Part 2: FALLING DOWN

DIA BERUNTUNG...

GADIS ITU MELEWATI WILAYAH HUTAN TEMPAT DIA TERBARING...

+++++

Budi berlari sambil terus menajamkan pendengarannya. Suara itu lambat laun semakin pelan dan akhirnya menghilang. Badik yang dipegangnya sudah dimasukkan ke sabuk di pinggang. Dia tak peduli lagi dengan tanaman-tanaman liar yang menggores tangannya.

"Sialan, suara tadi dari mana?" gumamnya sambil mengusap keringat di kening.

Tidak lama setelah itu, suara itu kembali terdengar. Kali ini, lebih nyaring. Budi kembali berlari dan sesampainya dia di sumber suara...

"Ya Tuhan..." gumamnya dengan nada kaget yang kental.

+++++

Puluhan rumah sederhana yang berdiri di sana, hancur lebur. Puing-puing atap yang berupa dedaunan, berserakan di tanah. Budi bersembunyi dibalik semak belukar sambil mengamati orang-orang berjas hitam mengambil berbagai macam barang dari puing-puing rumah. Kebanyakan dari mereka membawa barang seperti guci atau kain rajut dengan pola yang terlihat rumit.

"Tidak salah lagi," gumamnya "Mereka semua bawahan Don Buos."

Budi menoleh ke arah lain, seorang wanita yang sepertinya salah satu pemilik rumah, tengah diikat dan mulutnya dilakban. Setelah itu, dia dilemparkan begitu saja ke bagasi mobil seperti sekarung tepung.

Syuuutt!!

CRAK!

AAHH!!

Salah satu pegawai berteriak kesakitan saat sebuah panah menusuk bahunya, dia langsung berteriak sambil menunjuk ke arah salah satu pohon. Teman-temannya mengambil senjata api dan menembak ke arah pohon.

"Kenapa mereka menembak? Ada apa ini?" gumam Budi.

Dia merangkak menuju semak belukar yang agak jauh, selain untuk menghindari peluru dia juga ingin melihat siapa atau apa yang ditembak orang-orang itu.

Seseorang berdiri di atas pohon. Entah laki-laki atau perempuan. Dia membawa sekantong penuh panah kayu yang dicangklongkan di bahunya, wajahnya tak terlihat karena tertutup sebuah topeng.

Hanya mata cokelat terangnya yang terlihat.

Dia melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan kecepatan yang mengagumkan, luar biasa lincah. Budi terlalu memperhatikan kejadian itu hingga dia tak merasa bahwa dibelakangnya sudah berdiri seorang pria.

Pria itu mencengkeram rambut Budi dan melemparkan pemuda itu ke tanah. Budi merasa seluruh udara di paru-parunya keluar saat tangan besar pria itu mencengkeram lehernya dan mencekiknya.

Dia meronta-ronta, jari-jarinya menusuk tangan pria itu hingga berdarah. Si pria berteriak kesakitan saat sebuah panah mengenainya tepat di lengan. Membuatnya melepaskan cengkeraman di leher Budi.

Pemuda itu terjatuh bebas ke tanah. Mendarat dengan keras. Budi mengeluarkan badiknya dan berhasil mementalkan kembali dua peluru yang mengarah ke arahnya. Dia langsung berlari ke dalam hutan, mengikuti orang bertopeng yang sudah kabur duluan.

"Tuan Don!" teriak salah satu pria berjas itu, "anda tidak apa-apa?"

Pria besar itu mencabut panah dari lengannya dan mengangguk ke arah bawahannya. "Tak masalah," ucapnya "Cepat kejar kedua anak itu!" teriaknya.

+++++

Napasnya tersengal-sengal, mata kuning terangnya menatap si orang bertopeng yang kini berdiri dihadapannya. Mata cokelat itu kini seolah menantangnya.

Budi balas menatap orang itu. "Siapa kau?" tanyanya.

Mata cokelat itu seolah meredup, kepalanya menggeleng.
Lalu, dia tiba-tiba melesat begitu saja, menghilang dari pandangan Budi.

Budi berbalik dan menyadari kehadiran Don Buos yang menatapnya sambil tersenyum sinis. Tangannya mengenggam sepucuk revolver.

"Hei nak, siapa kau?" tanya lelaki itu.

Budi menyeringai. "Kau tak perlu tahu siapa aku." ucapnya.

"Masuk ke wilayahku hanya berbekal sebilah badik, kau berani juga ya?" balas Don.

Budi mengangkat badiknya, menyiapkan kuda-kuda dan berlari maju. Don berhasil bertahan dengan menggunakan badan revolver, yang berhasil melindunginya dari sabetan badik.

