1. Misi
Aku nyaris putus asa melihat jumlah views dari berita yang sudah diterbitkan beberapa hari yang lalu itu. Kalau gini, gimana bisa aku dapet uang lebih??
"Ngapa Ka?" Tanya Krisna, teman yang mejanya bersebelahan denganku.
"Susah yaa jadi journalist sekarang ini."
"Jangan idealis makanya Ka, tulis aja apa yang lagi hits sekarang, kasih bumbu-bumbu sedikit. Rame deh!"
"Gue gak mau kaya gitu."
"Ya berarti udah resiko elu, Ka!"
Aku cemberut, kemudian beralih ke notesku yang sudah kumal, pemberian dari Ayah saat kuberi tahu bahwa cita-citaku adalah menjadi seorang jurnalis.
"Makan siang gak?" Krisna bertanya lagi.
"Gue bawa bekel, lo makan sana gih."
"Yaudah, gue cari makan sekalian cari berita yaa, gak balik kantor lagi kayanya."
"Yoo, hati-hati, Kris!"
Krisna berdiri, mejanya ini persis di sebelahku, ia meletakkan kotak donat di mejaku.
"Nihh, ada sisa dua, lo abisin yaa!" Serunya. Aku tersenyum sambil mengangguk.
Ketika Krisna pergi, aku mengambil donat yang ia berikan, kebetulan banget yang tersisa rasa oreo dan matcha, dua rasa kesukaanku. Dan, lumayan buat ganjel perut, aku bohong soal bawa bekel.
"Dwikaaa! Dicari Pak Nugra tuhhh." Terdengar seruan Mbak Isty dari seberang ruangan.
"Okee Mbak!" Meletakkan donat kembali pada kardusnya, aku segera beranjak dari kursiku dan berjalan menuju tangga, ke ruang Pak Nugraha di lantai atas.
"Mbak Yunet, Pak Nugra ada? Katanya saya dipanggil." Ucapku kepada sekretaris Pak Nugra.
"Sebentar Mbak Kika, Bapak lagi ngobrol sama Pak Dian."
"Oke mbak." Aku langsung duduk di kursi tunggu, memainkan bolpen, mengetuk-ngetuknya ke notes bersampul kulit yang kubawa kemanapun.
Sekitar lima menit menunggu, Pak Dian keluar dari ruangan Pak Nugra, jadi langsung saja aku menghadap boss-ku ini.
"Sore, Pak." Sapaku.
"Ya Dwika, duduk!"
Aku mengangguk dan langsung duduk di kursi di hadapannya.
"Gini, Ka. Saya bingung ngomongnya gimana."
Aku diam. Ini pasti karena tulisanku yang sangat sepi pembaca. Ya tuhan!!
"Saya gak dipecat kan Pak??" Tanyaku langsung. Kulihat Pak Nugra tersenyum kecut.
"Gak gitu, jujur, saya suka tulisan kamu. Kamu nulis berita yang beneran berita berisi. Tapi Ka... itu terlalu serius. Coba sesekali clickbait, gak dosa kok!"
"Tapi Pak..."
"Saya tahu, gak sreg kan kamu?"
"Iya, Pak." Ucapku pelan sambil mengangguk.
"Gini aja, nih kamu liat!" Pak Nugra tiba-tiba memberikanku sebuah map, dengan penasaran kubuka map tersebut dan agak sedikit ngeri melihat dalamnya.
Kopi-an berkas-berkas kepolisian, hasil forensik, gugatan persidangan dan lain sebagainya.
"Saya minta kamu kulik berita tentang Satrio Pamungkas, gak usah buru-buru, tapi pastikan kamu dapat semua info, di sela itu, kamu juga tetep harus publish berita. Oke?"
"Saya gak dipecat Pak?"
"Kalo kamu bisa bikin berita ini, kerjain tugas dari saya, kamu bisa terus kerja di Veritas."
"Baik, Pak! Makasi, Pak!"
"Yaudah sana balik! Mulai susun rencana investigasi kamu malam in!"
"Baik Pak, saya pamit ya!" Aku meraup berkas-berkas berharga tadi dalam dekapanku, bersamaan dengan notes lusuhku.
Kembali ke meja, aku kaget saat melihat mejaku bersih.
Donatnya kemana??????
Melirik sekitar, hatiku sedih ketika melihat box donat pemberian Krisna ada di tempat sampah, dan di sampingnya ada Pak Mulya, yang sedang bebersih.
