9. Perjalanan Dimulai

"Jauh, sih. Tapi oke lah. Sekalian kita cari yang lain," ucap Leo menanggapi. "Tapi sebelum itu, ada bagusnya kamu mandi sama ganti baju dulu. Sumpah baumu parah banget," lanjut pemuda itu sembari menutup hidungnya.

Tawa Laudi meledak setelah mendengar komentar Leo tersebut. Tanpa aba-aba gadis itu lantas menerjang dan mencoba memeluk Leo begitu saja. Sontak pemuda itu bangkit berdiri dan menghindar. Mereka berdua pun berkejaran di pinggir pantai seolah semua masalah alienisasi ini sama sekali tidak terjadi.

Perasaan Laudi menjadi lebih rileks sekarang. Ia pun memutuskan untuk menyusuri jalanan lengang itu untuk mencari toko baju. Sayangnya sebagian besar toko di sepanjang jalan tersebut sudah ambruk, rusak atau terbakar. Tidak banyak yang tersisa dari puing-puing bangunan yang berserakan. Semakin jauh berjalan, Laudi pun merasa tubuhnya semakin lengket dan tidak nyaman. Ia juga ingin buru-buru mandi dan membersihkan diri.

Tak berapa lama kemudian, Leo akhirnya menemukan sebuah toko pusat oleh-oleh yang masih utuh berdiri. Mereka berdua pun segera masuk tanpa menunggu lama.

Toko kecil itu sepi tak berpenghuni. Meski begitu, anehnya dia menjadi satu-satunya kios yang masih berdiri kokoh diantara puing-puing bekas tembok yang hancur di sekelilingnya. Laudi tidak ambil pusing dan segera memilah-milah pakaian yang cocok untuknya.

Setelah mendapat setelan terbaik - kemeja pantai hitam denga bunga-bunga merah muda dan sebuah hotpants berbahan jeans yang nyaman - Laudi pun segera berganti baju di toilet kios yang anehnya masih utuh. Gadis itu menyempatkan diri untuk mandi dan membersihkan diri sebelum akhirnya mengenakan baju barunya.

"Kamu juga ganti baju?" tanya Laudi yang mendapati Leo sudah mengenakan kemeja pantai serupa yang berwarna merah marun dan celana pendek hitam yang nyaman.

"Iyalah. Keringatan terus gerah juga abis kebakaran," sahut Leo ringan. "Oke masalah bau badan kelar. Sekarang kita bisa mulai perjalanannya?" lanjut pemuda itu sembari mengenakan kacamata hitam dengan label harga yang masih menggantung.

Laudi mendengkus pelan melihat kelakuan rekannya itu. Namun kemudian ia mengangguk setuju. "Yuk lah," ucapnya pendek.

Kedua orang itu pun keluar dari toko souvenir dan kembali ke jalan raya yang terik. Laudi sudah tahu kemampuan Leo dan karenanya ia tinggal menunggu pemuda itu menggunakan kemampuan tersebut untuk membantu perjalanan mareka.

Akan tetapi, belum sempat Leo menunjukkan kemampuan khususnya, serombongan perempuan berteriak-teriak memanggil nama Laudi dengan panik. Gadis itu pun menoleh ke belakang dan mendapati tiga orang yang dikenalnya berlari mendekat dengan tergopoh-gopoh. Mereka adalah Bu Dista, Mega dan Vanya.

"La, Laudi. Kamu mau kemana? Kami ... bawa kami juga. Nggak ada tempat yang aman lagi di sini," kata Bu Dista terbata-bata, diikuti dua orang lainnya yang turut memohon-mohon padanya.

Laudi benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana bisa ada orang yang sebegini tidak tahu malunya. Ketiga orang ini barusa sudah mengusir Laudi dan Leo tanpa perasaan. Sekarang mereka justru meminta untuk pergi bersama. Konyol sekali.

"Lho? Kalian yang mukul aku sampai pingsan kan?" celetuk Leo sembari menunjuk ke arah tiga orang tersebut.

Ketiganya tampak agak canggung. Meski begitu bukan Bu DIsta kalau tidak pandai berkilah. "Tadi itu salah paham. Kami kan cewek semua jadi kaget kalau tiba-tiba ada cowok asing muncul gitu aja," kilahnya tanpa rasa malu.

"Tapi kan ... ," Leo hendak menjawab lagi. Namun Laudi mencegahnya dengan menarik tangan pemuda itu.

