-- 2 --
· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
"Bagaimana keadaannya?"
"Kami masih belum bisa mendapat informasi apa pun tentangnya. Gadis itu tidak bisa didekati oleh siapa pun. Mendengar suara kami pun dia bisa histeris. Beberapa kali sampai harus menenangkan paksa dia," tutur seorang wanita berjas putih panjang. Bahasa Inggrisnya tercampur dengan logat Jepang yang kental. Meski begitu, Icarus bisa sangat memahami penjelasan yang–meski sudah satu minggu sejak kedatangan pertama–masih tidak juga menunjukkan kabar mengenakkan.
"Hanya namanya yang bisa kami ketahui."
"Nama?"
Si dokter membenarkan. "Dia sering menyebut nama Airi saat histeris. Airi tidak mau, Lepaskan Airi, Airi minta maaf, dan sebagainya. Karena itu, kami menyimpulkan bahwa nama gadis itu adalah Airi, Lazarescu-san."
Mereka terus jalan menyusuri lorong rumah sakit menuju bangsal pasien yang lokasinya cukup jauh. "Jadi, karena masih sering gaduh gelisah, Airi masih belum dipindahkan dari bangsal akut?" tanya Icarus memastikan. Sebab beberapa langkah di depannya, terpampang papan tunjuk menuju bangunan tempat menampung pasien gawat darurat.
"Sayangnya, itu benar. Setidaknya sampai bisa kami dekati, Airi belum bisa kami pindahkan dari Ruang Gaduh Gelisah."
Mereka berhenti di depan salah satu kamar. Pintu jeruji membatasi Icarus dengan seseorang di dalam sana. Pria itu berdiri di samping, melongok sedikit sambil mencoba untuk tidak mengeluarkan suara apa pun, apalagi melayangkan aura kehadiran yang dirasa mengancam untuk si pasien.
Sekilas, bilik itu nampak kosong. Sampai kemudian manik merahnya menangkap buntalan selimut di pojok ruangan. Airi masih sama seperti saat dia menemukannya malam itu. Meringkuk. Bersembunyi. Apa dia takut? Pada apa? Ruangan terbuka? Interaksi sosial? Cahaya?
Atau orang?
Icarus mendadak teringat mata biru itu lagi, yang melihatnya dengan kengerian yang tak dibuat-buat. Seakan-akan dirinya adalah monster yang akan menerkamnya hidup-hidup.
"Bagaimana dengan fisiknya?" tanya Icarus seraya menjauh sedikit. Suaranya berbisik.
"Ada banyak bekas-bekas luka yang kami duga disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam di sekujur tubuhnya. Ada juga seperti bekas ikatan di pergelangan tangan, kaki, dan leher."
Kening Icarus mengernyit. Korban perundungan? Penculikan?
"Lalu ...." Dokter wanita itu melanjutkan. Dia terlihat berat mengeluarkan kalimat selanjutnya dan itu membuat perasaan Icarus tidak enak. "Kami melakukan tes napza kepada pasien Airi. Dan, hasilnya positif."
Icarus membeliak. Positif narkoba!?
Anak ini pecandu–ah, tapi dengan semua tingkah lakunya, dia tidak seperti orang-orang yang dengan sengaja mengonsumsi narkoba untuk kesenangan. Terlebih luka-luka itu ....
Sebenarnya apa yang sudah dialami anak ini?
Icarus menghadap lagi ke jeruji. "Apa saya boleh masuk?"
"Kami hanya mengijinkan kunjungan dari luar, Lazarescu-san. Hanya dokter, perawat, dan pihak rumah sakit yang boleh masuk ke bilik pasien."
Tentu saja. Di sini dirinya hanya berstatus sebagai penanggungjawab pasien. Bukan dokter.
Tapi, dia tidak bisa diam. Tidak ketika wajah pucat itu terus terbayang di benaknya. Dia tidak bisa membiarkan Airi berakhir sama seperti sosok lain yang dia kenal. Wajah pucat yang sudah tak bernyawa.
Mungkin dia harus membawa Airi pergi dari sini. Satu minggu sudah terlalu lama, seharusnya pasien rumah sakit jiwa sudah mampu membuat pasien dalam kondisi setengah gelisah dan pindah dari bangsal akut dalam waktu seminggu itu. Tapi, di sini, Airi terlihat tidak ada perkembangan apa pun.
Icarus bisa membawanya pulang. Ya. Ke Rumania. Dirujuk ke rumah sakit tempatnya bekerja. Di sana, anak ini pasti bisa mendapat pelayanan yang lebih baik, dan Icarus bisa menangani serta mengawasinya secara langsung. Bahasa tidak akan jadi masalah. Dia bisa menyewa interpreter dan mempermudah komunikasi dengan pasien ini.
Ya, begitu saja.
Namun, mendadak Icarus teringat semua agenda padatnya. Appointment, jadwal jaga, seminar, dan lain-lain menantinya tanpa jeda. Ia sangat sibuk. Tidak mungkin ada waktu untuk merawat pasien yang sebenarnya bukan siapa-siapanya. Airi hanya orang asing yang tidak sengaja dia temui di negeri orang. Kalau membawanya pulang, Icarus harus mengatur ulang semua jadwalnya dan itu pasti akan sangat merepotkan. Ini saja dia harus merombak ulang jadwal temu karena harus menjenguk gadis tersebut.
Tidak bisa. Dirinya sibuk.
Maaf, tapi aku tidak bisa menemuimu sekarang. Aku sedang sibuk.
... sial.
Bisa-bisanya kau masih memikirkan kesibukan setelah kesibukan itulah yang merenggut sosok berharga darimu, Icarus. Sahabatmu sendiri, di masa lalu.
Ternyata dirinya memang masih sesampah itu.
Ia mengambil napas dalam-dalam, lantas berucap kepada dokter di sampingnya, "Dokter, saya ingin meminta tolong sesuatu." Si dokter menoleh dengan tanda tanya di wajahnya. Icarus melanjutkan, "Bisa tolong bantu saya mengenai berkas untuk rujukan pasien?"
"Saya ingin memindahkan pasien Airi ke rumah sakit tempat saya bekerja. Di Rumania."
"Oh. Dan satu lagi." Ia menambahkan, "Apa Anda bisa bantu saya menerjemahkan ke bahasa Jepang?"
· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top