The House

Guardian

Buku portal ke dunia lain.

Fakta yang baru saja Blank temukan ternyata lebih besar dari yang diharapkan. Hal yang ia cari ternyata tak hanya sekedar mencari ingatan yang hilang. Pencarian ini sepertinya akan membutuhkan perjalanan jauh antar dunia dalam waktu lama.

Masih ada satu hal lagi yang menjadi pertanyaan.

"Lalu apa maksudmu kalau tahu kebenaran, hidup kami takkan aman lagi?"

Re memainkan jubahnya muram. "Kemungkinan kau akan dikejar Guardian yang mengira kau adalah pencuri atau sebuah anomali. Bisa juga akan dikejar Destroyer yang akan menggunakanmu untuk menghancurkan dunia yang ada" katanya serius.

"Destroyer?" tanya Frost kembali bingung.

"Lawan dari Guardian. Kekuatan mereka sama dewanya." kata Re menerawang. Kemudian kembali menata Blank mencoba membaca nasibnya.

Kali ini ia sedikit bisa membaca nasib pemuda itu. Sesuai dugaannya, pemuda itu akan dikejar-kejar oleh orang-orang itu. Sisanya masih buram seperti biasa.

"Padahal awalnya aku hanya ingin membuat rumah untuk kertas kosongku dan mencari ingatanku saja. Kenapa sekarang segalanya tambah rumit?" sungut Blank menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia tak tahu harus bagaimana.

"Bagaimana kalau kau selesaikan saja apa yang saat ini paling kau ingin lakukan. Aku akan membantumu" kata Re memegangi tangan pemuda monokrom itu.

"Aku juga aku juga!" seru Frost melambai-lambaikan tangannya.

"Sebagai teman pertama aku harus menjadi yang pertama yang jadi tamumu nanti" tambahnya bersemangat.

Blank hanya menghela nafas panjang menatap mereka berdua.

"Baiklah... Kurasa aku akan mengantarkan kalian ke tempatku" katanya membuka bukunya.

******

"Woaa... Beneran kosong disini" seru Re melongo. Sepanjang mata memandang semuanya hanya putih.

"Sebenarnya ku lumayan suka disini kalau saja ku tak ingat kalau nanti ku butuh makan dan toilet. Lumayan enak untuk menenangkan diri" kekeh Frost. Walau ia sebelumnya panik mengunjungi tempat ini, sekarang ia sudah melupakannya karena menurutnya perjalanannya cukup aman kali ini karena adanya Re.

"Seharusnya kau tak usah ikut" ujar Blank datar.

"Bhuuu... Ku harus ikut. Salahmu yang sudah membuatku penasaran" tinju Frost ke pinggang pemuda itu.

"Ya maaf" sungut Blank mengaduh memegang pinggangnya

Re hanya terkekeh. Frost sedikit mengingatkannya akan dirinya sendiri yang sama-sama kepo. Ia hanya berharap suatu hari nanti anak laki-laki itu tidak mengalami masalah besar karena sifatnya yang satu itu. Seperti dirinya yang berakhir seperti sekarang.

"Ngomong-ngomong, Blank"

"Ng?"

"Kau berencana mau membuat kertasmu seperti apa?" tanya Re akhirnya.

Blank tampak berpikir. Sebenarnya niat awalnya ia ingin membuat kertasnya penuh warna dan sedikit mirip dengan kertas The Prison Ice yang telah membantunya banyak. Namun sekarang ia ragu lagi entah kenapa.

"Kusarankan untuk menunjukkan ciri khasmu disini" kata Re mulai selojoran tak bisa terlalu lama berdiri. Yang lain pun ikutan selojoran.

"Ciri khas?"

"Hum... Kayak Prison Ice identik dengan jaket tebal dan salju " tunjuk Re kepada Frost yang kaget karena ditunjuk tiba-tiba.

"Aku?" tanya Frost mengamati dirinya sendiri yang memang saat itu memakai jaket bulu ungunya yang lumayan tebal.

"Yep... lalu karena The Prison Ice itu dominan biru dan merah, kurasa salah satu tokoh utamanya adalah Spell. Jadi karena kau satu-satunya penghuni kertas ini, berarti kaulah tokoh utamanya"

"Tokoh utama?" gumam Blank bingung.

"Yep" kata Re menopang dagu. "Menurutmu...kau itu seperti apa?" tanyanya dalam.

Aku...seperti apa?

"Blank mah makhluk dengan warna paling membosankan" tukas Frost blak-blakan.

Jlep

Pernyataan itu seketika membuat Blank merasa tertohok.

"Ternyata tak cuma aku yang berpikir begitu" kata Re tertawa. Ia setuju dengan Frost. "Hawanya tipis pula kayak penampakan. Tak punya keistimewaan pula" tambahnya.

Jlep!Jlep!

Segitu payahkah aku?

Keduanya kembali tertawa bersamaan. Membuat Blank seketika pundung.

"Iya deh... Kalian berwarna, aku monokrom" sungut Blank kesal. Yang lain kembali tertawa.

Tapi Blank kembali memikirkan hal itu untuk rumahnya. Sepertinya ia sedikit punya gambaran untuk rumah dan dunianya. Walau pada awalnya ia berharap dunia berwarna, namun sepertinya nantinya akan timpang dengan ciri khasnya sebagai tokoh utama seperti yang dikatakan Re.

Lagipula dia juga 'hilang' seperti dunia ini.

"Kurasa dunia di kertas ini seperti ini saja. Entah kenapa ku merasa horizon putih ini cocok untukku" gumam Blank akhirnya menopang dagu.

"Tak ingin menambah apapun? Bukannya tadi kau menginginkan rumah, Blank" tanya Frost kecewa. Ia sedikit berharap kertas ini penuh warna.

Blank menggeleng. "Dunia putih tanpa apa-apa ini sudah cocok sih kayaknya. Yaah... Palingan ku hanya menambah rumah kayu ditengah hutan seperti tempatmu dengan nuansa hitam putih saja. Aku cukup suka dengan nuansa rumah kayu" katanya kalem.

Frost tampak sedikit kecewa. Namun kalau itu keputusan sahabatnya ia merasa tak punya hak untuk itu. Karena tempat ini bukan dunianya.

"Bagaimana menurutmu, Re?"

"Eh ya?" Re yang sejak tadi bengong sedikit kaget.

"Jadi kau memutuskan monokrom saja ya? Yakin nih?" kata Re heran.

"Hum... Toh aku punya buku juga. Jadi kalau kangen warna ku cukup jadi penjelajah dunia lain" kata Blank kalem.

Re tertegun menatap pemuda itu. Karena tiba-tiba ia melihat sebuah coretan baru melingkari pemuda itu. Coretan akan takdir yang mulai terlihat sedikit setelah sebelumnya buram. Sepertinya Blank sudah memutuskan takdirnya ingin menjadi seperti apa.

******

"Keputusan yang bagus untukmu, Past" gumam seseorang tengah menopang dagu di sebuah sudut yang tak terjangkau oleh mata yang lain. Tersenyum simpul menatap mereka dari kejauhan. Memegangi sobekan kertas kosong yang selama ini ia simpan. Jauh dari kumpulan kertas yang lain.

Sepertinya setelah ini dia akan mendapatkan tontonan yang menarik ditengah pekerjaannya yang membosankan itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top