TWO
Halo, Teman-teman. Aku kembali mengunggah cerita Ayah Untuk Mara. Sampai hari ini aku masih meng-update pendek-pendek sebab aku belum yakin apa kalian menyukai cerita ini. Jadi tulis di komen ya, apa kalian suka dan ingin aku melanjutkan. Aku bukan insecure, cuma impostor. Baca di ikavihara.com jika ingin tahu cerita mengenai aku dan impostor.
Terima kasih.
Love, Vihara (IG/TWITTER/FACEBOOK/LINE : ikavihara)
***Jalan hidupnya menjadi seorang ibu agak berbeda dengan ibu pada umumnya. Biasanya, seorang wanita hamil terlebih dahulu lalu melahirkan sebelum menyandang jabatan mulia itu. Pada dua masa penting tersebut, paling tidak, calon ibu sempat mencari tahu, baik melalui buku, internet, teman, dokter, mertua, orangtua, dan lain-lain, mengenai apa-apa yang harus disiapkan ketika anaknya sudah lahir nanti. Termasuk menyiapkan mental. Karena, seorang ibu haruslah kuat, baik fisik maupun kejiwaannya.
Sedangkan Edna, dia tidak melakukan semua persiapan tersebut. Setelah kakaknya meninggal, dia langsung menjadi ibu bagi seorang bayi berusia dua bulan. Bayi lucu yang tidak paham bahwa dia kehilangan kedua orangtua dalam waktu bersamaan. Edna tidak akan pernah mengingkari bahwa bulan-bulan pertama hidup bersama Mara membuatnya frustrasi. Akibatnya dia kesulitan membagi waktu antara bayi dan E&E—bakery warisan Elma. Kalau tidak ada staf-staf terbaik pilihan Elma, mungkin Edna sudah kehilangan bisnis tersebut dan dia tidak akan bisa menafkahi anaknya.
Berbeda dengan keluarga Rafka yang terkungkung duka dan kehilangan dalam waktu lama, Edna tidak memiliki banyak waktu untuk bersedih dan meratap. Setiap kali dia ingin duduk melamun dan menangis, Mara meminta perhatian. Ketika dia tidak ingin pergi bekerja dan hanya ingin meringkuk di bawah selimut, dia ingat ada lebih dari sepuluh orang yang menggantungkan hidup padanya. Pada kemampuannya untuk terus menjalankan usaha. Cukup Elma yang pergi dari dunia ini, pegawainya tidak perlu ikut mati kelaparan juga. Baru pada malam hari, ketika Mara sudah terlelap dan Edna duduk di ruang tengah memandangi foto keluarga, kesepian merayapinya. Dari semua orang yang berada di dalam foto, hanya dia dan Mara yang masih hidup. Saat sedang memikirkan nasibnya, dalam hati Edna berjanji akan melakukan yang terbaik untuk Mara. Selamanya Mara tidak akan pernah kekurangan cinta, Edna memastikan.
"Mama ... japah...." Mara menunjuk boneka jerapahnya yang terjatuh di lantai mobil.
"Jangan dilempar, Sayang." Edna tersenyum dan menoleh ke belakang, ketika mobilnya berhenti di lampu merah. Mara, yang duduk di car seat-nya, menatap Edna dengan mata bulat dan beningnya, memamerkan gigi-gigi kecilnya. "Mama nggak bisa ambil sekarang. Sebentar lagi kita sampai di rumah Mumma. Mara mau main sama Mumma dan Ukki? Sama Tante Alesha?"
Sejak bangun subuh tadi, Edna tidak kalah semangat dari Mara. Semenjak orangtua Rafka mempercayainya untuk mengasuh Mara, Edna semakin menikmati kebersamaan dengan keluarga Rafka. Mau bagaimana lagi? Seminggu sekali dia rajin mengantar dan menemani Mara untuk menghabiskan waktu bersama kakek dan neneknya. Atau Mumma dan Ukki, begitu Mara memanggil mereka. Orangtua Rafka memperlakukannya seperti dia adalah bagian dari anggota keluarga. Alesha sudah menjadi salah satu sahabat Edna. Hari Kamis kemarin, Alesha, kembali dari luar negeri dan berjanji membawakan banyak oleh-oleh untuk dirinya dan Mara.
Kenapa kunjungan ke rumah kakek dan nenek Mara kali ini berbeda? Sebab tiga hari lagi lebaran. Karena sudah tidak punya keluarga lagi, Edna selalu menghabiskan libur lebaran dan libur-libur yang lain bersama kakek dan nenek Mara. Dia dan Mara satu paket. Ke mana-mana selalu bersama.
Setelah memastikan Mara tidak menangis karena bonekanya terjatuh, Edna kembali fokus pada jalanan di depannya. Kalau membicarakan keluarga Rafka, Edna teringat pada Alwin. Semestinya Edna mulai membuka komunikasi dengan Alwin. Siapa tahu Alwin melunak dan mau mengenal keponakannya. Bagaimana pun juga, dia adalah satu-satunya paman Mara. Sosok laki-laki yang akan memegang peran penting dalam hidup Mara, yang telah kehilangan ayahnya.
