08 -- Tugas
Melinoe diusir ke dunia manusia setelah kabar tentang janjinya yang ternodai efek panah Eros menyebar luas ke telinga para dewa-dewi. Ia masihlah seorang dewi, tetapi kekuatannya langsung berkurang drastis begitu ia sudah diasingkan oleh Hades. Warna kulit yang semula berwarna hitam dan putih, kini berubah menjadi warna kulit manusia seperti pada umumnya.
Namun, sebelum Melinoe benar-benar diusir, Hermes sempat datang menemuinya. Pria tampan itu memberikan gulungan kertas berisi titah Hera kepadanya.
Saat masih tinggal di Dunia Bawah, ia hanya berhak diperintah oleh Hades dan Persephone, tetapi karena sekarang Melinoe akan tinggal di dunia manusia yang masih hidup, Zeus dan Hera berhak untuk memerintah Melinoe.
Dalam kertas titipan dari Hera, di sana menjelaskan kalau selama Melinoe tinggal di dunia manusia, ia ditugaskan untuk mencari Orion dan menjadikan pria itu menuruti semua perintah Hera di masa depan.
"Apa ini artinya aku ikut andil dalam ramalan yang seringkali aku bisikkan kepada Apollo melalui mimpi? Yang benar saja ...."
Hades menatap putrinya dengan ekspresi datar. "Ya, kau memang harus melakukannya. Efek panah cinta Eros itu sangat besar untuk seseorang yang jarang jatuh cinta. Kau tidak akan sanggup untuk jauh-jauh dari Apollo."
Hades jadi ingat saat dirinya jatuh cinta kepada Persephone dulu. Pria itu benar-benar naif saat sedang jatuh cinta. Wajah pucatnya pun memerah samar. "Aku sudah pernah merasakannya."
Melinoe mendengkus pelan, kemudian menoleh ke arah Persephone untuk meminta pendapat dari dewi itu sebelum ia benar-benar berbaur dengan manusia.
"Mama juga berharap nasib cintamu mujur, Melinoe. Untuk tugas dari Hera, sebaiknya kau jangan terlalu menurut padanya. Ingat baik-baik kalau Orion punya alasan mengapa dirinya dilahirkan kembali. Mama yakin kau lebih paham dengan tugas itu karena selama ini kau sendiri yang memberi tanda di mimpi Apollo."
Oke. Mau mengeluh macam apalagi, mau tidak mau Melinoe memang harus pergi ke dunia manusia. Entah apa yang akan ia temukan nanti, tetapi yang pasti efek panah Eros terhadapnya memang lumayan berpengaruh.
Melinoe lantas memeluk Persephone. "Melinoe pergi, Ma. Jaga diri baik-baik di sini."
Melinoe melepas pelukan, lantas tersenyum kecil saat menghadap Hades. "Jaga Mama baik-baik, Pa. Jangan biarkan dia bertengkar lagi dengan Aphrodite atau yang lain. Selama aku berada di dunia manusia, aku hanya akan mengurus hal tentang roh yang ada di sana. Selebihnya, Papa bisa menyerahkan sebagian tugasku kepada ketiga graiai atau Hecate."
Hades mengangguk pelan, kemudian menyodorkan sebuah kalung perak berliontin batu zamrud dengan lambang dwisula yang menempel di atasnya kepada Melinoe. "Kalung ini akan membantumu saat kau sedang dalam keadaan terdesak. Kalung ini juga merupakan simbol kalau kau adalah orang dari Dunia Bawah yang saat ini sedang dihukum olehku."
Setelah menerima kalung dari Hades, Melinoe tidak lagi mendapati kehadiran kedua orang tuanya. Mereka menghilang dalam sekejap.
¤¤¤¤¤¤¤
Hawa kering nan dingin di musim gugur dipadukan dengan sinar matahari yang terbenam, semilir angin pun menjatuhkan daun-daun di pepohonan ke tanah.
Seorang pria tinggi berlari menembus pasar yang ramai karena tengah dikejar oleh dua orang laki-laki yang tidak terima dengan ulah nakal pria itu.
"Aku benar-benar tidak mengambil obolos milikmu, Tuan! Putrimu sendiri yang memberikannya kepadaku!"
Sang pria berambut hitam legam dengan warna iris mata yang senada itu berlari zig-zag untuk menyulitkan kedua orang yang masih mengejarnya. Berkali-kali dirinya menabrak pengunjung pasar, hampir membuat seorang pengangkut gandum jatuh, dan berhasil memicu keributan di sebuah rumah makan yang penuh dengan gadis karena wajahnya yang teramat tampan.
Namanya Rion. Ibunya merupakan seorang manusia biasa yang selama ini menjual kain-kain berkualitas tinggi. Walau begitu, sampai hari ini Rion tidak tahu siapa dan dari mana ayahnya berasal. Bahkan di saat-saat sang ibu akan tiada, wanita itu hanya mengatakan jika Rion ingin dekat dengan sang ayah, maka dirinya bisa mendatangi Kuil Ares.
"Oy, Rion! Kalau kau terus saja berlari, maka mulai hari ini kau akan diusir dari kuil Dewa Ares oleh kakekku! Lihat saja nanti!" Rion melotot, refleks berbalik dan menoleh ke arah suara yang ternyata adalah seorang bocah laki-laki berumur tiga belas tahun.
Jika kebanyakan orang lebih memilih memuja dewa-dewi seperti Zeus, Poseidon, Apollo, Athena, atau Aphrodite, maka lain dengan Rion yang lebih memilih untuk memuja Ares.
