TWELVE
Ikut giveaway di akun Instagramku ya. Cari gambar seperti di bawah ini:
***
Sembilan puluh juta orang memainkan salah satu game buatannya setiap hari. Tidak perlu menengok laporan keuangan untuk menghitung pendapatan perusahaannya, Basilisk, setiap hari. Minimal dua persen pengguna rela mengeluarkan satu dolar untuk membeli boost, extra moves, dan bebagai macam fitur yang bisa mendukung mereka untuk naik level dan memecahkan rekor skor. Berarti bulan ini, Basilisk, yang dia dirikan bersama tiga teman kuliahnya di Stanford, memperoleh pemasukan, yang secara kasar bisa disimpulkan, minimal dua juta dolar.
"Champagne!" Leland berdiri memimpin perayaan.
Rumah dua lantai peninggalan orangtua Leland di Emerson Street menjadi salah satu kantor Basilisk sejak lima tahun yang lalu. Pada awal terbentuknya Basilisk, investor yang membiayai project pertama mereka, mewajibkan mereka untuk tinggal di Silicon Valey, tetapi setelah Basilisk mulai terbang tinggi, para founder pindah berkantor ke sini. Alwin bahkan tinggal di sini—di kantor—bersama Leland dan berhenti menyewa apartemen.
Alwin memperhatikan tiga rekannya, Leland, Matt, dan Trey, saling membenturkan flutes, merayakan keberhasilan mereka.
Bermain game memang menyenangkan. Tetapi berkecimpung di dalam bisnis ini? Lain cerita. Tidak banyak game yang bisa mencapai level megahit. Ini game ke-47 yang telah dibuat Alwin bersama ketiga temannya. Half of their games became a hit. Five of them marked as megahit. Semua pencapaian itu setidaknya, bisa membuat Basilisk bernapas sangat lega karena punya modal untuk bertahan hidup dan terus mengeluarkan game-game baru.
Apa yang diperlukan untuk membangun bisnis berbasis teknologi informasi seperti Basilisk? Bukan kecerdasan. Buktinya tiga temannya menempati ranking terendah di jurusan mereka dan harus mengulang prelim sebanyak dua kali sebelum menjadi PhD candidates. Bukan juga kemampuan programming. Sebagai orang yang mendapat pendidikan formal dalam bidang ini, Alwin bukan termasuk yang terbaik. Kemampuannya biasa-biasa saja. Idenya juga tidak unik. Belum lagi, game buatan mereka harus bersaing dengan banyak game bagus di luar sana.
Yang dibutuhkan untuk sukses dalam bidang ini hanya dua hal. Pertama adalah fokus. Fokus pada satu hal ini saja. Basilisk. Lupakan keluarga, lupakan bersenang-senang, lupakan tidur, lupakan pacaran, lupakan segala hal selain Basilisk. Perlu bernapas, makan, dan buang air? Lakukan sambil memikirkan Basilisk.
Nomor dua yang diperlukan adalah, saling bergandengan tangan dengan teman setim. Mereka selalu bertahan bersama karena ingat pengorbanan yang mereka lakukan demi Basilisk: Leland rela hidup terpisah dari istri dan anaknya, Trey keluar dari pekerjaannya di Cisco, Matt menghabiskan uang tabungannya untuk biaya hidup selama mereka tidak punya penghasilan, dan Alwin mengorbankan waktu yang seharusnya dia gunakan untuk mengunjungi kedua orangtuanya.
Hari ini, sudah lima tahun berlalu sejak Alwin kehilangan wanita yang—dia pikir—terbaik untuknya. Wanita yang ternyata tidak mencintainya. Alwin sudah sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada wanita yang sempurna. Kurang apa Elma? Cantik. Berpendidikan. Mandiri. Cerdas. Tetapi dia tidak setia.
