7. Nax'il
Sebelum pergi, Laudi sekilas ingat tetang suara teriakan yang terdengar di ujung ruangan itu. Teriakan yang membangunkan Corux dan membuatnya harus bertarung hidup dan mati. Laudi yakin kalau itu adalah teriakan manusia. Tidak ada salahnya ia mencoba memeriksa sebentar sebelum seluruh gedung hotel itu habis terbakar.
Laudi kembali menyusuri lobby menuju sebuah ruangan kecil berlapis kaca yang ada di ujung. Ia mengenali tempat itu sebagai ruangan kantor anak-anak reservasi yang ada di bawah Departemen Front Office. Laudi akhirnya sampai di depan pintu ruangan kecil itu. Ia mencoba mendorong pintu kacanya, tetapi rupanya terkunci.
Gadis itu lantas mengetuk beberapa kali. Tidak ada jawaban. Bahkan saat ia melongok ke dalam, Laudi tidak bisa menemukan siapa pun. Meski begitu ia yakin kalau tadi ia mendengar suara teriakan dari tempat itu. Maka dengan sisa tenaganya, Laudi pun memanggil sebuah palu dari portal listrik yang muncul di sebelah kiri tubuhnya.
Palu berukuran sedang berhasil ia keluarkan dari portal listrik tersebut. Dengan kuat Laudi menggenggam palu itu lantas mulai dia pukulkan ke arah pintu kaca. Suara terikan ketakutan kembali terdengar dari dalam ruangan tersebut, diikuti rintihan dan tangisan pilu yang menyedihkan.
Laudi kembali memukulkan palunya beberapa kali, tanpa mempedulikan orang-orang yang menangis di dalam. Pada pukulan kelima, pintu kaca tersebut berhasil dipecahkan. Laudi melangkah masuk dan mendapati tiga orang wanita meringkuk ketakutan di bawah meja.
"Bu Dista?" tanya Laudi sembari mengamati dua orang lainnya yang adalah Mega serta Vanya.
Ketiga orang itu sontah menoleh menatap Laudi. Mereka tampak ketakutan dan sangat kacau.
"La, Laudi. Kamu bener Laudi kan?" rintih Bu Dista yang meringkuk gemetaran. Air mata membasahi seluruh wajah perempuan itu, membuat maskaranya luntur. Bu Dista tampak seperti hantu yang meneteskan air mata berwarna hitam.
"Mega dan Vanya juga di sini? Kalian selamat?" lanjut Laudi sembari berlutut di sebelah meja. Ia tidak lagi merasa perlu memanggil mereka dengan hormat seperti sebelumnya. Keadaan berubah. Baik Vanya ataupun Mega hanya manusia biasa yang tidak bisa lagi menginjak-injak dirinya.
"Ka, kamu juga selamat, Laudi? Ta, tapi tempat ini udah nggak bisa nerima orang lain lagi. Makanan kita udah menipis dan air juga udah mau habis. Jadi, sorry, kamu harus pergi. Kalau nggak, kamu mungkin bakal bernasib seperti orang itu," ucap Mega sembari mengangguk ke arah sudut ruangan yang tertutup meja panjang.
Laudi berjalan ke arah yang dituju oleh Mega. Gadis itu semakin terkejut melihat pemandangan di depannya. Seorang pemuda tergolek tak sadarkan diri di sudut ruangan tersebut. Kepalanya berdarah, seperti bekas pukulan benda tumpul. Laudi berlutut untuk melihat kondisi orang itu. Masih berbnapas. Pemuda itu jelas masih hidup.
Sejenak, saat menyentuh tubuh sang pemuda yang pingsan itu, Laudi tiba-tiba merasa sangat familiar. Hanya sepersekian detik saja, Laudi merasa bahwa pemuda itu adalah bagian dari dirinya. Gadis itu pun mengamati pemuda itu dengan lebih seksama. Ia jelas tidak mengenal orang itu. Dari pakaian yang dia kenakan, pemuda itu sepertinya adalah salah satu tamu hotel yang sedang menginap.
Wajahnya asing dan Laudi yakin kalau baru pertama kali itu ia melihat orang tersebut. Meski begitu, entah kenapa Laudi bisa merasakan energi yang sangat dia kenal, muncul dari pemuda berambut gelap dengan kulit putih itu. Ia pun mencoba menyentuh tubuh pemuda itu sekali lagi.
