-laki yang baru saja tiba.

"Terima kasih, Nigel." balas Ron kemudian menaruh paket tersebut di atas meja.

Nigel terus berdiri sambil menatap Harry dengan senyum imutnya. Ron menyadari itu, lalu mendorongnya pergi. "Bukan sekarang, nanti, pergilah."

Hermione menatap Ron menuntut penjelasan. "Aku menjanjikannya tanda tangan Harry."

Ron mulai membuka paket yang ia terima. "Oh lihatlah, ibu mengirimkan sesuatu. Eh, sebuah gaun?"

"Ya, itu cocok dengan warna matamu." komentar Harry kemudian mulai mencari sesuatu yang telah ia sebutkan sebelumnya.

"Aha!" Harry mengangkat sebuah---

---entahlah aku tidak tahu apa namanya, tapi itu terlihat seperti dasi ... atau mungkin semacam kerah.

"Ginny, ini pasti untukmu." ujar Ron kemudian menghampiri adiknya.

Ginny menengadah kemudian berkomentar. "Aku tidak akan mengenakannya, itu jelek sekali."

Hermione dan aku tertawa geli. "Kenapa kalian tertawa?" tanya Ron tidak suka.

"Itu bukan untuk Ginny, itu untukmu." jawabku geli.

"Setelan jubah." imbuh Hermione kemudian.

"Setelan jubah? Untuk apa?" tanya Ron tidak mengerti.

--

Profesor Sprout berdiri di tengah ruangan. "Baik anak-anak, seperti yang kalian semua ketahui."

"The Yule Ball adalah sebuah tradisi dalam penyelenggaraan Turnamen Triwizard sejak awal diadakan. Di malam natal, kita dan para tamu akan berkumpul di aula untuk melewatkan malam yang menyenangkan."

"Sebagai perwakilan dari sekolah yang menjadi tuan rumah, aku berharap kalian semua menunjukkan yang terbaik, dan maksudku secara harfiah karena Pesta Yule adalah sebuah ... pesta dansa." jelas Profesor Sprout.

Para gadis terlihat bersemangat, sedangkan para pemuda terlihat kurang suka dengan fakta itu. Aku hanya tersenyum kecil, masih menyimak penjelasan Profesor Sprout.

"Diam, anak-anak." tegurnya kemudian.

"Asrama dari Helga Hufflepuff memang tidak dihormati sebagaimana asrama miliki Godric Gryffindor, Rowena Ravenclaw, dan Salazar Slytherin dihormati oleh Dunia Sihir selama kurang lebih sepuluh abad ini. Maka dari itu, aku ingin kalian mempertahankan kehormatan yang kita miliki dengan tidak menimbulkan kerusuhan dan berperilaku sopan selama acara."

"Sekarang, silahkan berdiri. Kita akan berlatih."

Aku berdiri dengan sedikit malas, tahu jika tidak akan ada orang yang mau mengajakku berdan---

[1] "May i dance with you?" tanya Cedric sambil mengulurkan tangannya.

Aku tertawa kecil menerima uluran tangannya. Kami mulai berdansa di tengah ruangan dengan beberapa pasangan lainnya. Aku tersenyum lebar, "Bagaimana? Kau akan mengajak Cho?"

Ekspresi Cedric berubah sedikit terkejut, "Kau tahu dari mana?" tanyanya seiring dengan langkah kaki yang terus bergerak mengikuti pola dan alunan musik.

"Cho adalah temanku, Ced. Jangan berharap aku tidak tahu soal ini hanya karena kau menutupinya." jelasku geli.

"Jadi?" tanyaku lagi.

"Aku akan mengajaknya setelah ini, semoga saja ia kosong."

Aku memukul lengannya dengan kening mengkerut. "Tentu saja ia kosong, dasar bodoh."

--

Setelah kelas dansa untuk yang ketiga kalinya bulan ini, aku berpapasan dengan Hermione, Ron, dan Harry. Kami berniat untuk kembali ke asrama karena jam pelajaran sudah selesai, namun melihat ramainya koridor membuat kami mengurungkan niat itu dan menjadikannya kesempatan---terakhir---untuk mencari pasangan.

Harry dan Ron pergi lebih dulu, sedangkan aku dan Hermione menetap di koridor. Membicarakan sedikit soal tradisi ini, atau lebih tepatnya Hermione yang menjelaskan tentang Turnamen Triwizard dan tradisinya, lebih detail dari apa yang pernah kudengar dari profesor manapun di Hogwarts.