Dengan pemahaman tersebut, sekarang, yang harus dilakukan Alwin adalah menerima kelebihan dan kekurangan Edna. Edna memang bukan Elma, tetapi bisa jadi, Edna setia. Bersama Edna, Alwin harus berusaha membuat pernikahan mereka berjalan dengan sebaik-baiknya, seperti pasal dalam perjanjian yang mereka sepakati. Sebisa mungkin mereka akan mengusahakan untuk tidak berpisah. Menikah sekali saja sudah merepotkan begini, mengulang prosesnya bersama orang lain hanya akan membuat dirinya susah sendiri.
Alwin mengumpulkan daging-daging yang selesai dipanggang ke atas piring dan membawanya ke teras belakang, lalu mengelap tangannya ketika ponselnya berbunyi.
"To what do I owe this pleasure?" tanya Alwin begitu menempelkan ponselnya di telinga. WhatsApp call dari Edna. Sesuatu yang tidak biasa. Alwin bergerak ke dalam rumah, mencari tempat yang sedikit tenang untuk bicara.
"Aku setuju kamu bilang aku perlu mobil baru." Edna tidak terdengar ingin bercanda. "Aku terpaksa mengizinkanmu membelikanku mobil baru."
Memang sejak Alwin berangkat ke Amerika hampir sebulan yang lalu, komunikasi mereka hanya sebatas membahas keperluan pernikahan. Bukan Alwin tidak ingin mencoba mengenal Edna dengan sering-sering mengobrol dengannya, hanya saja persiapan untuk proyek barunya benar-benar menyita waktu. Memikirkan topik percakapan yang menarik dengan Edna mustahil dilakukan. Tetapi tidak masalah. Setelah ini mereka akan tinggal satu rumah dan punya banyak waktu untuk mengenal lebih dalam.
"Tapi, Demi Tuhan, Al, Lexus?! Itu harganya bahkan lebih mahal daripada aset bakery-ku." Di telinga Alwin, Edna lebih terdengar marah dan tidak terima, daripada senang dan berterima kasih untuk mobil barunya.
"Bagus." Dalam kepalanya Alwin merayakan kemenangan pertamanya. Ternyata toko yang diberikan Rafka kepada Elma nilainya tidak sebesar itu.
"Apanya yang bagus?!" teriak Edna frustrasi. "Rumah yang kamu tunjukkan kemarin, itu sudah sangat berlebihan menurutku. Sekarang mobil?! Besok apa lagi?! Kamu mau membelikan aku pesawat?!"
"Kalau kamu menginginkan, aku bisa membelinya. Ditambah paket tour ke bulan, mungkin?" Alwin mencoba bercanda.
"Aku menikah denganmu hanya karena aku ingin terus bersama Mara. Aku nggak butuh apa-apa selain Mara. Jangan membuatku merasa murah dengan memberiku benda-benda mewah yang nggak kuperlukan. Kembalikan mobil itu ke dealer!"
"Aku belajar dari kesalahan masa lalu." Kali ini Alwin tidak ingin lagi Edna mendebatnya. "Wanita yang kucintai memilih untuk menikah dengan laki-laki yang lebih bisa memberinya banyak hal. Rumah, toko...."
"Ah!" Edna memotong. "Jadi ini karena Elma dan Rafka? Kamu melakukan semua ini karena ingin membuktikan bahwa uangmu lebih banyak daripada Rafka?"
"Try me, Honey. Menurutmu apa alasan wanita menikah dengan laki-laki yang baru dikenalnya, selain karena laki-laki tersebut menawarkan uang?" Sejak sudah cakap hukum, Rafka mulai memimpin perusahaan keluarga dan punya cukup uang untuk membeli cinta Elma. Berbeda dengan Alwin yang baru belajar menghasilkan uang dari hobinya ketika lulus undergraduate. Saat Rafka sudah mapan, Alwin masih sibuk mencari pengakuan dari dunia akan kehebatannya.
