Chapter 1

Warning: Isinya jedug2, gaada waktu lagi buat memperbaiki. jadi mohon jgn dikomentarin segi isinya (karena ngejar tamat duluan sebelum deadline baru diperbaiki) tapi bila nemu typo atau tanda baca salah dibilangin yaa😂Enjoy Reading
.

   Disesapnya kopi hitam bercangkir putih yang mulai mendingin. Pelan ia letakkan ke meja yang dilapisi kertas: kebiasaan seorang Ren bila begitu malas mengambil piring tatakan cangkir. Menghindari tercetaknya lingkaran bekas kopi yang akan mengotori meja.

   Kedua kelopak matanya yang memaksa untuk tertutup membuat Ren sedikit gusar. Ini untuk yang kesekian kalinya ia mengurut dahi, turun ke alis hingga kedua netranya, dan berakhir menopang dagu dengan jari-jemari menutup mulut. Meraih sebuah foto di depannya, ia paksakan diri untuk kembali fokus. Ia majukan tangan kirinya yang memegang foto tepat di depan layar laptop yang menyala, satu-satunya sumber cahaya yang ada dalam ruangan yang ia tempati. Sengaja ia biarkan diri dalam gelap, karena tak ingin mengganggu lelapnya anggota Divisi Satu. Mereka tertidur di tengah-tengah penyelidikan yang bisa dikatakan tidak ada habisnya.

   Merasa tidak ada petunjuk yang membuatnya merasa tertantang membuat Ren akhirnya menyerah. Melirik jaket parka hitam di sebelah kanannya yang terlipat kurang rapi, diraih sebisanya. Pelan ia meletakkan kepala, menutup kedua netra sewarna karamel miliknya. Ia benar-benar memerlukan tidur.

*

  Hal yang pertama kali dilihat Ren ketika mata terbuka adalah penglihatan yang terhalang rambut halus-pendek miliknya. Ia mengangkat kepala perlahan, menangkap penunjuk waktu—arloji di tangan kirinya yang menunjuk angka enam dan dua: pukul enam lewat sepuluh menit, tepatnya.
Beralih ke pojok ruangan ketika indra penciumnya membaui aroma kopi diseduh. Seorang Yoshio Miura yang berbalik, mengangkat cangkir putih.

   “Ah! Ohayou, Renata-senpai,” sapa lelaki itu dengan pelan, khawatir bila akan membangunkan teman-temannya yang belum bangun.

   “Ohayou, Yoshio.” Ren menyahut sambil berjalan, membuka pintu.

   “Anda mau kemana?” Gerak Ren terhenti.

   “Mandi.” Ren menyahut singkat, sembari membuka tas besar di bawah meja, mengeluarkan handuk dan peralatan mandi.

*

  Di bawah guyuran shower, Ren melihat tubuhnya yang begitu mengenaskan dari cermin. Kantung matanya menghitam, membentuk garis kantung baru dan sebuah jerawat muncul di dahi kanannya, dekat tahi lalat. Netra cokelatnya melirik ke samping, ia simpulkan lengan dan pinggang sedikit kehilangan besar lingkarnya.

   “Apa yang sudah kulakukan,” keluh Ren. Namun, hal yang paling ia syukuri kali ini adalah bagian perutnya yang terbentuk enam kotak tidak berubah.

   Dibuangnya napas berat, lanjut mengusap wajah. Tidak mau lagi membuang-buang waktu ia mulai menggosok badannya dengan sabun.
Tidak sampai  tiga puluh menit, ia keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap karena sudah ia keringkan badannya dengan handuk. Dengan rambut yang masih basah, tentunya. Ketika membuka pintu ruang rapat untuk kembali bekerja, ia mendapati Hiroki yang berdiri membelakanginya, menatap ke luar jendela.

   “Apa yang kau lakukan di sana?” Ren berhenti dengan tangan masih mengusap rambut dengan handuk.

   “Ah, kau Ren.” Hiroki berbalik, menampakkan kurva tipis di wajahnya. “Ohayou.”

   “Ohayou.” Ren menyahut dengan nada datar, dengan ekspresi datar pula.

   “Dari mana saja kau? Rambutmu basah,” tanya Hiroki penuh selidik.

   “Kau belum menjawab pertanyaanku.” Ren bertanya balik.