Kilasan adegan serta merta muncul dalam benak Laudi. Ingatan-ingatan lampaunya datang silih berganti, saling bertumpuk seperti roll film yang berputar cepat di dalam kepalanya. Laudi tertegun. Tubuhnya kaku, dan kedua mata hitamnya berubah menjadi putih. Ia memasuki kondisi trans sementara.
Selama beberapa detik yang penuh arti itu, Laudi akhirnya tahu siapa pemuda yang disentuhnya itu. Nax'il. Itu adalah nama pemuda itu di kehidupan sebelumnya, saat ia dan Laudi menjadi bagian dari bangsa Maldek. Orang itu adalah salah satu jiwa yang menitis, tetapi sepertinya belum dibangkitkan.
Setelah mendapat pemahaman itu, Laudi pun kembali sadar dari keadaan trans-nya. Ia lantas menoleh ke arah Bu Dista dan dua orang lainnya yang masih meringkuk ketakutan di bawah meja.
"Kalian mukul orang ini?" tanya Laudi dengan nada marah.
"Di, dia duluan yang sembarangan ambil jatah makanan kita," sergah Vanya tak terima.
Kalau saja Laudi tidak mengenal ketiga orang itu, ia pasti akan mempercayai kata-kata tersebut. Seorang pemuda yang merebut makanan dari tiga perempuan tak berdaya. Memang terdengar masuk akal. Akan tetapi, Laudi sudah tahu bagaimana tabiat tiga mantan rekan sekantornya itu. Jelas mereka pasti memasang scenario untuk menumbalkan satu pria asing yang mengurangi jatah makanan dalam pengungsian darurat itu.
"Kalau kamu nggak mau berakhir seperti dia, mendingan kamu pergi sekarang, Laudi. Kita tahu kalau ini situasi yang berbahaya. Tapi, maaf, kami juga harus bertahan hidup." Bu Dista tiba-tiba mendapat keberaniannya, lalu keluar dari tempat persembunyian dan berdiri menantang Laudi.
Laudi hanya mendengkus kecil sembari menahan tawa geli. Orang memang tidak mudah berubah. Apalagi kalau berada di posisi terdesak. Sifat aslinya menjadi semakin terlihat.
"Tenang aja, saya nggak akan menetap di sini. Sebentar lagi juga hotelnya paling hangus kebakar. Saya cuma ngecek tadi, dan karena kalian sepertinya baik-baik aja, jadi saya bisa pergi dengan tenang," sahut Laudi santai. "Oya, orang ini saya bawa ya. Daripada nyusahin kalian. Bisa-bisa kalian jadi pembunuh," lanjutnya sembari mengangkat tubuh pingsan pemuda asing itu.
Dengan cekatan Laudi menggendong sang pemuda tersebut ke punggungnya, lalu mulai berdiri. Ia sedikit kepayahan karena tenaganya sudah habis terkuras. Akan tetapi Laudi menolak menyerah. Ia tetap harus membawa orang ini keluar dari sana.
Di sisi lain, Bu Dista, Vanya dan Mega mulai menyadari adanya kebakaran di luar sana. Mereka bertiga pun mulai panik dan berebut mengemasi snack-snack yang tersimpan di dalam kabinet. Laudi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak ringan menyaksikan kejadian tersebut. Ia pun berlalu pergi sambil membopong tubuh pemuda itu keluar.
Kebakaran sudah menyebar luas hingga ke area kamar. Laudi bisa memastikan kalau bagian tangga darurat yang berisi tunas-tunas semaian monster juga akan ikut terbakar. Gadis itu mendesah lega. Setidaknya ia tidak perlu membunuh orang-orang yang menjadi korban itu dengan tangannya sendiri.
Pintu keluar lobby sudah ada di depan mata. Beruntung api belum menjalar sampai ke depan. Susah payah Laudi membuka pintu dan keluar dari bangunan itu menuju drop off area yang juga dihiasi taman bunga serta air mancur. Tidak ada siapa pun di luar sana. Keadaan lengang dan tenang. Laudi menoleh sekilas, menyaksikan hotel megah tempatnya bekerja itu mulai terbakar habis. Mulai sekarang, hidupnya tidak akan sama lagi seperti sebelumnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top