10 | Home of the Fantastic Beasts

Aku terus berjalan melewati koridor setelah keluar dari perpustakaan, dengan tangan memegang dua buku dan beberapa perkamen.

"Dia? Cicitnya Profesor Dumbledore? Kau yakin?"

"Iya, kau belum dengar? Dia menggunakan kakeknya sebagai tiket masuk ke Turnamen Triwizard. Gila bukan?"

"Woah, benar-benar licik."

"Kau tahu soal mantra itu? Dia juga mengaku sebagai pembuatnya, padahal itu milik Malfoy."

"Tidak kusangka, cicit seorang Kepala Sekolah bisa bertindak demikian."

Tawa mengejek terdengar sangat menyebalkan di telingaku, namun aku tetap melangkah santai seperti biasa. "Tukang cari perhatian."

"Oh, apa kau juga dengar soal Rolf? Ada yang bilang jika ia---"

Aku memutar tubuhku secepat kilat begitu mendengar nama adikku disebut, "Ia apa?" potongku garang.

Sekelompok anak Slytherin---lebih tepatnya kelompok yang diketuai oleh Draco Malfoy---itu terdiam, namun aku bisa melihat dengan jelas tatapan meremehkan mereka.

"Kalau aku mendengar kalian membicarakan soal Rolf, lihat apa yang bisa kulakukan dengan statusku sebagai cicit Kepala Sekolah." ancamku berapi-api.

"Benar kan? Pembelaannya tidak lebih dari itu." ejek Goyle dengan suara setengah berbisik ke Crabbe di sampingnya.

Kali ini perhatianku terfokus ke arahnya yang kembali melanjutkan omongannya tanpa menyadari tatapanku. "Kalau itu Rolf, aku sudah akan memberinya pelajaran."

Aku maju dengan tangan mengepal dan menarik kerah bajunya agar ia bisa menatapku dari jarak yang sangat dekat. "Coba ulangi?"

Suara orang-orang mulai membanjiri indra pendengaranku, memendam suara pemuda yang tergagap karena kutarik kerahnya.

Aku menghempaskannya, lalu kembali menegakkan tubuhku. "Kalian semua hanya peduli soal kesenangan 'kan? Jika aku mendengar satu dari kalian mencemooh Rolf, maka kalian akan bersenang-senang denganku."

Draco berdecak malas lalu bangkit dari duduknya. Ia berjalan mendekat ke arahku, "Kau itu terlalu gila hormat."

Aku menatapnya angkuh. "Oh, ya? Bukankah itu hal yang biasanya dilakukan oleh seorang Malfoy? Merendahkan orang lain hanya karena status darah?"

"Darah Murni memang lebih pantas mendapat hormat, daripada seorang gadis tidak tahu diri yang banyak tingkah hanya karena statusnya sebagai cicit Kepala Sekolah."

Aku bersedekap menatapnya nyalang. "Aku tidak meminta kau, kalian, dan semua orang di Hogwarts menghormatiku sebagai cicitnya!" ujarku dengan nada tinggi.

Menghela napas, aku berusaha melanjutkan dengan sedikit lebih tenang. "Aku hanya ingin kalian semua diam, alih-alih mengucapkan kalimat tidak berguna, kasar, dan menyakitkan untuk didengar. Aku dan semua orang yang merasa tertindas di sini, memiliki hak untuk hidup tenang."

Aku mengedarkan pandanganku menatap mereka semua satu persatu, kemudian kembali menatap Draco. "Dan itu tidak akan pernah terwujud ...."

Jari telunjukku mendarat di bahu kirinya. "Jika orang semacam kau, terus berada di sini."

Aku menurunkan jariku, menghela napas kasar. "Kalian mungkin merasakan kepuasan tersendiri ketika menindas seseorang, tapi orang yang kalian tindas akan terus dihantui dengan tindakan kalian yang semena-mena itu."

"Diam, hanya itu. Tidak sulit 'kan, wahai Tuan Malfoy?"

Aku berdecak malas menatapnya yang masih bergeming di hadapanku.

"Tolong camkan peringatan yang kuberikan." Aku berujar kemudian berbalik menerobos kerumunan orang-orang yang menatapku, kembali melanjutkan perjalanan yang sepertinya tertunda hampir sepuluh menit lamanya.

Akhir-akhir ini aku sedikit kesulitan mengendalikan emosiku---terutama jika berhadapan dengan si tunggal Malfoy itu---karena sebagian besar diriku merasa tidak memiliki keharusan untuk melakukannya. Biarkan saja mereka menjadi korban kekesalan yang selama ini hanya bisa kukeluarkan dalam bentuk tatapan sinis, biar mereka tahu aku bukanlah gadis lemah yang bisa mereka olok sesuka hati.

--

Aku sudah dekat dengan rumah Hagrid, sedang menuruni satu demi satu anak tangga dengan hati-hati.

