Episode 2 The Lucky Bra
"Are you lost out of mind?" Shanika tergelak. "Make that damn CEO falling in love with me? What kind of bullshit is that?"
Chelsea sama sekali tak tertawa. Ia malah menatap tajam sahabatnya yang tawanya kini mulai reda.
"Goddamn, are you serious?"
"Yes, I am very fucking serious, Shane. Take it or leave it?"
Shanika mengembuskan napas. Situasi ini sungguh di luar pikirannya. Rasanya sangat aneh jika sahabatnya ini tiba-tiba menyuruh Shanika merayu seorang CEO perusahaan multinasional. Memangnya Chelsea gila? Jika ia gagal, ia bisa saja dituduh melakukan pelecehan kepada lelaki itu dan kemudian ia akan dituntut di pengadilan. Astaga. Shanika kembali memandang Chelsea. Gadis itu bergeming, seolah menegaskan bahwa perkataannya bukan candaan.
***
Shanika melilitkan handuk untuk menutupi seluruh badannya, sebelum keluar dari kamar mandi. Ia kemudian beranjak ke depan lemari pakaiannya, mencari-cari setelan yang sekiranya akan membuatnya tampil keren. Sebenarnya, sudah lama ia memimpikan akan pergi bekerja dengan setelan mahal yang ia beli dengan cicilan yang menumpuk di kartu kreditnya. Meskipun ia belum menjadi artis, setidaknya pakaian ini akan ada gunanya. Bibir Shanika melengkung membentuk busur, sebelum meraih sebuah ruffle blouse berwarna putih dengan tampilan feminim dari Zara, memiliki aksen tapi di bagian lehernya.
"Oh, shoot. Gue butuh itu!" seru Shanika panik, kemudian membongkar nyaris seluruh tumpukan pakaian di lemarinya. "Di mana itu, di mana?"
"Shane, ayo, kita bakal telat ke kantor lo!" seru Chelsea yang telah bersiap.
"Chels, lo tahu nggak, my lucky thing? Gue nggak bisa nemuin itu!"
Sahabat Shanika itu tak menyahut. Tak lama kemudian, kepala gadis berambut lurus panjang itu menyembul ke kamar Shanika. "Apaan?"
"My lucky thing! You know what I mean!" seru Shanika semakin panik.
Chelsea masuk ke dalam kamar dan ikut mencari di tumpukan baju sahabatnya. "Ayolah, lo bisa pakai yang lain dulu kan?"
Gelengan tegas menjadi jawaban Shanika. Ia kemudian berlari menuju jemuran pakaian yang ada di teras apartemen bagian belakang. Ia tak memedulikan pekikan Chelsea yang menegurnya karena tak mengenakan apapun selain handuk saat ia keluar ruangan.
Akhirnya Shanika menemukan apa yang ia cari di jemuran. Sayangnya, benda itu belum sepenuhnya kering, karena tangan gadis itu terasa lembab saat menyentuhnya.
"Ketemu! Akhirnya!" Shanika berteriak senang. "Tapi masih belum kering, gimana ini, Chels?"
"Ya ampun, lo udah gila apa ya? Cepetan masuk! Diliatin sama orang baru tahu rasa!" omel Chelsea yang menarik tangan gadis yang kini rambutnya ikal bergelombang dengan sentuhan warna karamel.
"Nggak bisa, Chels. Gue harus pake ini di hari pertama kerja!" Shanika merengek sembari melangkah menuju kamarnya. "This is the real tragedy." Gadis itu mengacungkan pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Sebuah strapless bra dengan tali di bagian depannya. Bagi Shanika, mengenakan pakaian dalam itu di hari pertama kerja, akan memberikan keberuntungan. Dia tidak bisa berangkat kerja tanpa mengenakan the lucky bra, yang sudah terbukti membuatnya lebih percaya diri.
"Jangan lebay, Shanika. Ini cuma bra! Bra biasa, nggak ada apa-apanya!"
"But you know, this is my lucky bra! I can't go out without it!"
"Terus, lo mau ijin nggak masuk di hari pertama? Emang lo bakal ngomong ke HRD, 'Pak, mohon maaf, saya nggak bisa kerja hari ini karena my lucky bra is still damp!' hah!"