"Hei, itu!" seru Hermione, pandangannya terlempar ke arah sekumpulan pemuda dari Durmstrang yang sedang duduk di pembatas koridor.

Aku menoleh, "Kenapa dengan mereka?" tanyaku lalu menatapnya tidak mengerti.

Hermione memukul lenganku dan mendorongnya. Aku terpaksa kembali menoleh, dan sedikit terkejut mendapati ada seorang pemuda berdiri di hadapanku.

Ia membungkuk lalu mencium punggung tanganku, mataku melebar melihatnya melakukan itu. "Maukah kau menjadi pasanganku di Pesta Yule?"

Aku mengerling menatap Hermione panik.

"Uhm, maaf. Tapi, bisakah kau memberiku sedikit waktu untuk menjawabnya?" tanyaku dengan tatapan bersalah.

Ia tersenyum kecut kemudian mengangguk. "Aku akan mengajakmu lagi besok."

Aku bernapas lega begitu menerima jawabannya, "Terima kasih atas pengertiannya."

Pemuda itu berlalu pergi, dan aku langsung menatap Hermione. "Apa yang baru saja kulakukan?"

"Menolaknya ...?" jawab Hermione ragu.

"Ya, kenapa aku menolaknya?" tanyaku bingung.

"Kau mungkin sedang menunggu seseorang mengajakmu, sepertiku." jawab Hermione lancar.

Aku menatapnya jengah. "Kau masih menunggu Ron? Sudah berapa kali kau menolak Krum untuk itu?"

"Ini sudah yang ketiga kalinya." jawabnya pelan.

"Lihat, Hermione. Aku sangat mendukungmu dengan Ron, tapi kau juga harus memikirkan dirimu sendiri. Sampai kapan kau akan menunggunya?"

"Mungkin besok, Lyra. Aku sudah bertekad untuk menerima ajakan Krum besok, jika Ron masih tidak mengajakku."

"Bagus kalau beg---"

Suara dehaman terdengar. Aku menoleh, dan kali ini mendapati seorang anak Ravenclaw berdiri di hadapanku.

"Maukah kau pergi ke Yula Ball denganku?" tanyanya gugup.

Aku tersenyum penuh rasa bersalah. "Maaf, Ian. Tapi, bisakah kau memberiku waktu untuk memikirkannya?"

Ian mengusap tengkuknya yang tidak gatal dan mengangguk. "Baiklah, jika itu yang kau butuhkan."

"Terima kasih." balasku sambil tersenyum manis.

Begitu Ian pergi, Hermione menepuk bahuku. "Menolak Ian?"

"Kenapa?" tanyaku heran.

"Dia sangat menarik, Lyra!" pekik Hermione tidak mengerti.

"Ya, aku tahu itu. Tapi aku tidak merasa kami akan cocok, kau mengerti? Maksudku, aku tidak merasa harus menerima ajakannya."

"Hei, lagi pula kau sama saja!" seruku begitu sadar.

Hermione tertawa geli mendengar seruanku. Lalu raut wajahnya tiba-tiba berubah datar, dan pandangannya tertuju ke arah di belakangku.

Karena penasaran, aku memutuskan untuk menoleh. Oh, sepertinya ada ajakan pesta dansa lagi ..., tapi darinya?

"Bisakah aku bicara denganmu sebentar?" Aku menatapnya bingung kemudian mengangguk sedikit ragu.

Aku menatap Hermione yang terlihat tidak suka, "Sampai jumpa." Hermione membalas lambaian tanganku, sedikit tidak minat.

Pemuda itu menarikku pergi ke sebuah lorong yang cukup sepi. "Kenapa?" tanyaku.

Ia berdeham lalu menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, seperti sedang melihat keadaan. "Maukah kau pergi ke pesta dansa denganku?"

Aku mencoba menahan senyum, bingung kenapa jantungku berdebar keras dan perasaan senang tidak berhenti menyeruak keluar dari sana.

"Baiklah ...?" jawabku tanpa bisa menahan senyum.

"Itu penerimaan atau penolakan?" tanyanya terlihat kesal.

"Uh, ya, maksudku iya." jawabku gugup.

"Bagus, kalau begitu, sampai jumpa nanti." pamitnya lalu pergi setelah sebelumnya melempar senyum miring.

Saat aku merasa sudah tidak ada orang di sana, aku menutup mulutku tidak percaya.

Draco baru saja mengajakku ke pesta dansa!