Begitu tiba, aku mengetuk pintu kemudian membukanya.

"Lyra." sapa Harry yang kubalas dengan senyum canggung karena terkejut dan tidak menyangka mereka ada di sini; Harry, Ron, dan Charlie.

"Kau kenapa ke sini?" Kali ini Ron yang bertanya, mengesampingkan rasa canggungnya.

Fakta bahwa kami belum benar-benar berbaikan setelah adu mulut kemarin, tentu tidak dapat dilupakan begitu saja, tapi ya sudahlah aku juga tidak terlalu keberatan.

"Untuk mengambil Fido tentu saja." sahut Hagrid.

"Fido? Siapa itu?" tanya Ron lagi.

[1] Hagrid mengeluarkan sebuah musang, Jarvey lebih tepatnya. Salah satu peliharaan yang kubawa diam-diam ke Hogwarts.

"Akhirnya!" seru Fido lega.

Ia melompat dari tangan Hagrid ke pundakku.

"Ia tidak menyusahkanmu, kan Hagrid?" tanyaku cemas.

Walau ini sudah kesekian kalinya aku menitipkan Fido pada Hagrid, tetap saja aku tidak enak karena Fido terkadang sangat nakal dan sering berujar kasar ketika bertemu dengan orang yang tidak begitu dikenalnya.

"Aku tidak menyusahkannya." sahut Fido tidak suka.

[2] "Bloody hell! What is that thing, Lyra?" tanya Ron.

"Kenapa? Kau tidak pernah melihat seekor Jarvey sebelumnya?" tanyanya dengan nada ketus.

"Fido, jangan kasar." tegurku lembut.

"Ah, perkenalkan ini adalah seekor Jarvey yang kunamakan Fido, peliharaanku." ujarku kemudian.

"Kau memeliharanya?" tanya Charlie terlihat kagum.

"Iya." jawabku singkat.

"Aku masih ada urusan, jadi aku akan pergi lebih dulu. Oh, dan terima kasih, Hagrid!" 

[3] Aku sudah memutarbalikkan tubuhku, hendak keluar dari rumah Hagrid. Namun, pertanyaan Harry menginterupsi langkahku. "Kau akan ke Shrieking Shack?"

"Shrieking Shack?" tanya Ron tanpa menutup keterkejutannya.

"Harry, kau benar-benar harus berhenti menggunakan peta itu." ujarku malas.

"Kau tidak sopan!" komentar Fido ikut memanas-manasi.

"Apakah kau juga mengikutiku selama ini?" tanyaku setengah curiga dan setengah bergurau.

"Tidak, tidak, tidak! Tidak sampai situ." sanggah Harry panik.

"Bohong!" tuding Fido.

"Fido, jika susah bersikap ramah, setidaknya jangan kasar." tegurku lagi, berusaha untuk sabar.

Hasilnya, Fido malah melompat turun dari pundakku dan berlari pergi.

"Ai, anak itu!" gerutuku kesal.

"Kalian ingin ikut?" tawarku sebelum pergi.

"Untuk apa?" tanya Ron tidak mengerti.

"Entahlah, tapi bergegaslah jika memang ingin ikut." ujarku lalu berbalik pergi.

[4] & [5] Aku berjalan ke arah The Whomping Willow yang merupakan satu-satunya akses masuk ke Shrieking Shack. Aku mengeluarkan tongkat sihirku lalu mengarahkannya ke atas, "Immobilus."

Begitu pohonnya berhenti melambai, aku langsung masuk ke dalam sana.

"Fido." panggilku lembut sambil terus melangkah menaiki setiap anak tangga.

"Fido, ayolah maafkan aku. Sebentar lagi jam makan malam, kau tidak ingin melewatkannya 'kan?" bujukku.

Aku samar-samar mendengar perdebatan Ron dan Harry. Ah, mereka mengikutiku.

"Kenapa kau tidak memberitahuku soal naga itu?" tanya Harry.

"Lagi, Harry?" kesal Ron.

"Kau bisa langsung bilang padaku, kenapa harus berbelit-belit begitu." protes Harry jengkel.

Aku memutar bola mataku malas. "Daripada kalian berdebat, lebih baik cepat-cepat berbaikan saja." celetukku, membuat keduanya terdiam.

"Apa yang kau lakukan di sini, Lyra?" tanya Ron---mengalihkan topik karena---penasaran, yang kemudian diangguki oleh Harry.

[6] "Accio, suitcase."

Sebuah koper keluar dari tempat aku menyimpannya, menabrak kakiku.

"Fido, keluarlah. Saatnya makan malam." ujarku lagi.

Gerutuan terdengar, dan Fido keluar dari tempat persembunyiannya. Ia naik ke pundakku tanpa berhenti menggerutu.

"Aduh, kau ini menggemaskan sekali." celetukku sambil mengelus kepalanya.