"Akan selalu kuingat," ucap Don pelan "Matamu yang kuning terang itu."

Setelah berkata begitu, Don menembakkan revolvernya ke arah Budi. Pemuda itu berhasil mengelak, tetapi kakinya tergores peluru. Terasa pedih sekaligus membakar di satu waktu. Langkahnya limbung karena luka di kaki, dan saat itulah Don memanfaatkannya.

Pria itu menghantamkan tinjunya di tubuh Budi, hingga pemuda itu memuntahkan darah. Saat ini, keduanya tengah berada di puncak tebing, dan sialnya karena tinju itu Budi terpental dan jatuh ke jurang.

Darah terasa naik ke kepala, napasnya tertahan di tenggorokan. Sensasi jatuh bebas ini baru pertama kali dia rasakan, dan rasa sakit menghantamnya tiba-tiba saat kakinya yang kena tembak tak sengaja mengenai dinding tebing. Teriakan tak sanggup lagi dia keluarkan hingga hanya rintihan kecil yang bisa dia buat.

Kedua tangannya menutup bagian kepala, mencoba melindungi bagian tubuh yang bisa dibilang berharga itu.
Dia berusaha mendaratkan tubuhnya di atas kumpulan pohon, usaha yang cukup sulit karena di sampingnya ada sekumpulan batu runcing.

Usahanya berhasil. Dedaunan dan ranting pohon kecil-kecil mengenai tubuhnya. Semua itu baru berhenti saat punggungnya mendarat di atas kumpulan daun. Napasnya terengah-engah, aroma amis darah menusuk penciuman. Rasa nyeri muncul dari bagian kaki dan menjalar ke kepala, membuat pandangannya kabur dan kepala terasa pening.

Hingga akhirnya dia menyerah pada rasa sakit itu.

+++++

Disisi lain, seorang gadis tengah berjalan di bagian lain hutan. Keranjang kayu penuh berisi jamur liar tergenggam di tangan kanannya. Sesekali dia bersiul, menandakan perasaannya yang sedang baik. Celana jins lusuh yang dipakainya menggores dedaunan, menimbulkan suara gemerisik.

Matanya menatap jauh ke dalam hutan, terutama di bawah pohon. Mencoba mencari jamur-jamur yang sedang tumbuh subur.

Alih-alih mendapat jamur lagi, yang dia temukan malah sebuah kacamata.

"Kacamata? Aneh, perasaan di desa gak ada yang makai kacamata deh." gumamnya sambil mengamati kacamata itu lebih detail. Bingkai kacamata itu berwarna hitam dan tangkainya berwarna biru muda. Saat dia mengenakan kacamata itu, pandangannya langsung kabur dalam sekejap. Cepat-cepat dia melepas kacamata dan menggosok matanya.

Ukh...

Gadis itu nyaris menjerit saat mendengar suara rintihan dari kumpulan dedaunan. Dia berjalan mendekati asal suara, dan sialnya dia terjatuh. Sambil meringis, dia menatap kakinya dan mendapati sebuah tas ransel yang membuatnya terjatuh.

"Tas?!" ucapnya dengan nada kaget.

Aarghh...

Suara rintihan itu terdengar lagi, kali ini lebih keras. Gadis itu menaruh tas ke tanah, dan mendekati kumpulan daun.

Seorang laki-laki terbaring dalam keadaan tertelungkup. Rambut cokelatnya berbalutkan pasir, tangan dan kakinya berdarah, jaket abu-abunya sobek disana-sini.

Tapi napasnya masih terdengar.

Si gadis menyentuh dada lelaki itu, jantungnya masih berdetak.

"Sebaiknya dia kubawa ke rumah." gumam gadis itu.

+++++

Budi mengerjap-ngerjapkan matanya saat sinar matahari mengenai wajahnya tanpa perlindungan apapun. Tangannya terangkat, mencoba menghalangi sinar saat dia mendengar suara seseorang.

"Hai, kau sudah bangun."

Budi menoleh ke samping kanan dan mendapati seorang gadis tengah menatap dirinya. Gadis itu tersenyum, lalu dia berdiri dan menggeser tirai jendela. Membuat sinar matahari tadi meredup.

"Makasih." sahut Budi, cepat.

"Tak masalah," sahut gadis itu "Omong-omong, siapa kau? Kenapa kau sampai jatuh dari tebing?"

"Aku terpeleset, itu saja." jawabnya

"Oh." sahut gadis itu.

Gadis itu membuka matanya yang sedari tadi tertutup, lalu dia menatap Budi lekat-lekat.

"Aku rasa, kau tidak hanya terpeleset. Iya kan?"

+++++

TO BE CONTINUED...

Saya tunggu vote dan komentar kalian!! ;)




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top