12 | First Task : Dragons

adegan yang paling ditunggu telah dipublikasikan! selamat membaca, dan jangan lupa beri bintang! terima kasih! ♡

--

Seluruh anggota tubuhku tidak ada yang ingin beristirahat sejenak semenjak tiba di dalam tenda. Entah kakiku yang tidak bisa berhenti melangkah, telapak tanganku yang terus berayun di udara karena tidak berhenti berkeringat, lidahku yang menjilati bibir untuk kesekian kalinya, dan pandanganku yang terlempar ke berbagai arah.

Aku menggigit bibir bawahku cemas, sorak sorai para penonton di luar sana justru memperkeruh kinerja otakku untuk mencerna bahwa sebenarnya ada seseorang yang memanggilku dari balik tenda.

[1] "Lyra? Is that you?"

"Hermione?" tanyaku balik, Harry menghampiriku dengan tatapan penuh tanya.

"Bagaimana perasaanmu? Baik? Kuncinya adalah fokus, setelah itu kau hanya harus ...."

"Melawan seekor naga." sahut Harry.

Hermione tiba-tiba membuka pintu tenda, memelukku erat---aku hampir jatuh dibuatnya---lalu beralih memeluk Harry.

Detik berikutnya, sinar blitz tiba-tiba menyilaukan mata. Rita Skeeter masuk ke dalam tenda dengan senyum puas di wajahnya. "Cinta anak muda! Oh, sungguh menggetarkan. Jika semuanya berjalan tidak lancar, maka kalian yang akan masuk di halaman depan." tuturnya.

[2] "You have no bussiness here. This tent is for champions and friends." ujar Viktor tegas.

[3] "No matter, we've got what we wanted." balas Rita kemudian berlalu.

Pintu tenda kembali terbuka, kali ini Dumbledore masuk dan menyapa kami.

"Tolong berkumpul." Kami menurutinya dan mulai berdiri melingkar. Hermione mencengkeram lenganku erat, aku hanya bisa menggelengkan kepala menyadari betapa canggungnya adegan ini bagi Hermione.

"Sekarang kalian telah menunggu, menebak-nebak, dan akhirnya momen tersebut telah tiba. Momen yang hanya bisa dihormati oleh kalian berlima ...."

"Nona Granger?" tanya Dumbledore bingung.

"Oh, uhm ..., maaf. Aku akan pergi kalau begitu." ujarnya membuatku tersenyum geli.

"Barty, tasnya."

Tuan Crouch tiba-tiba berdiri mendahului Dumbledore, kemudian mulai mengatur tempat kami berdiri. Aku ditarik ke kiri, berdiri di antara Harry dan Cedric.

[4] "Miss Delacour, if you will." Tuan Crouch menyodorkan tas kecil itu ke arahnya.

[5] "The Welsh Green."

[6] Kali ini ia beralih ke Viktor. "The Chinese Fireball."

[7] "The Swedish Short-Snout."

Jantungku berdegup kencang melihat kantong itu berada di hadapanku sekarang. Aku memasukkan tanganku ke dalam, meringis kecil ketika merasakan sengatan, lalu menariknya kembali keluar.

"The Antipodean Opaleye." Aku menatap naga kecil itu dengan tatapan kagum.

Yah, sepertinya harapanku terwujudkan untuk yang satu ini.

[8] "Wich leaves ...."

[9] "The Horntail." gumam Harry.

[10] "What's that boy?" tanya Tuan Crouch.

[11] "Nothing." jawab Harry cepat kemudian mengambilnya.

"Mereka mewakili naga yang sangat asli. Masing-masing dari mereka diberikan telur emas untuk dilindungi. Tugas kalian mudah, dapatkan telurnya. Ini sangat penting, karena setiap telur berisikan petunjuk untuk tugas selanjutnya. Ada pertanyaan?"

Karena kami semua diam, Dumbledore akhirnya mengambil alih. "Baiklah, semoga beruntung para juara. Tuan Diggory, saat bunyi meriam---"

Boom!

Aku terlonjak kaget mendengarnya, kemudian beralih menatap Cedric yang pucat. Ia balas menatapku, dan aku melemparkan senyum lebar sambil berujar, "Semangat." Tanpa suara.

