Tujuh Belas | Tingkah Aneh Mikasa
Sudah seminggu sejak terakhir kali Levi datang ke markas Pasukan Pengintai padahal sebelumnya dia kemari hampir setiap hari. Menghabiskan waktu bersama Mikasa nampaknya lebih menyenangkan untuk Levi dibandingkan harus berkutat dengan hal-hal yang berkaitan dengan Pasukan Pengintai.
“Yoo Levi, lama tidak berjumpa!” sambut Hange dari depan gerbang. Dia yang kebetulan baru sampai itu segera menghampiri Levi. “Bagaimana keadaan Mikasa, apakah dia baik-baik saja?” Seperti biasa, wanita itu sangat suka memberikan pertanyaan beruntun.
“Seperti itulah,” sahut Levi singkat.
“Hmmm?” Hange meletakan jari telunjuk dan ibu jarinya di bawah dagu. “Apakah kau mengantarkannya lagi ke barak tempat para anggota tim mu tinggal sebelum kemarin?”
“Ya.”
“Sayang sekali, padahal aku kira kau akan mengajaknya kemari hari ini.”
“Untuk apa? Agar kau bisa mengganggunya dengan pertanyaan berisik mu itu, huh?” sindir Levi dengan senyum miringnya membuat Hange terkekeh.
“Memangnya kenapa? Aku suka melihat ekspresinya saat kebingungan menjawab pertanyaanku. Selain itu,” nada suara Hange tiba-tiba berubah menjadi lebih serius membuat Levi menaikan sebelah alisnya menunggu kata-kata serius apa yang akan keluar dari bibir Hange berikutnya.
“Jika kami cukup dekat, aku mungkin bisa menanyakan tentang kriteria pria yang disukai Mikasa untukmu,” lanjutnya dengan tawa tak jelas sementara Levi dibuat sedikit gelagapan karenanya.
“Apa maksudmu, huh, Megane?!” balas Levi.
“Ayolah, Levi. Kau tidak perlu merahasiakannya. Kau menyukainya, bukan?”
Levi membeku di tempat. Kata-kata Hange yang terlalu gamblang itu membuatnya benar-benar tak tahu harus menyahut apa.
Dia menyukai Mikasa?
Apakah mungkin?
Cukup lama tanpa membalas apapun kata-kata yang dilontarkan Hange lagi kepadanya, hingga akhirnya mereka sudah tiba di depan pintu ruangan Erwin. Hange mengetuk pintu lalu setelah mendapat sahutan dari dalam mereka berdua masuk kesana.
“Yoo, Erwin. Kami sudah datang,” sapa Hange ceria. Sama sekali tak merasa perlu bersikap formal dengan atasannya tersebut.
“Duduklah,” sahut Erwin mempersilakan kedua tamunya untuk duduk.
Hange dan Levi duduk bersebelahan di sofa yang ada di ruangan Erwin sementara sang Komandan duduk di kursi tunggal di sisi meja yang lainnya.
“Aku sudah mencari tahu tentang Kenny Ackerman sejak kau memberitahuku waktu itu. Memang cukup lama untuk tapi aku berhasil mendapatkan beberapa hal tentangnya,” jelas Erwin. “Akan tetapi, Levi, bukankah kau mengenal sendiri Kenny Ackerman jadi untuk apa kau meminta ini?” Erwin menyerahkan berkas yang sudah dibacanya sebelumnya pada Levi.
Levi menyambut berkas tersebut, membalik beberapa halaman yang ada disana lalu mengangkat kepalanya untuk menatap Erwin.
“Dia bukan orang yang akan menceritakan hal-hal penting padaku,” sahut Levi acuh disela kegiatannya membaca isi berkas tersebut.
“Jadi, apakah kau menemukan hal yang penting di dokumen itu?” tanya Hange dengan raut penasaran.
“Ya.”
🖤🖤🖤
Sore hari Levi menjemput kembali Mikasa.
Dia bergegas untuk pulang setelah memastikan semua persiapan sebelum misi ke Hizuru besok sudah lengkap. Levi juga menemui anggota Polisi Militer yang akan menjadi bawahannya selama misi tersebut.
Tiga orang dari Polisi Militer, Marlo Freudenberg, Hitch Dreyse, dan seorang lagi yang tak disangka-sangka Levi juga akan ikut dalam misi bersamanya bahkan Levi tak pernah mengharapkan untuk bisa menjalankan misi bersama dengannya, siapa lagi kalau bukan Kenny Ackerman.
Levi sempat protes terhadap formasi pasukannya tersebut, akan tetapi Erwin mengatakan kalau Kenny tak terkait langsung dengan misi. Dia hanya dimasukan sebagai tambahan jika diperlukan. Yah, intinya, Levi tak perlu menghiraukannya, begitulah kata-kata Erwin. Dan lagi, pemilihan anggota tersebut bukan pilihan Erwin melainkan dari Kenny sendiri yang menyarankan bersama para petinggi dari Polisi Militer lainnya. Karena sudah ditetapkan mau tak mau mereka menurutinya.