Shanika menatap pakaian dalam itu dengan hati masygul. Ini sungguh dilema. Jika ia mengenakannya sekarang, apakah nanti air akan merembes dan mencetak pola bra itu di blus putihnya? Gadis itu bergidik. Ini yang dinamakan fashion disaster. Ia tak bisa tampil tidak keren di tempat kerja, tapi ia juga tidak bisa keluar rumah tanpa mengenakan pakaian dalam keberuntungan itu.
"Ayolah, Shane. Rasional dikit lah!" bujuk Chelsea yang kini ikut bingung melihat wajah sahabatnya yang benar-benar berantakan.
"Gue bakal pake ini!" sahut Shanika penuh tekad.
"Lo beneran dah gila ya? Kalo rembes terus branya nyetak ke baju gimana? Itu malu-maluin tahu! Lagian lo bakal langsung buka baju di hadapan Danta? Nggak kan?" cerocos gadis berambut lurus itu seraya mendelik ke arah Shanika.
"Ya enggak lah!"
"Ya lagian ngapain sih lo nekat pake bra itu padahal masih belum kering? Ada jutaan bra lainnya di lemari lo kan, Shane." Chelsea mengembuskan napas kesal. "Lo mau striptease apa gimana di sana? Masak iya hari pertama lo bakal make out sama Danta?"
Shanika mencebikkan bibir. "Sudah gue bilang, enggaklah." Namun wajahnya berubah jahil sedetik kemudian, "kecuali kalo Dantanya mau, gue mana bisa nolak!"
"Sinting lo!" maki Chelsea, tapi tak urung ia tertawa dengan lelucon gadis di hadapannya itu.
"Ya udah, keluar sana. Gue mau ganti baju!" usir Shanika.
Mata Chelsea membulat. "Beneran lo mau pake bra itu? Kalo lo beneran pengen pake push up bra, lo bisa pinjam punya gue kali! Ukuran kita kan nggak beda jauh!"
"I'm totally serious. This is my lucky bra, gue harus pake ini, demi mendongkrak kepercayaan diri gue di hadapan Bapak Ekadanta Narendra yang terhormat."
Chelsea memutar bola mata. "Okay. Whatever. Do whatever you want. Asal lo benar-benar bisa membuat Danta jatuh cinta sama lo, gue bakal penuhi semua janji gue waktu itu."
Tangan Shanika mengibaskan rambutnya yang mulai kering, kemudian tersenyum menggoda ke arah sahabatnya. "Deal, Baby. Deal."
***
Sayangnya, sepertinya kekuatan lucky bra milik Shanika telah luntur atau memang hal-hal tahayul semacam itu tidak ada. Karena ia terlalu lama meributkan pakaian dalamnya, ia jadi terlambat datang ke kantornya. Gadis itu berlari-lari menuju kantornya dengan menenteng tas Kate Spade berwarna peachy rose yang ia beli sebulan lalu, tergopoh-gopoh mengeluarkan kartu tanda pengenal dan menaruhnya di mesin absensi yang ada di lobby depan.
"Shit!" maki Shanika ketika ia ketinggalan lift yang sudah mengangkut sebagian besar karyawan Red Cactus ke lantai atas. Tangannya menggaruk rambutnya, menatap angka yang tampil di dinding di atas tombol dengan gelisah. Sudah pukul delapan pagi sekarang, padahal ia diminta datang lima belas menit sebelumnya. Padahal dari kemarin, ia sudah bertekad untuk tidak akan terlambat. Ia benar-benar blank tentang bos barunya, meskipun daftar panjang yang diberikan oleh HRD mengenai aturan untuk sekretaris CEO sudah ia pelajari betul-betul. Apakah bosnya akan menyadari bahwa ia terlambat lima belas menit? Apakah lelaki itu akan tahu, atau sebenarnya aturan itu dibuat untuk menakut-nakuti karyawan saja?
Shanika menghela napas kemudian mengembuskannya ketika pintu lift akhirnya terbuka. Setelah sampai di lantai kantornya, ia sudah hendak berlari lagi ketika ada seseorang yang tak sengaja menabraknya. Orang tersebut membawa sebungkus keripik yang terbuka, yang mengakibatkan beberapa serpihan camilan itu akhirnya menghiasi bagian depan blus Shanika, yang membuatnya ingin lompat dari atap gedung ini saja.
"Ah, motherfucker!!!!" maki gadis itu kesal.
"Um, maaf, maaf, banget," sahut orang yang menabraknya, yang ternyata adalah seorang lelaki mengenakan setelan jas yang mahal.