--

"Baiklah, tiga juara kita telah menunjukkan kelayakan mereka dalam turnamen ini. Sekarang giliran juara keempat, mari kita sambut, Lyra Alycone!"

Aku berjalan keluar tenda dengan jantung berdebar keras, seolah ia akan keluar setelah menghancurkan tulang rusukku, dan lagi bulu kudukku terangkat, terus meremang.

"Lyra! Lyra! Lyra!" sorak sorai mereka tidak memberikan efek apapun padaku, aku tetap gugup setengah mati.

Aku mengeluarkan tongkat sihirku, bersiap untuk yang terburuk.

Aku perlahan mengambil langkah maju dengan pandangan waspada.

Sebuah api tiba-tiba datang menyerangku, aku menangkisnya dengan membuat pelindung. Naga itu terlihat marah sekali, ia maju menyerangku, kembali menyemburkan api.

Aku mati-matian melindungi diriku sendiri.

Segala macam mantra pelindung yang kuketahui, telah dipakai, hampir kehilangan akal aku bertahan diri di sini. Beruntung, aku berhasil memutar balikkan serangannya, api itu menyembur balik ke arahnya. Celah ini aku jadikan kesempatan untuk lari dan bersembunyi di balik batu besar.

Naga itu cantik, sayangnya aku tidak memiliki waktu untuk mengaguminya.

Aku perlahan mengintip untuk mencari tahu ia berada di mana.

Naga itu sedang mengambil ancang-ancang, lalu api kembali menyerang, dan aku langsung mengangkat tongkat sihirku. "Aqua Eructo!"

Air keluar dari ujung tongkatku, bertarung melawan api dari naga itu. Aku memantapkan kakiku, mulai melangkah maju sedikit demi sedikit.

Aku merasa bisa mengalahkan naga ini, hawa panas yang terasa perlahan berkurang. Hingga akhirnya perasaan tidak enak menghantamku---ketika melihat tak ada lagi api yang keluar, alias tak ada lagi yang harus dilawan sang air.

Mantra yang kukeluarkan melemah dan perlahan menghilang, naga itu juga tidak menunjukkan tanda-tanda akan atau ingin menyerangku lagi.

Perasaan aneh tadi kembali datang, lebih kuat seiring langkah yang membawaku semakin dekat dengannya.

Ia menggeram sambil terus melihatku.

Aku perlahan mulai membungkuk---karena entah kenapa aku merasa seperti sedang berhadapan dengan seekor Hippogriff.

Naga itu balas membungkuk membuatku semakin tidak percaya.

[12] Aku terus berjalan mendekat ke arahnya, sebelum kemudian ia kembali bersuara. "Home."

Aku langsung menganga, sama halnya dengan para penonton yang mulai kembali bersuara setelah keheningan yang cukup panjang.

[13] "Merlin's beard, how on earth?" Aku menatapnya kagum.

"Aku harus menjaga telurku."

"Telur? Maksudmu, yang itu?" tanyaku sambil menunjuk telur emas di tengah arena.

[14] Naga itu menggeleng. "Yang asli, di Scafell Pike."

Mataku melebar. "Scafell Pike? Aku tinggal di sekitar situ!" seruku senang.

"Ya, dan aku harus kembali, telurku bisa menetas kapan saja." jelasnya lagi, membuatku iri karena suaranya terdengar begitu anggun.

Aku menatapnya ragu, "Bagaimana kau bisa tahu jika itu bukan telur aslimu?"

Naga itu mengukir senyum, lagi-lagi aku hanya bisa menatapnya kagum dan tidak percaya. "Kami membodohi mereka, tugas kami sudah jelas untuk menjaga telur emas itu. Disaat yang sama, kami juga mengeluarkan kekesalan kami karena tidak bisa menjaga telur asli secara langsung."

"Woah, itu sangat mengagumkan." celetukku dengan mata berbinar-binar.

Sedetik kemudian, mataku berubah menatapnya penuh rasa bersalah. "Aku tidak bisa membebaskanmu Nyonya, ini semua sudah di luar kendaliku."

"Tolonglah, biarkan aku kembali pulang." pintanya dengan nada sedih.

"Uhm ..., kalau begitu, apakah kau tahu siapa yang menjagamu selama ini?" tanyaku.

"Lilac Alythrone Scamander." jawabnya lancar.