"Apa kamu sadar kamu baru saja menghina orangtua kami?!" suara Edna sarat dengan kemarahan. "Orangtua kami nggak pernah mengajari kami untuk bergantung pada orang lain! Apalagi minta-minta! Mengemis kepada orang lain. Meskipun kami kesulitan keuangan setelah mereka meninggal, kami tetap hidup karena kami bekerja keras. Elma menikah dengan Rafka bukan karena harta, tapi karena mereka saling mencintai."
"Kenyataannya kakakmu memilih laki-laki yang punya lebih banyak uang, Edna."
"Ketika kamu kembali ke Amerika untuk menyelesaikan kuliahmu, Elma dan Rafka...."
"Were cheating on me," potong Alwin.
Alwin masih ingat pertemuan pertamanya dengan Elma. Saat itu, Alwin yang sedang libur kuliah mengunjungi rumah Donny, teman kuliahnya. Di sana Alwin bertemu Elma, yang tengah mengunjungi adik Donny. Alwin menawarkan untuk mengantar Elma pulang dan mereka melanjutkan pertemuan di luar setelah hari itu. Pada bulan kedua pertemanan mereka, Alwin menyatakan cinta. Ketika dia meminta Elma untuk menjadi kekasihnya, Elma mengiyakan sambil tersenyum bahagia. Bahkan demi hubungan barunya, Alwin cuti kuliah. Setelah merasa hubungan mereka stabil, Alwin kembali ke Amerika untuk menyelesaikan pendidikan. Kalau tidak segera kembali dilanjutkan, dia akan semakin tua dan malas.
Tidak ada masalah berarti dalam hubungan jarak jauh mereka. Elma sedang sibuk belajar dan bekerja demi cita-citanya. Alwin juga sama. Setiap hari mereka bicara dan enam bulan sekali mereka bertemu. Setelah tiga tahun bersama, Alwin sudah yakin ingin menikah dengan Elma, namun Elma mengatakan belum siap. Dengan penuh pengertian, Alwin bersedia memberi Elma waktu. Keputusan yang salah. Sebab pada ujung rentang waktu tersebut Elma berubah pikiran dan mengatakan kepada Alwin bahwa Elma tidak bisa menikah dengannya. Dengan alasan tidak mencintainya. Bahkan Elma jatuh cinta pada orang lain. Atau bukan orang lain, karena Elma memilih Rafka.
Mengabaikan komentar Alwin, Edna menambahkan, "Rafka mendengarkan apa yang diinginkan Elma. Apa cita-cita terbesar Elma. Kakakmu mengajari Elma bagaimana memulai bisnis, meyakinkan Elma bahwa dia pasti bisa mewujudkan apa yang selama ini dia angankan. Bukan sibuk menyuruh Elma melupakan mimpinya dan membujuknya agar mau pindah ke Amerika untuk ikut denganmu, laki-laki yang hanya memikirkan dirinya sendiri."
Setelahmenikah dengan Rafka, rasa bersalah masih menghantui Elma. Lebih-lebih ketikamengetahui bahwa Alwin memilih untuk tidak banyak berurusan dengan keluarganyadi Indonesia. Kepada Edna, Elma menceritakan apa yang dia rasakan. Cinta Elmakepada Rafka tidak dangkal, meski perkenalannya dengan Rafka lebih singkatdaripada hubungannya dengan Alwin. Tidak hanya sebatas membuat jantung berdebarlebih kencang atau hati berbunga, Elma mengakui bahwa Rafka bisa memahaminya,lebih baik daripada siapa pun di dunia. Mengerti bahwa Elma, ketika sudahmenikah, tidak akan diam di rumah dan hanya menghitung uang suaminya. Elmaingin berkarya. Di sini. Di Indonesia. "Menurutmuapa yang akan dilakukan Elma kalau ikut denganmu pindah ke Amerika, Al?Bertepuk tangan untuk kesuksesanmu? Menghiasi sisimu setiap kali kamu menerima penghargaan?
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top