Aku kemudian memposisikan koper itu ke tengah ruangan dan membukanya. Aku melangkahkan kakiku masuk penuh kehati-hatian, takut salah injak seperti waktu itu. Harry dan Ron hanya menatapku dengan ekspresi tidak percaya dan lucu di saat yang sama.

"Masuklah jika memang ingin tahu." ujarku dari dalam.

Aku mulai menyiapkan makanan mereka sambil menunggu kedatangan Harry dan Ron. Begitu selesai, aku hendak membuka pintu sebelum akhirnya suara rusuh terdengar dari belakang.

Ron jatuh terduduk di atas lantai, aku tertawa kecil kemudian membantunya berdiri. Tak lama setelah itu Harry tiba dengan bunyi gaduh, namun pendaratannya lebih mulus.

Aku menyodorkan Harry ember berisi makanan yang sudah kusiapkan sebelumnya.

"Mari." ajakku kemudian membuka pintu.

"Woah!" seru Ron terkagum-kagum.

"Ini tempat apa, Lyra?" tanya Harry tanpa bisa melepaskan pandangannya.

[7] "Aku menyebutnya sebagai Home of the Fantastic Beasts."

[8] "Tapi ini belum seberapa, yang ada di sini hanya setengah dan klasifikasi paling tinggi yang kupunya adalah XXXX." jelasku sebelum mereka sempat memberikan pertanyaan.

[9] "Harry, kau beri makan dia." Aku menunjuk ke arah seekor Hippogriff milikku.

"Buckbeak?"

"Tentu saja bukan, itu Beacky."

Harry menatapku lamat-lamat, lalu akhirnya berjalan mendekat ke arah Beacky dengan senyum yang perlahan melebar ia melakukannya dengan cara yang sama seperti tahun lalu.

[10] Kali ini aku beralih ke arah Ron, menyodorkannya seember pelet. "Kau beri makan mereka." Aku menunjuk ke arah sekelompok Mooncalve.

Ron menerima ember itu tanpa mengeluarkan sepatah kata, benar-benar langsung berjalan mendekat dengan tatapan kagum. Ia kemudian melemparkan makanan yang sudah kuberikan sebelumnya.

Kali ini aku berjalan menuju tempat para Jarvey tinggal. Fido melompat turun dari pundakku, kemudian berseru, "Makan malam!"

Tiga Jarvey lainnya keluar dari sana sambil menggerutu, tipikal mereka sekali. Aku kemudian meletakkan ember berisi tikus mati yang sedari tadi kubawa-bawa. Mereka langsung mendekat dan mulai menghabiskan makan malamnya.

[11] Beralih ke Demiguise milik kakekku, Dougal.

Ia menaiki punggungku, mengaitkan lengannya ke leherku. "Dougal, kau tidak ingin makan?"

Dougal bergerak pelan, masih di posisi yang sama. Aku pun memberikan makanannya, tumbuhan dan dedaunan.

"Nona Idony." panggilku sambil terus menggendong Dougal di punggungku.

Kucing berwarna abu-abu itu langsung berlari menghampiriku dan bersuara lucu, kemudian aku memberikan makanannya.

Aku melakukan tugasku selama lebih dari lima belas menit, dan kembali mengecek mereka, takut jika ada yang terlewat.

"Ron, Harry." panggilku.

"Apakah sudah saatnya kembali?" tanya Harry kecewa.

Aku tertawa kecil. "Lusa aku akan ke sini lagi. Tenang saja, kalian pasti akan kuajak, bersama Hermione tentunya."

--

catatan kaki;
[1] Jarvey - mahluk ajaib, yaitu seekor musang yang bisa berbicara, umumnya menggunakan bahasa manusia yang kasar.
[2] "Astaga, hewan apa itu, Lyra?"
[3] Shrieking Shack - salah satu rumah berhantu yang lokasinya dekat dengan Desa Hogsmeade.
[4] The Whomping Willow - pohon ajaib mematikan, menyerang siapapun yang mendekat ke arahnya. salah satu dari tujuh jalan rahasia untuk keluar dari Hogwarts, karena terhubung dengan Shrieking Shack.
[5] Immobillus - mantra yang menghentikan pergerakan apapun.
[6] Accio - mantra untuk mengambil barang yang diinginkan.
[7] Rumah para Mahluk Buas yang Fantastis
[8] Klasifikasi XXXX - mahluk buas berbahaya yang hanya bisa dijinakkan oleh penyihir berpengalaman.
[9] Hippogriff - mahluk buas bertubuh setengah kuda setengah elang.
[10] Mooncalve - rakyat sekitar menyebutnya sebagai sapi cacat karena memiliki kelainan genetika. biasanya keluar di bulan purnama.
[11] Demiguise - penampilannya terlihat seperti kukang albino, bisa menghilang dan memprediksi masa depan terdekat.

-

| see u on the next chapter! |

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top