Eh, tunggu. Bukankah itu ...?

[15] "Are you sure?" tanyaku dengan kening mengerut.

[16] "Positive." jawabnya tenang dan anggun.

"Oh, satu pertanyaan lagi." celetukku sambil tersenyum manis.

"Dari semua para juara, kenapa aku? Kenapa Nyonya berbicara denganku?"

"Karena kau bisa berbahasa naga, seperti ibumu." jawabnya tenang.

Aku hendak melontarkan serentetan kalimat lain, tapi aku buru-buru menahan diri. "Aku percaya padamu, Nyonya. Kau tentu tahu aturannya, jangan sampai terlihat."

[17] Aku menghela napas kemudian mengarahkan tongkat sihirku ke rantai yang melingkarinya, "Relashio."

Rantainya putus, naga itu mulai menggerakan tubuhnya pelan. Ia membentangkan sayapnya, kemudian membungkuk, dan aku langsung membalasnya.

[18] "Thank you, Miss Dumbledore." ujarnya lalu mengepakkan sayapnya, terbang bebas di udara, pulang kembali menuju rumahnya.

Selagi orang-orang sibuk melihat kepergiannya, dan para pawang naga yang panik hendak mengejar Nyonya Naga. Aku berjalan cepat ke tengah arena, lalu mendekap telur emas yang nyaris membuatku terbunuh itu.

Sedetik kemudian, semua orang bersorak senang dan bertepuk tangan. Aku tersenyum lebar menatap dukungan yang mereka berikan, kemudian berjalan keluar dari sana karena Profesor Sprout menyuruhku segera pergi ke Tenda Medis.

Di sana ada empat juara lain, mereka terlihat sedang duduk diam membiarkan luka yang mereka dapat disembuhkan oleh obat. Madam Pomfrey buru-buru menghampiriku, dan bertanya di mana lukanya, jadi aku menunjukkan tanganku yang terkena luka bakar.

Selagi aku menunggu lukaku diobati dengan cairan kental berwarna jingga itu. Aku samar-samar mendengar suara seseorang, mengumumkan bahwa para juri hendak memberiku poin.

Aku meloncat dari atas ranjang, mengintip keluar tanpa benar-benar keluar---karena aku hanya menyembulkan kepala dari balik pintu tenda.

Dumbledore mengangkat papan berangka sepuluh, Madam Maxime dan Tuan Crouch mengangkat papan berangka delapan, lalu Tuan Karkaroff dengan papan berisi angka lima.

Aku tersenyum puas, senang namun tidak begitu peduli di saat yang sama. Saat aku hendak kembali ke dalam, sesuatu menabrakku dari belakang, hampir membuatku jatuh mencium tanah di hadapan para juara lain.

"Kau ini kenapa?" semburku kesal.

"Kau tak apa?" tanyanya.

"Apa pedulimu, Malfoy?" ketusku lalu kembali duduk di atas ranjang tanpa berniat mengacuhkannya.

Tak kusangka, ia ikut berjalan mendekat. Dengan kepala tertunduk, tangan di atas tengkuk, ia berujar sangat pelan. "A-aku minta maaf soal kemarin."

Mataku berkedip korslet, tadi dia baru saja ... minta maaf? Malfoy? Minta maaf? Bagaimana---bagaimana bisa?!

Aku berniat melontarkan kalimat itu secara gamblang, namun berhasil menahan diri setelah sadar itu terlalu kasar jika dijejalkan ke seseorang yang telah berusaha keras minta maaf.

"Untuk?" tanyaku masih sedikit bingung.

[19] "The Miss Dumbledore thing, or the Bowtruckle thing?" imbuhku kemudian.

[20] "Both." jawabnya pelan.

Mulutku terbuka, "Tidak akan kuterima sebelum kau---"

"Lyra!"

Kami berdua menoleh ke arah sumber suara, di sana ada Hermione dan Ron dengan wajah senang nan lega mereka. Hermione berhambur masuk, memelukku erat sampai aku tersedak.

"Mione, sudah, aku masih mau hidup."

Ia langsung melepaskan pelukannya, lalu mulai berbicara soal Bahasa Naga yang baru saja kulakukan. Aku melirik ke arah Ron yang sedang bersidekap di hadapan Draco, keduanya melempar tatapan benci, permusuhan dan segalanya.