"Udah nggak usah digubris. Emang mereka orangnya kayak gitu. Ayo kita berangkat aja," kata Laudi sembari pergi menjauh.

Tiga orang itu masih terlihat akan memohon-mohon. Akan tetapi Laudi sudah berubah sekarang. Ia bukan lagi gadis yang akan dengan mudah menaruh rasa simpati pada orang yang tidak layak.

Melihat ketetapan hati Laudi tersebut, Leo pun akhirnya menurut. Pemuda itu lantas mulai berkonsentrasi untuk mengeluarkan kemampuannya. Selang berapa detik, sebuah portal listrik berwarna kekuningan muncul dari sisi kanan Leo. Portal itu berpusar melingkar dan semakin besar hingga berukuran dua meter lebarnya.

"Keluarlah Roan, Abbas," desis Leo dengan suara rendah.

Detik berikutnya sebuah kaki berbulu abu-abu muncul dari balik portal. Langkah kaki berbulu itu rupanya milik sesosok makhluk raksasa berwujud serigala setinggi satu setengah meter. Bulu serigala itu berwarna abu-abu perak. Matanya semerah darah dan moncongnya menampakkan taring yang begitu mengintimidasi.

Setelah serigala besar itu keluar dari portal, sosok makhluk lain turut muncul di belakangnya. Surai emas yang lebat dengan mata kuning bak predator buas. Seekor singa raksasa yang juga setinggi satu setengah meter menyusul keluar dari dalam portal milik Leo. Singa itu berjalan penuh kharisma tanpa takut pada apa pun.

Kini kedua hewan buas raksasa itu berjalan mengitari Leo dengan manja. Leo mengusap-usap tubuh serigala dan singanya penuh kasih. Mereka bertiga bergumul sedemikian rupa seperti kawan lama yang baru bertemu lagi setelah terpisah jauh.

"Kangen banget sama kalian. Utututu ... ," gumam Leo sembari mengusap-usapkan kepalanya ke tubuh singa bersurai emas miliknya itu.

Laudi harus bersabar selama beberapa saat untuk memberi waktu bagi ketiga makluk itu saling melepas rindu. Dari sudut matanya, Laudi melihat Bu Dista, Vanya dan Mega berdiri terngaga menyaksikan kemampuan Leo yang di luar nalar itu. Ketiganya membeku tanpa bisa berkata-kata.

Entah kenapa melihat hal itu, rasa iba terbit di hati Laudi. Mereka hanyalah manusia biasa yang tidak tahu apa-apa. Sekarang dunia mereka sedang hancur dan satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan hanyalah meminta pertolongan.

"Leo. Aku berubah pikiran. Kita bawa juga mereka. Setidaknya sampai di tempat yang aman. Pasti ada shelter di sekitar sini," ucap Laudi kemudian.

Leo melirik rekannya itu. "Jadi? Kamu mau aku keluarin Aladon juga?" tanya pemuda itu.

"Hmm .... Nggak perlu seektrim itu. Lagian mereka pasti takut kalau sama hewan buas. Meningan kita bawa yang lebih bersahabat. Lula, misalnya?" usul Laudi kemudian.

Leo menyunggingkan senyum lebar. "Kayaknya kamu udah lebih hafal sama hewan-hewanku deh," komentarnya kemudian.

Singkat cerita, kelima orang itu pun memulai perjalanan mereka membelah pulau Bali. Laudi menunggangi Roan, serigala berbulu emas yang cantik dan ramah. Leo menunggangi Abbas, singa kesayangannya yang berbulu emas, gagah dan dominan. Sementara tiga orang lainnya, Bu Dista, Mega dan Vanya terpaksa duduk berhimpitan sambil mencengkeram erat bulu putih Lola, kelinci raksasa yang bisa melompat sangat jauh.

Sepanjang perjalanan mereka, kota-kota yang dilewati sudah hancur lebur. Di beberapa tempat, terlihat Molden-molden yang berkeliaran menjaga sel telur yang diproduksi oleh Corux. Akan memakan banyak waktu jika Laudi dan Leo harus membasmi mereka satu persatu. Fokus mereka berdua sekarang adalah mencari shelter bagi Bu Dista dan yang lainnya, lalu menuju ke kampung halaman Laudi di Jogja sambil mencari sisa anggota tim mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top