Ya ampun Pak, aku nih belum makan lohh.
Getaran ponsel di saku celana membuatku teralih, membuat perasaanku semakin tak karuan saat melihat nama yang muncul di layar.
"Apa??" Ucapku menjawab panggilannya.
"Balik ke mana lu??"
"Ke rumah! Ayah lagi gak enak badan."
"Halah! Bokap lo udah tua, bentar lagi juga mati, mending lo urusin gue!"
"Gak! Adek gue lagi banyak tugas, kasian dia kalo harus ngurus Ayah juga."
"Gue transfer lima juta gimana? Balik ke tempat gue, suruh adek lo jagain Bokap lo."
"Gak!" Kataku tegas lalu menutup panggilannya.
Entah ini kutukan dari tuhan yang keberapa. Kenapa aku harus mencintai cowok gila yang selalu kasar padaku? Tidak mencintai keluargaku dan hanya peduli pada selangkangan saja?? Goshhh!!
Aku merapikan meja, memasukan berkas-berkas penting ke dalam tas lalu keluar meninggalkan kantor.
Di jalan, aku mampir ke rumah makan padang, membeli dua bungkus nasi dengan lauk telor dadar. Setelah itu, baru aku melanjutkan perjalanan ke rumah.
"Assalammualikum!" Seruku ketika memasuki rumah, tidak ada sautan, mungkin Ayah sedang tidur.
Membuka pintu kamar pelan, kulihat Ayah yang tertidur. Ketika sedang menutup pintu, eh pintu depan terbuka, Trinity, adikku masuk ke dalam rumah.
"Mbak pulang?" Tanyanya.
"Iya, kan mbak baca chat kamu, banyak tugas. Dari mana Tri?"
"Dari warung, beli gula, Ayah minta dibikinin teh manis terus."
Aku dan Tri duduk di ruang makan, saling tersenyum memahami keadaan.
"Lulus sekolah, aku mau langsung cari kerja, biar Mbak Kika gak harus nanggung semua sendiri." Katanya tiba-tiba.
"Maaf yaa, Mbak gak bisa kuliahin kamu."
"Gak apa-apa, Mbak. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Aku tau, Mbak Kika pengin banget jadi jurnalis, nulis berita, blow up kasus, tapi Mbak, di Veritas mbak Kika gitu-gitu aja, platform itu isi beritanya gak ada yang bermutu, kebanyakan bahas gosip, dan yang gak jelas. Mbak Kika layak kerja di tempat lain."
"Dek, tempat lain kebanyakan nerimanya sarjana kaloga yang pengalamannya di atas 5 tahun."
"Ya cari kerjaan lain, Mbak."
Aku diam. Mungkin Tri benar, aku sebelumnya memang pernah kerja di sebuah Agency, gajiku lumayan, tapi aku berhenti karena ingin mengejar cita-cita. Mungkin aku terlalu egois.
"Tenang dek, Mbak lagi mau kerjain satu kasus, doain Mbak bisa ungkap kasus ini ya? Kalau ini gak sukses, Mbak janji Mbak bakalan cari kerjaan yang lebih baik, yang gajinya lebih gede. Janji!" Kataku bersumpah.
"Oke Mbak!"
"Oh iya, tadi mbak beli nasi padang, cuma dua bungkus, kita bagi tiga aja ya? Makannya pas Ayah bangun."
Trinity mengangguk.
*********
Malam ini, aku menyusun peta konsep yang memuat langkah-langkahku dalam menggali berita soal Satrio Pamungkas yang kasusnya heboh 3 bulan lalu, namun entah kenapa, berita tentangnya tiba-tiba padam. Semua media seolah berhenti membicarakannya, dan tentu saja, tempat kerja ku tidak ada yang menulis berita tentangnya.
Kasus pembunuhan berencana 5 orang staf kepresidenan tidak menarik di mata orang-orang kantorku. Aku sendiri ingin menulis tapi tidak punya sumber apapun, tapi kali ini, aku ingin menggali lebih jauh.
*******
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter
Ps: new story, new universe
Latarnya gak tau kota apa, mungkin Bogor biar aku udah kenal sm kota tercinta ini, tapi ya ditambah-tambahin dikit lah yhaa xoxo
Pss: warning 18+
Psss: setting waktunya di masa depan yaak, taroh laah 2085 wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top