“Kapten, kau sudah datang?”
Sasha yang kebetulan berada di luar barak menyapa Levi yang baru saja tiba. Dia merasa gugup tiap kali bertemu mata dengan kaptennya tersebut.
“Apakah Mikasa di dalam?” tanya Levi menghiraukan pertanyaan Sasha sebelumnya.
Ekspresi Sasha tampak berubah, pupil matanya berkeliaran ke kanan dan ke kiri seperti sedang memikirkan sebuah alasan. Yah, dia memang sedang memikirkan sebuah alasan.
Alasan supaya kaptennya tersebut tidak mengamuk di hadapannya.
Dia tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya sang Kapten jika ia tiba-tiba mengatakan kalau Mikasa tidak ingin bertemu dengannya untuk saat ini.
“Etto, Kapten,” ucap Sasha ragu-ragu.
“Apa?” sahut Levi. Dia mulai merasakan gelagat Sasha yang tak biasa itu.
“Bisakah Kapten kembali besok saja?” lirihnya, dia sama sekali tak berani memandang wajah sang Kapten sementara Levi mengeryitkan dahi tak mengerti tujuan Sasha memintanya kembali besok hari.
“Memangnya kenapa?”
“Mikasa ingin menginap katanya!” Sasha tiba-tiba berseru. Berharap jika Levi mematuhi kata-katanya serta mempercayainya kendatipun ia memang tidak sedang berbohong saat ini. Mikasa memang ingin menginap dengan suatu alasan tentunya.
“Tidak,” sahut Levi tegas membuat nyali Sasha menciut. Dia tak berani menego seorang Levi Ackerman. “Katakan padaku, Sasha. Apa yang kau sedang coba sembunyikan, huh?”
Seperti dugaan Sasha, takkan mungkin ia bisa membohongi Kaptennya ataupun semacamnya. Pria itu terlalu hebat untuk Sasha tipu.
“Sebaiknya Kapten tidak menemui Mikasa hari ini, dia sedang marah padamu,” jelas Sasha pada intinya.
Akan tetapi penjelasan Sasha tersebut justru membuat dahi Levi semakin mengerut.
“Mengapa?”
“Apakah Kapten tidak mengatakan hubungan Kapten dengan Kenny Ackerman kepadanya?” Sasha justru balas bertanya, “dia cukup shock ketika tahu kalau Kapten adalah keponakan Kenny Ackerman. Dia dia juga sedikit marah ku pikir karena Kapten tidak memberitahunya padahal tujuan awal Mikasa kemari adalah untuk bertemu dengan Kenny Ackerman.”
“Aku akan menemui Mikasa!” Levi langsung menyerobot melewati Sasha yang hendak menghalanginya dan langsung menemukan Mikasa yang ternyata sedang duduk di ruang tamu dan memperhatikan percakapan antara Levi dan Sasha di depan tadi.
Hanya ada Mikasa disana. Ekspresi Mikasa tampak datar seperti biasanya, akan tetapi terdapat aura gelap yang membuat Levi merasa cukup tegang untuk mendekatinya. Gadis itu seolah membuat pembatas yang tak menginzinkan Levi untuk melewatinya.
“Mikasa, ayo kita pulang,” ucap Levi langsung. Inginnya, ketika dia mengajak Mikasa pulang, gadis itu langsung menganggukinya dan ikut pulang bersamanya. Akan tetapi gadis bermata hitam itu hanya bergeming di tempatnya.
Levi mengulang kembali kalimatnya, “Mikasa, ayo kita pulang ke rumah bersama-sama.” Tapi sekali lagi tak dihiraukan Mikasa.
Sasha yang melihatnya cukup meringis karena biasanya Mikasa sangat cepat ketika diajak pulang bersama Levi.
“Mikasa, pulanglah,” ucap Sasha mencoba ikut membujuk Mikasa.
“Aku ... tidak ingin pulang,” sahut Mikasa pelan.
“Tapi, Mikasa-“
“Aku tidak ingin pulang, aku tidak ingin pulang, aku tidak punya tempat untuk pulang!”
Tiba-tiba saja Mikasa meledak dengan meninggikan suaranya padahal biasanya dia hanya berkata lirih dan seperlunya bahkan dia tak pernah mengulang kalimatnya sampai tiga kali seperti itu.
“Apa maksudmu, Mikasa? Kau punya tempat pulang. Rumahku juga adalah rumahmu, Mikasa,” sahut Levi.
“Kenapa kau tidak memberitahuku, Levi? Namamu juga sama dengan namaku, bukan? Ackerman. Kenapa kau tidak memberitahuku?
“Memangnya untuk apa jika kau mengetahuinya, Mikasa?” tanya Levi, dia berusaha keras agar kata-kata nya tak terdengar kasar.