Selama ini Alwin tidak hidup di Indonesia, sehingga Edna menemukan pembenaran atas keputusannya untuk tidak mencoba menyambungkan tali kasih antara paman dan keponakannya. Apa gunanya Alwin dan Mara kenal, mereka tidak akan pernah bisa dekat sebab pada kenyataannya jarak di antara mereka membentang sedemikian jauhnya. Atau sebenarnya memang Edna tidak ingin berurusan dengan Alwin. Sebab tidak ingin angan-angan bodohnya semasa muda dulu hidup kembali.
***
"Sebentar, Sayang." Edna membebaskan Mara dari sabuk pengaman. Semenjak mobilnya berbelok ke halaman rumah nenek Mara, gadis kecil tersebut tidak sabar ingin turun.
"Kupu-kupu!" Begitu menginjak tanah dan melihat kupu-kupu berwarna kuning di atas bunga azalea yang tengah mekar, Mara berteriak dengan riang. Tangan mungilnya bergerak, berusaha menyentuh hewan yang menarik perhatiannya.
"Jangan jauh-jauh, Sayang, Mama turunkan tas dulu." Edna membuka bagasi, dari sudut matanya dia memastikan Mara tidak berlari menjauh darinya.
"Mama, kupu-kupu pelgi."
Karena dia akan menghabiskan libur lebaran di sini, barang bawaannya agak banyak. Kebanyakan keperluan Mara. Anaknya tidak bisa tidur kalau tidak ditemani selimut berwarna merah muda yang sudah bersamanya semenjak masih bayi. Atau Henry, si boneka kelinci, yang telinganya sudah disambung dua kali oleh Edna. Juga buku-buku cerita pengantar tidur.
"Papa!"
Mendengar suara Mara, Edna memutar tubuh dengan cepat. Totebag berisi buku cerita bergambar milik Mara terlepas dari tangan dan isinya berjatuhan. Edna tidak sempat merasakan sakit karena sudut buku hardcover mengenai kakinya. Tatapan matanya nanar memandang Mara yang tengah berdiri berhadapan dengan Alwin di teras. Satu tangan Alwin masih berada di pegangan pintu. Dari tempatnya berdiri, Edna tidak bisa menilai siapa yang lebih terpesona kepada siapa. Alwin atau Mara.
"Papa?" ulang Mara lagi, kali ini dengan sedikit tidak yakin.
Cepat-cepat Edna menghampiri mereka dan mengangkat Mara ke gendongan. Bibirnya sudah terbuka, hendak menjelaskan maksud Mara kepada Alwin, namun laki-laki tersebut lebih dulu menutup pintu di belakangnya, mengangguk kepada Edna sekilas dan bergerak menuju garasi. Tanpa mengatakan sepatah kata pun kepada Mara. Edna memejamkan mata. Tidak sanggup mengikuti arah pandangan Mara. Yang tidak lepas dari Alwin, hingga laki-laki itu menghilang dari hadapan mereka. Ini kali pertama Mara jatuh cinta, Edna tahu. Kepada seorang laki-laki yang salah dia kira sebagai ayahnya. Mara sudah kehilangan kedua orangtuanya, dia tidak perlu menerima penolakan dari paman kandungnya seperti ini.
"Mara masuk dulu, Sayang. Mama ambil tas kita." Edna membuka pintu lalu menurunkan Mara. "Salam dulu sama Mumma dan Ukki."
Setelah Mara berlari ke dalam rumah dan meneriakkan salam untuk kakek dan neneknya, Edna kembali berjalan menuju mobil dan memunguti buku-buku yang jatuh. Bukan tanpa alasan Mara mengira Alwin adalah ayahnya. Sengaja Edna memajang foto Rafka dan Elma di kamar Mara. Setiap malam sebelum tidur, Edna tidak pernah lupa memberi tahu Mara bahwa kedua orang tersebut adalah mama dan papanya. Seharusnya Edna bisa mengantisipasi pertemuan pertama Mara dengan Alwin. Jika dalam kepala kecilnya Mara mengasumsikan Edna—yang hanya 50% mirip dengan Elma—adalah orang yang sama dengan wanita yang fotonya menghiasi kamar Mara, maka Mara akan menganggap Alwin adalah laki-laki di foto tersebut. Ditambah wajah mereka serupa.
Sering Mara menanyakan Papa ke mana. Edna mengatakan Papa sudah meninggal dan tidak akan kembali ke sini untuk menemui Mara. Sayangnya, Mara belum mengenal konsep kematian dan Edna merasa belum waktunya menjelaskan hal rumit seperti itu kepada Mara.
Edna menggelengkan kepala dan menutup bagasi mobilnya. Ekspresi Alwin saat Mara memanggilnya Papa menarik sekali. Laki-laki yang penuh rasa percaya diri dan keberanian itu—kapan pun dipanggil menghadap presiden negara mana pun, Alwin pasti siap—tampak tidak tahu harus berbuat apa. Kecuali melarikan diri. Secepat-cepatnya. Sejauh-jauhnya. Supaya tidak perlu berurusan dengan Mara.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top