Saat ditanya orang lain, maka ia akan menjawab, "Saat aku merindukan ibu atau ingin berjumpa dengan ayahku, kuil ini seakan-akan mengabulkan keinginanku."
Rion merengut, kemudian memberikan sekantong obolos kepada ayah dari bocah itu. "Ini aku kembalikan, Tuan. Lain kali jangan biarkan putrimu mendekatiku. Aku tidak mau hal semacam ini terjadi lagi."
Bocah kecil bernama Arthur itu lantas tersenyum miring. "Bilang saja kau takut dirimu tidak lagi dapat memuja Dewa Ares di kuil milik keluargaku. Kau kan selalu menganggap dewa itu sebagai ayahmu."
Rion mengepalkan tangan kanan, berusaha agar ia tidak melayangkan tonjokan kepada bocah menyebalkan di hadapannya. Pria itu lantas tersenyum kecil. "Memangnya itu masalah untukmu? Selama aku datang ke kuil, ketenangan seperti sedang di rumah memang selalu aku dapatkan."
Arthur berdecih, kemudian melengos pergi sambil menarik tangan ayahnya.
"Bocah itu memang terlihat menyebalkan. Andai saja kau bisa melihat kalau di sampingnya ada arwah dari sang nenek yang begitu memanjakannya."
Rion tersentak kaget, kemudian berbalik dan mendapati seorang gadis pendek berwajah cantik melebihi kakak Arthur. Sang gadis beriris mata biru, berambut pirang, berhidung mancung, berbibir tebal nan mungil. Ia terlihat sempurna dengan gaun hitam selutut dan beberapa perhiasan emas yang dipakainya.
"Kau siapa dan apa maksud dari yang kau katakan tadi?"
Melinoe mendengkus pelan, kemudian langsung menggenggam tangan Rion. Gadis itu membawa pergi reinkarnasi Orion menggunakan teleportasi.
¤¤¤¤¤¤¤
Akhir-akhir ini Rion memang sering dikejar makhluk aneh saat pergi melaut untuk mencari ikan. Beberapa kali ia bertemu beberapa wanita bertubuh ikan dengan suara indah yang selalu ingin menyeretnya masuk ke laut. Ia juga pernah bertemu gurita raksasa dan seekor lumba-lumba cantik yang dapat berbicara dengannya.
Tidak hanya di laut, di darat ia pernah berjumpa dengan seekor burung besar berwajah seorang gadis cantik. Ia juga pernah dikejar oleh sekumpulan pria bertubuh separuh kuda. Ada juga seekor anjing besar yang sering berkeliaran di sekitar rumah Rion yang dapat berbicara dan menyebut dirinya sendiri sebagai penjaga Rion sejak kecil.
Kali ini ia justru bertemu dengan gadis aneh yang membuatnya pergi ke kuil Ares dalam sekejap.
Rion tentu benar-benar tidak mengerti mengapa ia mulai sering menemukan hal-hal yang tidak masuk akal sejak kematian ibunya beberapa bulan yang lalu.
"Kau adalah seorang demigod. Dulu ibumu merupakan salah satu manusia yang menikah dengan Ares. Mereka menikah diam-diam tanpa sepengetahuan Aphrodite. Kau lahir dan tumbuh begitu cepat melebihi bayi yang lain. Kelahiranmu juga dibantu oleh orang tua Arthur. Bahkan bocah itu lebih tua darimu. Namun, setelah melahirkanmu, ibumu hanya dapat bertahan hidup selama satu bulan saja."
Rion shock. Ia pun jatuh terduduk di depan patung Ares. "A-aku seorang demigod?"
Melinoe lantas mengangguk pelan. "Aku datang kemari untuk membawamu pergi menemui Hera dan Ares."
Rion lantas menatap Melinoe dengan linglung. "Kenapa aku harus mempercayai ucapanmu? Ke mana Ares saat ibuku tiada? Mengapa baru sekarang kau diutus ke sini?"
Melinoe pun mendengkus pelan. "Terserah kau mau percaya atau tidak, itu hakmu. Aku tidak tahu ke mana Ares pergi saat ibumu tiada karena aku sama sekali tidak tertarik dengan kehidupan pribadi pria arogan itu. Aku baru datang ke mari karena memang sudah waktunya bagiku untuk menemuimu."
Rion menatap Melinoe dengan ragu. Mengapa gadis di depanku ini sangat ketus? Apa ia tidak bisa bersikap sedikit lebih lembut padaku?
"Aku memang begini. Lagipula untuk apa aku bersikap lembut padamu? Aku tidak dekat denganmu dan datang kemari hanya karena demi menjalankan tugas. Kau ini mau ikut denganku atau tidak, sih?"
Rion pun mengerucutkan bibir. "Beri aku waktu untuk berpikir, Nona. Aku tidak bisa langsung pergi bersamamu."
Melinoe menghela napas panjang, kemudian mengangguk pelan. "Aku akan mengikutimu mulai hari ini. Sudah menjadi tugasku agar selalu ada di dekatmu."
Wajah Rion sontak memerah padam. "K-kenapa kau harus mengikutiku?"
Melinoe pun kembali menghela napas panjang. "Aku diusir ayahku dan aku tidak punya rumah. Aku juga tidak bisa datang ke Olympus tanpa membawamu."
¤¤¤¤¤¤¤
Wonosobo, 21 November 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top