Ichthyophobia
Sakata Gintoki, sebagai seseorang yang mencintai Tachibana Kanna--juga memiliki rasa kagum terhadap gadis yang dicintanya.
Dewasa, cukup bijak, sifat galak tidak tertinggal dan juga selalu mencoba tenang di segala situasi meskipun saat itu tengah genting. Paras cantiknya pun membuat Gintoki tak bisa lepas dari genggaman Kanna, dirinya membiarkan Kanna berbuat sesuka karena rasa suka tak dapat dihindari.
Sifat yang hampir sempurna itu, pasti ada saja memiliki sebuah kekurangan. Entah kekurangan kecil maupun besar, pasti akan tetap ada. Namun, Gintoki tidak mengetahui hal itu. Kanna cukup pintar dan rapi menyembunyikan kekurangannya. Karena yang Gintoki lihatin dan amati setiap bersama Kanna, hanya ada sebuah kesempurnaan pada sifatnya itu.
Sebetulnya tidak benar-benar sempurna, Kanna juga manusia biasa. Dalam diri Kanna, ia mempunyai hati yang rapuh tetapi setelah menjalani hidup sendiri dan mandiri. Kanna mengurung rapat hati kecil dan perasaannya itu. Gintoki sudah tahu mengenai yang satu ini. Tetapi, yang dicari Gintoki bukanlah seperti yang diceritakan tadi.
Gintoki mencari sesuatu yang lain. Seperti, ah, tidak ingin mengakuinya, aslinya Gintoki juga memiliki (banyak) kekurangan. Salah satunya adalah dia takut dengan hantu dan juga dokter gigi. Agak aneh bukan? Seorang pria berkepala dua hampir mendekati tiga—dengan badan tinggi dan juga dada bidang, wajah pun menunjukan kegarangan ternyata dapat takut dengan sesuatu yang remeh. Sejujur hantu agak tidak remeh karena nyatanya memang menyeramkan, tapi untuk dokter gigi? Itu aneh. Ah, jangan lupakan laba-laba.
Itu yang Gintoki cari dari kekurangan Kanna. Yaitu ketakutan sang kekasih pada hal sepele.
Selama dirinya bercengkerama dengan Kanna, tidak pernah sekalipun Kanna menunjukan kalau ia takut dengan apapun itu di dunia ini. Bahkan, dalam sebuah perkelahian Kanna tidak ada rasa takut, malahan dirinya berani maju untuk melawan.
Kemudian, terlintas pikiran usil pada pikiran Gintoki. Yakni ia ingin mencari tahu satu persatu apa yang Kanna takuti dengan cara menakutinya dengan banyak hal. Jahat? Padahal Kanna itu kekasihnya, tetapi dia malah melakukan kejahilan? Menurut Gintoki, tidak juga. Sebut saja ini eksperimen kecil-kecilan atau misi mengetahui apa yang ditakuti oleh gadisnya.
Yang pertama, Gintoki akan mencoba dari sesuatu yang umum, cacing. Makhluk kecil dengan kulit licin dan bergerak melata itu pasti sangat membuat orang lain merasa geli. Terutama bagi para wanita.
Gintoki yakini kemungkinan besar Kanna tidak bisa berkutik dan menjerit melihat cacing ada pada bajunya. Betul, Gintoki akan menaruh cacing tersebut pada lengan baju Kanna diam-diam saat Kanna lengah.
Awalnya, ia akan berpura-pura memegang lengannya, kemudian menaruh cacing tersebut di lengan baju Kanna.
Dengan senyum lebar, Gintoki mendekat ke arah Kanna, menggenggam tangan sang kekasih sembari berkata manis. "Kanna-chan! Aku kangen!" Ujarnya dengan nada dibuat manis.
Kanna yang mendengar nada bicara yang dibuat-buat itu membuatnya bergidik geli, padahal cacing belum Gintoki lepaskan.
"Gin-san, suara sok manismu itu membuat suasana hatiku kacau," sinis Kanna menepis tangan Gintoki.
Gintoki pura-pura cemberut dengan memajukan bibirnya, "Jahat sekali, padahal aku benar-benar rindu. Tidak boleh?" Wajah Gintoki memelas.
"Tentu saja boleh, tetapi hentikan cara bicara aneh mu itu. Menggelikan," balas Kanna.
Ah, ini bukankah ini termasuk dari kekurangan juga. Mulut tajam yang tidak memperhatikan perasaan orang lain? Lupakan itu. Misi utama Gintoki adalah membuat Kanna takut dan misi pertamanya berhasil karena cacing tersebut sudah menempel pada lengan baju Kanna.
Gintoki berpura-pura memasang wajah kecewa karena ditolak begitu oleh Kanna. Kemudian ekspresinya berubah terkejut sembari menunjuk-nunjuk Kanna, "Kanna, Kanna! Ada sesuatu di lengan bajumu!" Seru Gintoki.
Sejujurnya nada bicara Gintoki terdengar begitu kaku dan palsu, ketara sekali berakting namun aktingnya sangat buruk. Bisa-bisa Kanna menyadari kalau cacing di lengan bajunya itu ulah Gintoki.
Kanna dengan tenang melihat pada arah yang ditunjuk Gintoki. Ia sedikit terkejut mengapa seekor cacing bisa berada di bajunya? Tanpa menunjukan rasa takut, Kanna bergegas mengambil tisu guna menangkap cacing di lengan baju dan membuangnya. Gintoki yang melihat kejadian itu ikut terheran-heran, kenapa Kanna biasa saja?
