Dua Puluh Dua | Misi Dimulai

“Lama tidak bertemu, Mikasa.”

Gadis itu tersenyum lalu mengatakan, “ya, lama tidak bertemu, Midori neesama.”

Sosok yang dipanggil Midori oleh Mikasa itu tersenyum dengan menyeringai. Ini adalah kejutan. Ia tak menduga kalau Mikasa akan datang sendiri. Baguslah, setidaknya ia berkesempatan untuk membunuhnya dengan tangannya sendiri.

Mikasa maju selangkah. Tatapannya lurus ke arah Midori.

“Apakah Neesama ingin membunuhku?” tanya Mikasa dengan suara yang begitu tenang tak seirama dengan Midori yang langsung tertawa setelah mendengar pertanyaan Mikasa.

“Ternyata kau tahu?” ucapnya dengan suara angkuh sambil menahan agar tawanya tak kembali meledak. Keanggunan yang sebelumnya dilihat oleh Levi sekarang telah sirna dikarenakan gelak tawanya yang terdengar begitu memekikkan di tengah malam seperti sekarang ini.

“Maafkan aku, Midori neesama.” Mikasa menudukan kepalanya menyesal membuat Midori menaikan sebelah alisnya, penasaran kenapa gadis itu tiba-tiba meminta maaf. Sungguh jarang sekali terjadi atau bahkan mungkin ia tak pernah mendengarnya.

“Tapi aku,” suara Mikasa berubah tegas, “takkan mau dibunuh olehmu!” lanjutnya lantang.

Ia kemudian menoleh ke arah Levi yang sepertinya juga terkejut seperti Midori mendengar Mikasa yang begitu berani seperti sekarang ini. Levi tersenyum sementara Mikasa berjalan mendekat ke arahnya dan ekspresi Midori berubah murka mendengar penuturan Mikasa barusan.

“Maafkan kami, Kapten, karena menyelinap untuk datang kemari. Tapi ku mohon, izinkan kami bergabung dalam misi ini,” katanya yang dibalasi anggukan oleh Armin dan Eren bersamaan.

Levi mengulas senyum. Sepertinya ia takkan protes lagipula situasinya memang cukup gawat mengingat ada bom dibawah sana yang entah kapan akan meledak.

“Baiklah, kalian bertiga ku izinkan bergabung dalam misi ini,” jawab Levi.

Ia kemudian menoleh satu persatu pada anggota pasukannya tersebut.

“Armin, kau masuklah ke dalam kereta dan temui Marlo di gerbong tengah, ada bom disana. Kalian hentikan bom itu sebelum meledak,” instruksi Levi.

Pria itu lalu beralih pada Eren.

“Eren, kau juga masuk ke dalam kereta dan temui Hitch di gerbong belakang. Hitch sedang bersama Ratu Historia. Kau, lindungilah mereka bagaimanapun caranya.”

Dan terakhir Levi menoleh ke arah Mikasa.

“Mikasa,” panggil Levi. Terdengar lebih lembut tapi tetap tegas.  Perasaan hangat menjalar dalam diri Mikasa tatkala Levi menyebut namanya. “Kau sepertinya familiar dengan musuh di depan kita, karena itu bantu aku menghadapinya,” perintahnya.

“Semuanya,” kata Levi menatapi satu persatu anggota yang baru bergabung sebagai anggota dadakan pasukannya. “Misi dimulai sekarang!”

Segera setelah itu Armin dan Eren melompat masuk ke dalam kereta melalui jendela menjalankan misi mereka masing-masing yang telah diberikan oleh Levi.

Keadaan hening di atas kereta untuk sesaat setelah Armin dan Eren pergi darisana menyisakan hanya Levi, Mikasa, dan wanita bernama Midori Hizuru disana.

“Apakah kalian sudah selesai bicaranya?” tanya Midori dengan nada suara yang begitu menyebalkan di telinga Levi. Tentu saja, sebelumnya Midori dengan sabar menunggu dan membiarkan keempat orang di depannya tersebut berbicara. Sekarang adalah gilirannya untuk bicara. Tidak ada yang bisa menghalangi kehendaknya.

Kemudian Levi maju selangkah karena ingin mengahadapi Midori namun segera dihalangi oleh Mikasa. Dia menjulurkan tangannya ke depan Levi agar pria itu tak bisa lewat kemudian melemparkan sebuah senyuman yang mengisyaratkan untuk Levi percaya padanya. Agar Levi membiarkan Mikasa menyelesaikan urusannya.

Sejujurnya, Levi cukup terkejut melihat gadis itu tiba-tiba saja datang kemari dan bicara seperti bukan dirinya yang biasanya. Dia terlihat begitu tenang namun juga disamping ketenangan itu Levi dapat merasakan sesuatu yang cukup berbeda dari gadis itu sekarang.

Sebenarnya apa yang terjadi saat ia pergi?

Mikasa berjalan beberapa langkah, memperpendek jaraknya dengan Midori.

“Midori neesama,” panggilnya, “apakah kau ingin berduel denganku?” tawar Mikasa. Gadis itu mengangkat sebilah pedang yang ada di tangannya. Pedang yang diberikan Armin untuk menangkis peluru sebelumnya.

Midori menyeringai dengan tatapan meremehkan khas nya. Dia mungkin lebih suka bermain dengan pistol, tapi kemampuan berpedangnya juga tak bisa diremehkan. Midori bahkan lebih sering mengasah teknik berpedangnya dibanding kemampuan menembaknya. Jadi apakah tidak salah kalau Mikasa menantangnya berduel seperti sekarang ini, huh?