   “Ah, benar juga. Hanya menunggumu, aku ingin memberikanmu sesuatu.”
Disodorkannya sebuah kotak bento berpenutup bening.

   “Adikku menginap di apartemenku dan ia terlalu banyak memasak. Aku lihat malam tadi kau bekerja terlalu keras, jadi aku memberikan kelebihannya padamu.”

   “Begitukah.” Ren menatap kotak bento di atas mejanya, beralih menatap Hiroki dengan mata menyipit.

   Seakan dapat mengerti maksud dari pandangan Ren terhadapnya, Hiroki menjawab, “Ohoho, percayalah. Bentomu tidak beracun, kau aman memakannya.”

   “Baiklah. Arigatou.” Ren duduk, membuka kotak bento di depannya.

   “Kau sudah makan?”

   “Baru saja. Setelah selesai aku kesini,” jawab Hiroki, mendekat ke meja Ren.

   “Ah, bagaimana kelanjutannya? Kau mendapatkan petunjuk?” Hiroki kembali bertanya dengan mencondongkan tubuh hendak meraih foto-foto yang ada di atas meja Ren.

   “Tidak.” Ren yang baru hendak menyuap Karaage melepas sumpitnya, mengambil satu foto.

   “Barangkali karena kau terjaga hingga larut malam membuatmu tidak fokus. Coba lihat lagi.” Hiroki mengembalikan foto dari tangannya ke meja Ren. Ia melihat Ren yang mematung dengan sebuah foto di genggaman.

   “Cara sayat alfabet R nya berbeda dengan Red empat tahun lalu,” pungkas Hiroki yang membuat Ren tersentak.

   “Huh?” Ren mengangkat foto di hadapannya, menatapinya lekat-lekat dengan kernyitan. “Kau yakin?”

   “Lihat saja.” Hiroki berjalan menjauh, berdiri kembali di depan jendela.

   “Tulisannya memang condong ke kanan, dan sedikit bergerigi, kurasa.” Ren mengangkat foto yang satunya, yang tak lain adalah ‘mahakarya’ miliknya dulu.

   “Sayatan dari Red empat tahun lalu cenderung stabil dan rapi.” Alis Ren mengernyit.

   “Ada kemungkinan orang ini seorang kidal, sedangkan Red sendiri bertangan kanan.” Ren mengucapkannya tanpa sadar.

   “Kau tahu dari mana bahwa Red seorang bertangan kanan?”
Bahunya sedikit tersentak. Sial, Ren menyumpah dalam hati.

   “Saudaraku bertangan kidal, dan tulisannya sedikit banyaknya cenderung ke kanan.” Ia megucapkannya dengan fokus ke foto, menghindari gerak matanya yang akan Hiroki ketahui bahwa ia sedang berbohong.

    “Ah, seperti itu.” Hiroki mengangguk-angguk, ditambah mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuk.

   “Lalu, bagaimana dengan rekaman CCTV?” sambungnya.

   “CCTV terakhir pada sebuah Vila kosong di Distrik Shibuya. Rekaman belum diserahkan karena menunggu pemilik Vila hari ini. Selebihnya, tidak ada.” Ren melepaskan foto, beralih berputar sembilan puluh derajat menghadap langit dari jendela. Tangannya ia lipat di depan dada.

   “Anak-anak dimana?” Mendengar pertanyaan Hiroki membuat Ren menoleh padanya.

   “Mereka kembali ke TKP. Aiko mengatakan hal itu malam tadi.” Hiroki kembali mengangguk-angguk.

   “Kalau begitu, aku ke Vila itu. Mau ikut?” tawar Hiroki dengan merogoh sesuatu di kantong celananya. Sebuah kunci mobil, membuat Ren beranjak dari kursinya.

“Tentu saja.”

To Be Continued

Arti kata sulit:

Ohayou: Selamat Pagi
Senpai: Senior
Arigatou: Terima kasih
Bento: kotak makanan
Karaage: Lauk seperti ayam, daging, dsb yang digoreng tepung. selebihnya cek gogel😂

A/N

Duh akhirnya bisa apdet juga😂 tag MosaicRile
Kasian Ren ya, saking sibuknya mandi aja di kantor :"D
Di mulmed itu pengandaian Ren yaa, nama aslinya Kiko Mizuhara, tar dimasukin ke cast. Chara lain nyusul hehehe

Jangan lupa Voment yaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top