Part 7: Angel With A Crossbow
Haleoo!!
Multimednya lagu Angel With A Shotgun dari The Cab, kalau gak bisa diputar bilang aja ya! :)
+++++
SEORANG GADIS MENEMBUS PENJAGAAN KETAT.
LAKI-LAKI DI DEPANNYA MENJADI TAMENG HIDUP.
GADIS YANG BAGAI MALAIKAT ITU MENDEKAP ERAT-ERAT BENDA DI DADANYA.
MALAIKAT ITU... MEMBAWA CROSSBOW.
+++++
(Author POV)
Jujur saja, Budi paling kesal saat masa lalunya kembali terbayang di pikiran. Membuat otaknya nyaris tak bisa berpikir jernih. Yang seringkali akan membuatnya hampir gila karena itu.
Emily masih tidur, baguslah. Pikirnya, mata kuning terang itu melirik kantong tidur di sampingnya yang dipakai Emily. Gadis itu masih tertidur lelap dengan dengkuran pelan yang bagaikan lagu pembuat tidur. Membuat Budi merasa ingin tidur lagi.
Tepat disaat suara gemerisik langkah kaki menembus indera pendengarannya.
+++++
"Mereka kau taruh di mana?"
"Bawah tanah, kau tahu? Anak-anak itu sangat liar."
"Sudah kubilang, mental mereka masih terguncang."
"Persetan dengan mental mereka! Yang jelas kita akan menutup paruh para gagak itu dengan bukti akan ketidakadilan di Indonesia!"
"Kau yakin mereka bisa?"
"Tunggu saja, mereka akan berubah menjadi pasukan merpati yang kuat!"
"Kau benar, kita pasti akan mengalahkan mereka!"
"Demi tudung putih!!"
"Demi tudung putih, sobatku!"
+++++
Budi menepuk-nepuk bahu Emily hingga gadis itu terbangun. Dia mengusap matanya dan menatap balik Budi dengan kesal.
"Ada apa?" tanyanya.
Budi menaruh jari telunjuknya di depan bibir. Emily menganggukkan kepala dan mengambil Crossbow di samping kantong tidur. Magnum344 sudah digenggam kuat oleh Budi di tangan kanannya.
Matanya menatap tajam ke arah pintu masuk tenda. Tenda sedikit bergoyang saat seseorang menaiki dahan pohon. Samar-samar helaan napas terdengar tepat di depan mereka.
Ada orang di sini?
Serentak, keduanya terdiam. Ada suara seseorang dari luar tenda.
Kumohon, tolong kami.
Suara itu terdengar sangat putus asa. Emily yang mengenal suara itu langsung membuka pintu tenda tanpa melihat wajah Budi yang sudah mengeras saking marahnya.
"Riki?!" pekik Emily tak percaya. Cepat-cepat dia menggotong pemuda itu masuk ke tenda.
Mata Budi melebar saat melihat keadaan Riki yang terluka cukup parah. Anak itu mengenakan kaos oblong biru muda yang penuh bercak darah. Alas sepatunya hangus. Wajahnya babak belur. Matanya lebam, bibirnya sobek, dan keningnya berdarah.
"Siapa yang melakukan ini semua padamu?!" tanya Emily tanpa menyembunyikan emosinya.
"Mereka ... Bawahan Don, menyerang ... Markas. Mendadak sekali ... Keadaannya kacau, kami dipukuli dan Tomi ... Dia ..." ucap Riki, terbata-bata.
"Dia kenapa Riki?! Apa yang dilakukan mereka pada Tomi?!" pekik Emily.
"Mereka menculiknya." bisik Riki, lirih.
+++++
Segelas es kopi diminum habis oleh Ren dalam waktu kurang dari dua menit. Kirana yang melihatnya dengan takjub langsung menyadari bahwa partnernya itu sedang dalam mood yang kurang baik.
"Ren," sapa Kirana "kau sedang memikirkan apa?"
Ren menggelengkan kepala. "Aku tak memikirkan apa-apa." ucapnya.
Kirana tersenyum kecil. "Ayolah, aku tahu kau memikirkan sesuatu."
Ren menggeram. "Baiklah," ucapnya dengan nada menyerah. "ini tentang kasus yang ditangani Budi."
"Memangnya kenapa dengan kasus itu?" tanya Kirana.
"Dia selalu membantu kita dalam kasus manapun. Kuakui, dia orangnya terkadang menyebalkan tapi itu karena masa lalunya. Lagipula..."
Kirana mengernyitkan kening. "Ada apa dengan masa lalunya Budi?" tanyanya.
Ren menghela napas panjang. "Dia belum pernah menceritakan hal ini pada siapapun kecuali aku. Aku hanya akan menceritakan ini padamu satu kali, jadi dengar dan ingat baik-baik." bisik Ren.
"Baiklah." balas Kirana.
"Dulu sebelum dia membuat kelompok Underground Bullet, dia adalah anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan pinggir kota. Saat umurnya 12 tahun, dia diadopsi seorang pejabat negara."
"Wah, berarti hidupnya bahagia ya?"
Ren menggeleng. "Sebaliknya, dia menderita."
"Kenapa?"
"Pejabat itu dan istrinya... adalah sepasang psikopat."