Mikasa diam. Apa yang ditanyakan oleh Levi memang benar. Memangnya untuk apa Mikasa mengetahui nama belakang Levi? Bahkan Mikasa sendiri tak pernah menjelaskan tentang bagaimana namanya juga Ackerman.
Dia meringis pada dirinya sendiri sekarang.
“Kau tidak tahu, bukan? Jadi tidak usah dipermasalahkan. Ayo kita pulang ke rumah kita.” Levi berjalan, menghampiri Mikasa. Saat tangannya hendak meraih tangan Mikasa, dengan cepat gadis itu menepisnya membuat Sasha yang melihatnya terlonjak kaget. Tentu saja, siapa yang berani berbuat seperti itu pada Kapten mereka, huh?
“Mungkin aku memang tidak perlu untuk mengetahuinya, tapi aku ingin tahu semua tentangmu bahkan hal-hal terkecil tentangmu. Setelah mengetahui kalau namamu dan namaku sama, aku ingin mengetahui tentang hubungan dari nama kita. Apakah aku tidak boleh?” ucap Mikasa panjang lebar untuk pertama kalinya. Mungkin hampir terdengar seperti pengakuan cinta jika saja situasinya tidak sedang panas seperti sekarang.
Meskipun begitu, perasaan Levi ketika mendengar bahwa Mikasa ingin mengetahui segala hal tentangnya, dia dapat merasakan kalau jantungnya berdegub lebih kencang seperti ketika ia mencium Mikasa waktu itu atau ketika mengusap rambut gadis itu. Jantungnya seperti tak mau berkompromi dengan situasinya sekarang ini.
Dan lagi ... bisa-bisanya disaat seperti ini Levi justru teringat perkataan bodoh Hange pagi tadi. Mendengar Mikasa marah padanya tadi, perasaan Levi serasa berkabut, dia ingin segera minta maaf meski tak tahu apa kesalahannya. Akan tetapi saat sudah bertemu ia justru melontarkan kata-kata yang mungkin bisa membuat Mikasa semakin marah padanya.
Ada apa dengan Levi sebenarnya?
Apakah dia sungguh-sungguh memiliki perasaan khusus kepada Mikasa?
“Ayo kita pulang, Mikasa. Lusa aku akan ada misi, saat itu kau boleh menginap disini tapi untuk hari ini kau harus pulang bersamaku." Bukan menjawab pertanyaan yang diberikan Mikasa sebelumnya, Levi malah bertindak egois dengan memaksa Mikasa untuk ikut pulang bersamanya.
"Aku ingin bertemu dengan Kenny Ackerman!" ungkap Mikasa.
"Untuk apa, Mikasa?"
"Tidak tahu, aku mungkin akan tahu untuk apa saat aku bertemu dengannya."
"Kau bisa bertemu dengannya nanti, kita pulang hari ini," bujuk Levi kembali.
"Tidak. Aku akan tetap disini. Kau pulanglah ke rumahmu sendiri."
Levi menghela napasnya agak kasar. Mengapa gadis pendiam ini tiba-tiba menjadi keras kepala?
"Mikasa, aku tidak ingin berbelit-belit lagi," ucap Levi tegas disetiap katanya, "ayo kita pulang," lanjutnya.
"SUDAH CUKUP, LEVI! MENGAPA KAU SANGAT MEMAKSA? AKU TIDAK INGIN PULANG! KAU PULANGLAH SENDIRI TANPAKU!" Emosi Mikasa meluap. Dia langsung beranjak meninggalkan Levi yang mematung karena luapan emosi Mikasa tersebut. Dia bahkan tak sempat mengatakan apa-apa lagi.
Terdengar suara pintu dibanting. Itu pasti dari Mikasa karena saat ini hanya ada Mikasa dan Sasha yang ada di barak sementara yang lainnya sedang pergi entah kemana.
"Katakan, Sasha. Darimana dia tahu namaku?" lirih Levi bertanya pada Sasha yang sejak tadi tak berani membuka suara.
"Maafkan aku, Kapten. Aku yang mengatakannya saat kami mengobrol tadi," cicit Sasha memberikan jawaban.
"Apakah dia bertanya tentang Kenny Ackerman?"
Sasha mengangguk pelan.
Senyum hampa terbit di wajah Levi. Sekarang, bagaimana dia menjelaskan pada Mikasa tentang hubungannya dengan Kenny Ackerman dan alasan dia tak ingin mempertemukan mereka, huh?
"Aku akan menginap disini!" putus Levi membuat Sasha merasa separuh napasnya baru saja diambil.
"Huh?!"
🖤🖤🖤
Published: 26 Agustus 2021
Udah 17 part dan endingnya masih belum ku tulis :(
Menurut perhitungan ku, akhir September cerita ini akan selesai. Aku tinggal nulis anti-klimaks sama part endingnya aja lagi, tapi males bangeeeeet. Ayo semangat, diriku!
I am on fire 🔥🔥🔥
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top