"Jadi, intinya, bagaimana bisa?" tanya Hermione menarik seluruh perhatianku.

"Tidak tahu, sungguh, itu tadi terjadi begitu saja." jawabku setengah jujur.

"Satunya berbicara bahasa ular, satunya berbicara bahasa naga." ketus Draco pelan, namun masih terdengar jelas di telinga kami bertiga.

"Diamlah, lagi pula, apa yang kau lakukan di sini?" balas Ron ikut ketus.

Draco mengendikkan bahunya lalu melenggang pergi begitu saja. Aku menghela napas, memutuskan untuk tidak lagi peduli dengan seluruh tingkah ... penuh omong kosongnya itu.

--

"Selamat, Lyra!"

"Ah, terima kasih."

Ini sudah kesekian kalinya aku menerima kata itu sejak berjalan di koridor dan masuk ke dalam asrama. Sama halnya dengan Cedric yang dibanjiri oleh teman-temannya dan para gadis yang sibuk memberikan selamat.

Aku cukup lega karena orang-orang yang menghampiriku tidak sebanyak Cedric, karena aku tidak akan kuat menanggapinya alias kewalahan sendiri.

Di saat fokus utama tertuju pada pemuda tampan itu. Aku menyelinap masuk ke dalam kamarku, mencari ketenangan.

Gadis itu berdeham menarik seluruh perhatianku yang sebelumnya hanya fokus pada keberadaannya. "Kau pasti sadar betapa renggangnya hubungan kita akhir-akhir ini."

"Ya, sepertinya kita sama-sama butuh waktu." balasku memakluminya.

"Aku hanya ingin berterus terang, tolong jangan salah paham. Tapi aku ingin kita kembali berteman, hanya saja, tidak terlalu dekat."

"Karena Carina tidak begitu menyukaiku?" tanyaku retoris.

Elena meringis kecil. "Ini bukan sepenuhnya karena Carina, tapi karenaku juga. Lyra, aku tahu kau tidak pernah merasa senyaman itu berteman dekat denganku. Maka dari itu, aku memutuskan untuk menjauhimu lebih dulu."

Aku terdiam, bingung harus merespon bagaimana. Aku dan Elena memang memiliki karakter yang cukup bertolak belakang, dan hubungan kami sejauh ini memang terasa sedikit dipaksa untuk bekerja.

"Maksudku, bukan dalam artian tidak nyaman secara harfiah. Tapi, lebih ke rasa ingin mencari teman baru dan keluar dari zona nyaman." imbuhnya kemudian.

"Aku tahu kau juga memutuskan masuk Hufflepuff karena mengikuti pilihanku."

Aku menatapnya panik, menggelengkan kepalaku cepat, serentak dengan tangan yang ikut menampar udara. "Tidak, tidak, kalau soal asrama itu memang pilihanku."

Elena mengangguk mengerti, kemudian melanjutkan dengan nada bersalah. "Intinya begitu, aku minta maaf jika sudah menyakiti perasaanmu ... selama ini."

Aku malah terkekeh. "Tak apa, aku sama sekali tidak keberatan."

--

catatan kaki;
[1] "Lyra? Apakah itu kau?"
[2] "Kau tidak ada urusan di sini, tenda ini untuk para juara dan teman-temannya."
[3] "Tak apa, kami sudah mendapatkan apa yang kami inginkan."
[4] "Nona Delacour, silahkan."
[5] "Naga Hijau Wales."
[6] "Naga Bola Api Cina."
[7] "Naga Moncong-Pendek Swedia."
[8] "Tersisa ...."
[9] "Si Ekor-Berduri."
[10] "Apa kau bilang?"
[11] "Bukan apa-apa."
[12] "Rumah."
[13] "Demi jenggot Merlin, bagaimana bisa?"
[14] Scafell Pike - nama salah satu pegunungan di Britania Raya.
[15] "Kau yakin?"
[16] "Yakin."
[17] Relashio - mantra untuk memutus, melepaskan, atau membebaskan sesuatu yang terikat.
[18] "Terima kasih, Nona Dumbledore."
[19] "Tentang Nona Dumbledore itu, atau tentang si Bowtruckle?"
[20] "Keduanya."

-
| tbc |

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top