"Berarti bukan ini," gumam Gintoki pelan.
"Apanya yang bukan?" Tanya Kanna setelah kembali dari membuang cacing keluar rumahnya.
"Oh, b-bukan apa-apa," balas Gintoki gelagapan.
Mata Kanna memicing tidak percaya, merasa Gintoki sebenarnya menyembunyikan sesuatu. Memang benar, dan Gintoki menghindari tatapan Kanna, takut dirinya ketahuan bohong.
"Awas saja ya," ujar Kanna pada akhirnya. Gintoki pun bernafas lega.
Baiklah, yang kedua adalah laba--tidak, jangan laba-laba. Itu pun Gintoki sama takutnya dengan makhluk yang mengeluarkan jaring itu. Tetapi, jujur saja Gintoki tidak terpikirkan hal lain. Apa ulat saja? Hanya saja ulat dan cacing tidak jauh berbeda, mungkin Kanna sama saja tidak merasa takut. Bagaimana dengan kucing?
"Bodoh, Kanna itu sangat bucing alias bucin kucing. Mana mungkin takut," balas Gintoki pada dirinya sendiri.
"Gin-san, dari pada melamun. Mau tidak mengantarku belanja?" Pinta Kanna.
Gintoki seketika berhenti melamun, agaknya malas harus pergi di cuaca panas seperti ini. Tapi demi sayangnya apa sih yang tidak?
"Tentu saja."
Sampai di pusat perbelanjaan sebut saja pasar. Kanna mulai juga mencari-cari barang yang ingin dibelinya dan diikuti oleh Gintoki yang berjalan di belakang Kanna. Gintoki sedikit menyesal karena menerima permintaan Kanna, ia bete sendiri karena harus berjalan berdesakan dengan orang-orang yang tengah berbelanja juga.
"Dari pada berbelanja, lebih baik kita kencan," celetuk Gintoki.
"Memangnya mau kencan kemana? Aku berbelanja juga untuk kita makan," balas Kanna sembari melihat-lihat sayuran.
"Kemana saja? Contohnya akuarium. Kita tidak pernah aquarium date bukan?"
Seketika tangan Kanna berhenti mencari, kepalanya ia torehkan ke arah Gintoki. Ekspresi dengan mata memicing tadi kembali, "Tidak akan pernah." Kanna berucap dengan ketus.
"Lho, memangnya kenapa? Itu kan umum."
"Kemana saja, asal jangan ke akuarium," kata Kanna lagi.
Gintoki bingung sendiri dengan jawaban Kanna, memangnya ada apa dengan akuarium sampai Kanna sebegitu kerasnya menolak ke sana. Jangan-jangan itu kenangan Kanna saat bersama lelaki lain sebelumnya, jadi Kanna menghindari akuarium karena takut teringat?
"Apa karena mantanmu sebelumnya pernah mengajak ke sana?" Tanya Gintoki dengan wajah memelas.
"Sembarangan. Kau itu pacar pertamaku, aku tidak punya mantan," jawab Kanna terkekeh kecil.
"Lalu kenapa? Eh, tapi aku senang dengan jawabanmu."
"Ada saja."
Aduh, Gintoki ingin sekali mencubit pipi Kanna agar kekasihnya itu memberitahu alasannya kenapa. Dirinya sangat penasaran hingga lupa misi utama mencari hal yang ditakuti Kanna.
"Tolong beritahu aku, kenapaaaa ...." Gintoki mengeluarkan lagi nada imutnya, membuat Kanna lagi-lagi bergidik ngeri.
"Tidak ada alasan khusus hany--ah, sialan!" Tiba-tiba Kanna menjerit dan refleksnya menarik lengan Gintoki untuk menyembunyikan wajahnya.
Gintoki tersentak kaget dengan tingkah Kanna yang tiba-tiba itu. "Ada apa? Kenapa?"
"A-a-ada ikan ....," lirih Kanna.
Gintoki melihat ke arah depan, salah satu ruko di pasar yang memang menjual ikan memiliki akuarium dengan ikan segar di dalamnya. Kemudian saat itu juga, Gintoki mendapatkan secercah cahaya dan ia akhirnya mengetahui alasan Kanna tidak ingin pergi ke akuarium.
"Oh, kamu takut ikan?"
Hening sebentar, Kanna menunjuk sembarang arah dan tanpa melepaskan lengan Gintoki. "Lebih baik kita pergi dari sini saja dulu!"
"Tidak mau, kau belum menjawab," tolak Gintoki.
Kanna menghentakkan kakinya berulang kali, meminta Gintoki untuk segera membawanya keluar dari sini. Gintoki pun sama dengan pendiriannya, ingin mengkonfirmasi dahulu kebenarannya.
"Iya, baiklah! Aku takut dengan ikan! Sekarang bawa aku keluar dari sini sebelum aku gila!" Seru Kanna akhirnya mengakui kalau dirinya ternyata memiliki ketakutan dengan ikan.
Jackpot.
Gintoki tidak menyangka kalau hal yang ditakuti oleh Kanna adalah ikan. Sungguh aneh tapi nyata. Orang normal mana takut dengan makhluk tidak berbahaya dan enak untuk dikonsumsi? Kalau dipikir-pikir lagi, selama makan bersama Kanna. Gintoki tidak sekali pun pernah melihat kekasihnya itu memakan ikan, ternyata itu alasannya.
Setelah rasa penasarannya terjawab, Gintoki membawa Kanna pergi dari situ. Nanti kapan-kapan, akan ia tanyakan kenapa kanna bisa begitu takut dengan ikan.
---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top