Tapi ....

“Baiklah, jika itu yang kau inginkan,” jawab Midori merasa kalau ia akan menang dengan mudah. Ia menarik pedang pendek yang tersimpan di dalam obi kimono nya. Sama sekali tak mengira sebelumnya kalau ia akan menggunakan pedang yang dibawanya hanya untuk berjaga-jaga tersebut tanpa ada niat untuk digunakan.

Pedang yang dikeluarkan Midori adalah jenis pedang pendek, panjangnya hanya sekitar 25 cm. Pedang jenis ini lebih cocok digunakan untuk menusuk lawan, tapi juga bisa digunakan untuk menebas.

Midori hampir tidak pernah menggunakannya untuk melawan musuh di luar karena menurutnya akan lebih praktis mengalahkan lawan hanya dengan satu tembakan di daerah vital.

“Apakah kau yakin, Mikasa?” tanya Levi tanpa ada maksud untuk meragukan Mikasa sedikitpun. Dia hanya tidak ingin menjadi orang yang melihat dan menonton saja.

Mikasa mengangguk. “Ya, aku sangat yakin,” jawab Mikasa.

Saat datang kemari, gadis itu memutuskan kalau ia takkan tinggal diam lagi. Jika perjanjian yang dikatakan oleh Kenny itu benar adanya dan itu memang untuk dirinya, maka Mikasa akan melindunginya.

Ia tidak peduli jika dikatakan egois sekarang ini karena ia benar-benar ingin menjadi egois untuk saat ini.

Apa salahnya jika menjadi egois untuk melindungi orang-orang yang disayanginya? Karena itu Mikasa takkan gentar berhadapan dengan Midori sebab melawannya hanyalah harga yang murah dari harga kebebasan yang ingin diraih oleh Mikasa.

🖤🖤🖤

Tidak ada orang disana ketika mereka melompat turun dari atap kereta. Wajar saja, karena gerbong tempat mereka turun adalah gerbong khusus yang diisi oleh sosok paling penting di Paradis.

Yang Mulia Ratu Historia sendiri.

Keadaan lengang itu tentu berbanding terbalik dengan situasi diatas sana. Sayup-sayup terdengar denting suara pedang sedang beradu dari sana yang menandakan pertempuran sudah dimulai.

“Sepertinya tidak ada orang disini,” kata Armin.

“Ya, kau benar.” Eren menanggapi. “Kalau begitu, kita berpisah disini saja.”

“Aku setuju.”

Mereka berdua kemudian langsung menuju ke tempat masing-masing sesuai dengan misi yang diberikan oleh Kapten mereka. Masing-masing dari mereka memiliki misi penting yang harus diselesaikan apapun yang terjadi.

Setengah mengedap-endap, Eren melintas hingga ke ujung gerbong kereta lalu menengok dari balik kaca pintu yang menjadi pembatas antar gerbong.

Keadaan yang sama, kosong dan lengang. Tak ada seorangpun disana.

Apakah pihak kerajaan menyewa seisi kereta untuk diri mereka sendiri? Mungkin kalau memang benar begitu akan bagus karena jika kemungkinan terburuk terjadi takkan ada korban dari warga sipil.

Atau setidaknya begitulah harapan Eren karena pada kenyataannya di gerbong-gerbong di depan sana, ada banyak penumpang yang juga menumpangi kereta tersebut. Karena itu, tanggung jawab akan nyawa mereka sedang berada di tangan Eren dan teman-temannya sekarang.

Setelah melewati sekitar lima gerbong kereta, langkah Eren terhenti saat hendak masuk ke gerbong berikutnya. Hanya tersisa tiga gerbong disana. Akan tetapi Eren tak bisa melewatinya secara langsung seperti sebelumnya. Ada banyak penjaga yang berjaga disana dan Eren yakin di gerbong-gerbong selanjutnya akan lebih banyak lagi orang yang berjaga. Ia tak bisa lewat begitu saja.

Mata Eren menjelajah, menyusuri lorong gerbong sepanjang sepuluh meter tersebut. Di kiri dan kanan terdapat total empat kompartemen yang sepertinya juga kosong.

Sekedar memastikan, Eren kemudian mengecek ke tiap kompartemen yang ada disana. Memastikan kalau tidak ada orang disana atau juga kalau ia beruntung ia bisa mendapatkan sesuatu yang mungkin dapat membantunya melewati gerbong-gerbong di depannya.

Tiga kompartemen telah Eren periksa dan ia tidak menemukan sesuatu apapun disana selain ruangan kosong. Ia pun berjalan mendekati kompartemen terakhir. Tangannya bergerak perlahan memutar kenop pintu kompartemen tersebut.

Perlahan, pintu nya terbuka. Sekilas ia melihat bayangan seorang perempuan duduk meringkuk di salah satu sudut kompartemen tersebut sambil menatapnya lalu pandangannya memburam.

Eren jatuh pingsan karena sebuah tepukan di lehernya. Untuk sedetik sebelum ia kehilangan kesadarannya ia mendengar pekikan dari seorang perempuan yang memanggil namanya.

“Eren!”

🖤🖤🖤

Published: 130921

Ranisa's note

Gomennee baru publish jam segini gak seperti biasa, gak ada yang nungguin kan?

Mau publish dari pagi, tapi mager gak ada niat. Siang juga pas senggang rasanya males jadi aku putusin malam aja sekalian publish nya yang penting gak kelewat hari.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top