"Astaga, lalu bagaimana keadaan Budi?!"
"Dia tak mau menceritakan detilnya padaku, tapi dia bercerita padaku bahwa setahun setelahnya dia berhasil kabur dari rumah."
"Lalu bagaimana dengan pasangan pejabat itu?"
"Perbuatan mereka diketahui publik karena laporan Budi pada seorang tentara. Komnas HAM dan organisasi pemerhati anak menggugat pasangan pejabat itu, seharusnya mereka dihukum penjara seumur hidup."
Kirana mengernyitkan kening. "apa maksudmu dengan kata seharusnya?"
"Mereka hanya diganjar hukuman penjara masing-masing selama tujuh bulan."
Kirana menggebrak meja dengan emosi yang sudah tak terbendung. "Apa?! Bagaimana bisa?!" bisiknya, kesal.
Ren menghela napas. "Mau bagaimana lagi? Itulah pengadilan di Indonesia. Saksi bisa dibeli, bukti bisa dikurangi, Pengacara hebat bisa dicari, Hakim dan Jaksa bisa dimanipulasi. Si pelaku bisa menang dan korban hanya bisa menangis karena kekalahannya yang sebenarnya hasil sandiwara pengadilan."
"Dari seumur hidup menjadi tujuh bulan saja, itu sangat tidak adil." bisik Kirana.
Ren mengangguk. "Memang, apalagi selama setahun tinggal di rumah itu dia terus disiksa." ucapnya "kita memang tak bisa berbuat apa-apa tentang kasus itu, tapi setidaknya kita bisa membuatnya senang."
"Bagaimana caranya?"
Ren nyengir lebar. "Kau bisa membuat kue?".
+++++
Roni, Eko, dan Ren berunding soal siapa yang akan pergi ke supermarket dan siapa yang akan membantu para cewek membuat kue.
"Baiklah, karena kita bertiga. Jadi akan ada dua orang yang membantu cewek-cewek bikin kue dan satu orang yang pergi ke supermarket untuk membeli bahan." ucap Roni dengan nada dingin.
"Bagaimana cara kita menentukannya?" tanya Eko.
Ren menyeringai lebar. "Bagaimana jika kita tentukan dengan cara ala lelaki?" tanyanya sambil menunjukkan sebuah flashgun di tangannya.
Roni mengangkat AK-47 miliknya sambil menyeringai.
"Ayo!"
Dua menit kemudian...
Roni dan Eko masuk ke dalam dapur dengan wajah kesal yang terlihat jelas. Keduanya duduk di kursi masing-masing dengan kepala tertunduk.
"Kalian berdua ini kenapa?" tanya Elena.
Kirana yang tengah sibuk mengayak tepung melihat Roni dan Eko, lalu dia tertawa keras.
"Kalian diajak duel ala lelaki sama Ren, kan?" tanyanya.
Roni mengangguk lesu. "Kupikir dia mengajak bertarung dengan kami, eh ternyata-"
Ucapan Roni disambung oleh Eko. "dia ngajak main gunting-batu-kertas!" gerutunya.
Elena, Rinka, dan Kirana tertawa terbahak-bahak. Sementara itu Roni tersenyum masam dan Eko mengerucutkan bibirnya.
"Memangnya kalian milih apa sih?" tanya Rinka.
"Gunting!!" jawab Roni dan Eko, bersamaan.
+++++
Emily membaringkan Riki -yang sudah tak bernyawa- di dalam sleeping bag miliknya. Tatapannya beralih pada Budi yang sedang memasang sabuk pistol di bahunya.
"Kau mau pergi ke sana?" tanyanya.
Budi hanya membalas dengan anggukan kepala. Sedari tadi, tangannya sibuk mengisi peluru tajam untuk AK-47.
"Kau yakin?"
Tiba-tiba dia berhenti. "Apa maksudmu?" tanya Budi, dingin.
"Aku mau ikut!!" ucap Emily.
Budi membelalakkan mata. Mencoba mencari ketakutan di mata gadis itu dan hasilnya nihil. Senyum langsung mengembang di bibirnya. Lalu dia melemparkan sebuah koper kulit pada Emily.
Emily menangkap koper itu dengan sigap. Dia menatap Budi, lelaki itu mengangguk. Kemudian, dia membuka koper dan mengeluarkan isinya. Sebuah kantong dari kulit penuh berisi panah besi.
"Itu panah khusus... Buatanku sendiri." ucap Budi malu-malu, wajahnya merah padam. "Semuanya dari besi yang sudah dicampur dengan logam lain, jadi tidak seberat panah dari besi asli. Kau bisa membuangnya jika kau tak mau." ucapnya lagi.
Emily menggelengkan kepala. "Ini keren! Aku suka!" pujinya.
Budi merasa kedua kakinya terangkat dari bumi saat ini. Sialan, pujian tulus itu membuat dirinya ingin terbang sekarang juga.
"Ambil Crossbow milikmu Emily, kita pergi sekarang juga." ucap Budi.
+++++
TO BE CONTINUED...
Karena saya adalah hamster... Eh author yang baik hati, maka jangan heran kalau saya putus di sini. *hamster ketawa jahat*. Saya tunggu komentar dan vote kalian, makin banyak makin cepat saya updatenya loh ;) *modus*.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top