Prana
Shanika melotot ke arah lelaki itu, kemudian mengibaskan keripik yang masih menempel di blusnya. Akibatnya blusnya kini memiliki pola titik-titik berwarna oranye yang tak beraturan.
"Aku akan bayar laundrynya," tawar lelaki itu yang tersenyum manis dan mengangguk ke arah Shanika. "Namaku Prana."
Senyuman getir yang dipaksakan kini menghiasi wajah Shanika. "It's okay, Mas Prana. Saya buru-buru. Saya terlambat." Lalu tanpa menoleh ia segera berlari menuju ruangan di mana ia akan bekerja. Seorang lelaki paruh baya terlihat kesal saat melihat Shanika yang terengah-engah menghampirinya.
"Kamu terlambat! Saya sudah nyalakan AC-nya. Ingat, kalau ruangan itu tidak sedingin biasanya, Pak Danta akan memberimu SP tahu!" omel lelaki itu, yang Shanika tahu bernama pak Wijayanto, sang HRD yang mewawancarainya minggu lalu. SP atau surat peringatan, adalah teguran yang diberikan oleh bos kepada karyawan yang melanggar kedisiplinan.
"Ma-maaf, Pak!" Shanika menundukkan kepala, tak berani mengemukakan alasan. Pak Wijayanto pun dengan buru-buru menjelaskan letak meja Shanika yang persis di hadapan ruangan sang bos. Ada dua pesawat telepon yang masing-masing memiliki fungsi sendiri. Saat memasuki ruangan Danta, Pak Wijayanto hanya memberikan tur singkat, karena Shanika harus segera menyiapkan sarapan untuk lelaki yang akan datang tiga puluh menit lagi.
"Ini hari pertama, jadi saya berikan kompensasi. Sebenarnya harus ada serah terima jabatan antara kamu dan sekretaris lama, tapi sayangnya sekretaris lama benar-benar tak mau kembali ke kantor ini." Wijayanto mengembuskan napas. "Sebentar lagi pesanan untuk pak Danta datang. Kamu terima, dan sajikan di piring. Untuk piring dan gelas, juga kopi, kamu bisa minta sama pantry. Letaknya dua lantai dari sini. Kamu bisa telepon ruangan pantry, nomernya 178. Bilang saja, piring dan cangkir untuk pak Danta. Mereka bakal ngerti. Jangan mau diberi piring dan gelas sembarangan. Khusus pak Danta, harus yang berwarna putih dengan hiasan emas yang dari Hermes itu. Oke, sekarang, kamu siapkan kopi untuk pak Danta ya. Jangan sampai salah takaran, dan jangan suruh si OB untuk membuatkan kopinya. Pak Danta pasti tahu kalau kopi itu buatan OB dan beliau tidak suka."
Shanika mengernyit, tetapi ia tak berani menyanggah lelaki paruh baya itu sekarang. Ia sudah membuat kesalahan dengan datang terlambat, sehingga tak perlu memperpanjang masalah dengan bertanya mengapa ia harus repot-repot membuat kopi padahal di lantai bawah ada kedai kopi terenak yang bisa dipesan tanpa butuh waktu lama.
Gadis itu kemudian turun ke lantai tempat di mana ruangan pantry berada. Ia mengucapkan salam kepada OB dan OG yang ada di sana, sembari bertanya gelas dan piring untuk sang bos.
"Kopinya harus yang ini ya, Mbak. Jangan pakai kopi yang lain." Wahyu, OB yang berada di sana dengan senang hati mengajari Shanika. "Kalau mau habis, segera lapor saya. Biar nanti saya isi yang baru."
Shanika melemparkan senyum, kemudian mulai mengoperasikan coffee maker dengan arahan Wahyu. Ia tak pernah serepot ini saat menjadi kasir Omega Mart. Gadis itu melirik bagian dadanya, lalu mulai membatin apakah the lucky bra yang ia pakai sekarang memang sudah berkurang khasiatnya.
*episode02*
Ada yang samaan sama Shanika, kalo wajib pake sesuatu yang bikin tingkat PD meningkat? 🤭🤭
Lagian masak iya Shanika mau striptease di depan bosnya, hari pertama lagi. Bisa-bisa dipecat dia dong.
Once again, bosnya belum muncul. Kira-kira gimana reaksi bosnya kalo tahu Shanika telat?
Kasih tahu pendapat kamu tentang episode ini di komen ya.
Salam dari Shanika yang kaget branya belum kering 😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top