Lalu, aku menerimanya?!

Kenapa aku menerimanya?

Lalu, kenapa pula Draco mengajakku dan bukan Pansy Parkinson?

Maksudku, setelah menerima surat itu beberapa bulan lalu. Aku berasumsi bahwa Pansy mungkin cemburu tentang satu hal dan itu adalah Draco Malfoy. Aku tidak tahu apa yang salah karena kami memang tidak dekat, pemuda itu baru mencari masalah denganku soal mantra itu dan ketika aku menjadi salah satu peserta di Turnamen Triwizard.

Rasanya tidak masuk akal.

Tapi yang penting sekarang, aku tidak lagi merasa pusing harus pergi dengan siapa nantinya.

Ah, iya! Penolakan yang kuberikan pada kira-kira ... sepuluh orang, yang menunggu jawabanku besok! Aduh, beruntung aku memang tidak berniat menerima mereka dari awal.

Aku tiba-tiba terkekeh pelan mendengar isi pikiranku. Mataku melebar, aku langsung menutup mulutku rapat. Bisa-bisa aku dianggap gila karena tertawa sendiri di koridor yang sepi.

--

"Ini buruk. Kita bisa menjadi satu-satunya orang di tahun keempat yang tidak memiliki pasangan." sahut Ron panik.

Profesor Snape yang saat itu lewat mendorong kepalanya, membuatku terkikik geli.

"Ya, kita dan Neville." imbuh Ron.

"Neville bisa mengajak dirinya sendiri." komentar Harry.

"Ini mungkin menarik, tapi Neville sudah mengajak seseorang." ujarku memberitahu.

Ron terkesiap, "Sekarang aku benar-benar tertekan."

Sebuah kertas tiba-tiba mendarat di hadapan Ron. Pemuda itu mengambilnya dan membacanya, lalu melemparnya kembali dan bertanya pada Fred, "Siapa yang akan kau ajak?"

Fred melempar kertas yang sudah diremas pada seorang gadis cantik bernama Angelina dan mengajaknya dengan berbicara tanpa suara, diiringi gerak tubuhnya.

Aku tersenyum geli melihat itu, beruntung gadis itu setuju dengan ajakannya.

[2] "Well Hermione, you're a girl." ujar Ron membuatku berusaha keras menahan tawa.

[3] "Oh, well spotted." balas Hermione kesal.

Profesor Snape yang saat itu lewat lagi-lagi melayangkan pukulan telak ke kepala dua pemuda itu, membuatku ikut meringis membayangkan rasa sakitnya.

"Jadi, datang sendiri ke pesta dansa sudah biasa bagi seorang pria. Namun, akan menyedihkan bagi seorang gadis." Aku menggelengkan kepalaku pelan mendengar penuturan Ron.

Sesuai dugaanku, Hermione membalasnya. "Aku tidak akan pergi sendiri, percaya atau tidak tapi seseorang telah mengajakku."

Hermione kemudian bangkit menyerahkan bukunya pada Profesor Snape, lalu kembali dan mengatur barang bawaannya. "Dan aku mengiyakannya."

Hermione berlalu pergi.

[4] "Bloody hell. She's lying, right?" tanyanya padaku.

[5] "Fortunately, she's telling you the truth, Ron. If only you had asked her since the beginning, she would absolutely said yes." komentarku kemudian berdiri dan menyerahkan bukuku pada Profesor Snape.

[6] Aku kembali dan mengambil barang-barangku. "But, since you ask her as a last resort. She's already been taken, mate." imbuhku.

Aku kemudian melangkah keluar menyusul Hermione.

Begitu tiba di depan pintu, jalanku dihadang oleh Pansy dan yang lainnya.

"Kau seharusnya menolak, Nona Hufflepuff." kesalnya lalu menabrak bahuku dengan sangat kencang.

Aku meringis lalu menatapnya kesal. Menolak? Menolak ajakan Draco maksudnya? Huh, yang benar saja!

--

catatan kaki;
[1] "Bolehkah aku berdansa denganmu?"
[2] "Jadi Hermione, kau seorang gadis."
[3] "Oh, pengamatan yang bagus."
[4] "Gila. Dia berbohong kan?
[5] "Beruntung, ia jujur, Ron. Jika saja kau mengajaknya sejak awal, ia pasti akan menerimanya."
[6] "Tapi, karena kau mengajaknya sebagai pilihan terakhir. Dia sudah memiliki pasangan, bung."

-
| tbc |

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top