BAB 30. Chéngfá
Kaisar dan jenderal Huang Fu yang diikuti oleh sepuluh prajurit terbaik kini berada di tengan hutan yang disebutkan oleh sang istri. Yueyin telah menggambar dengan detail tempat kuburan ibunda kandungnya. Saat ini, mereka sedang mencari pohon besar yang dimaksud oleh Sang Ratu. Pohon besar itu memang berbeda dari yang lain. Batangnya saja sudah sangat besar, cabangnya bahkan sampai menyentuh pohon-pohon lain di sekitarnya. Dedaunan di pohon itu benar-benar mengalahkan sinar matahari yang begitu terik.
“Yang Mulia,” seru salah seorang prajurit ketika melihat pohon besar yang dimaksud.
Qing Ghaozen menoleh lantas prajurit itu kembali berkata
“Hamba menemukannya.”
Qing Ghaozen memacu kudanya untuk segera mendekati prajurit tersebut, begitupula dengan Jenderal Huang Fu dan beberapa prajurit lainnya. Mereka sampai di tempat yang dimaksud. Sang Kaisar turun dari kudanya dan mengikatkan tali kuda ke sebuah pohon kecil yang tidak jauh dari mereka. Setelahnya, ia memandang lekat pada pohon besar tersebut. Pohon itu diyakini telah hidup selama ratusan tahun lamanya mengingat besarnya yang luar biasa sesuai dengan perkataan Yueyin, istrinya.
“Ayo, gali dengan hati-hati,” Qing Ghaozen memerintah pasukannya untuk mulai menggali di sekitar pohon dan berharap bahwa benar-benar menemukan setidaknya kerangka ibunya.
♚♚♚
Qian Yueyin memperhatikan sosok Shie yang berdiri tak jauh darinya tanpa sepengetahuan gadis itu. Merasa penasaran, Qian Yueyin turut melirik apa yang sebenarnya sedang diintip oleh dayang kesayangannya itu.
“Mengintip tidak dibenarkan, Shie,” gumam Yueyin membuat Shie terperanjat seketika lalu memberi hormat sambil memejamkan matanya erat karena sudah dipergok oleh sang ratu itu sendiri. “Ah, kau mengintip Tabib Ghao dan Liu ternyata.” Wajah Shie seketika memerah menahan malu dan membuat ia memaki dirinya sendiri. “Ayo, kita temui mereka.”
“Eh?” seru Shie tidak percaya. “J-jangan Yang Mulia Ra—”
Terlambat!
Ratu sudah lebih dulu menegur mereka. Shie segera mengikuti langkah sang ratu dan berdiri di belakang majikannya.
“Apa yang sedang kalian lakukan?” tanya Ratu saat dia telah menerima penghormatan dari Tabib Ghao dan Liu.
Tabib Ghao langsung menjawab sopan. “Nona Liu meminta saya untuk memperkenalkan tanaman-tanaman berikut, Yang Mulia,” tunjuknya pada setiap tanaman yang terdapat di atas meja dapur sementara Shie di belakang Ratu hanya mampu memejamkan matanya erat berharap bahwa Ratu tidak mengatakan pada mereka bahwa ia sejak tadi menguping keduanya.
“Ah, bisakah kau ajak Shie sekalian? Aku yakin dia masih butuh belajar.”
Tiba-tiba Shie melebarkan matanya lantas langsung bersuara. “Tidak, Yang Mulia. Sa-saya... B-banyak pekerjaan yang harus saya urus, Yang Mulia.”
“Tidak apa-apa, Shie. Dayang Fei telah mengurus semua keperluanku. Untuk hari ini kau bebas.”
“T-tapi, Yang Mulia—” Ayolah, Shie benar-benar tidak ingin terjebak diantara dua orang bangsawan itu. Lagipula, terlihat jelas strata mereka berbeda sangat jauh.
“Tidak apa-apa, Shie. Kau memang masih butuh banyak pembelajaran dariku,” sahut Tabib Ghao yang lagi-lagi membuat Shie mengumpat dalam hati.
“Kalau begitu, saya permisi dulu.”
Baik Tabib Ghao, Shie dan Liu kembali menunduk hormat saat Ratu mulai meninggalkan dapur istana. Shie yang ditinggal sang ratu mulai merasa gelisah seakan mengganggu pendekatan dua orang yang hendak dijodohkan. Seketika ia memukul kepalanya sendiri mengingat kelakuannya yang telah mengintip sekaligus menguping.
“Shie, apa kau baik-baik saja?”
“Eh?” Seketika ia menyengir bodoh. “S-saya baik-baik saja.”
“Ehm,” Liu seketika berdeham pelan membuat Shie dan Tabib Ghao menoleh ke arahnya. “Tabib, apa nama tanaman ini?” tanyanya lalu menunjuk tanaman yang sedang di pegang oleh Tabib Ghao dan dengan sengaja ia menyentuh jemari Tabib Ghao membuat Shie memutar bola matanya sebelum membelakangi mereka dan berjalan untuk mengambil air.
Keduanya kembali mengobrol sementara Shie pura-pura meminum air sambil terus mendengarkan pembicaraan keduanya.
“Tabib Ghao, kuharap kita akan segera menikah dan—”
“Uhuk! Uhuk!” Shie terbatuk-batuk tiba-tiba saat air memasuki hidung dan tenggorokannya secara tidak wajar. “Uhuk, uhuk!”
“Kau baik-baik saja?” Tabib Ghao langsung menghampirinya dan menanyakan keadaannya. Menepuk punggung Shie pelan, sampai sekiranya gadis itu merasa mendingan.
Shie mengangguk. “Saya mohon pamit.” Tanpa mendengar jawaban dari sang tabib, Shie langsung meninggalkan dapur itu. Ia benar-benar tidak tahan untuk berada disana mengingat secara tidak langsung bahwa Liu mengatakan tidak ada yang boleh merebut Tabib Ghao darinya. Lagipula, rumor itu ternyata benar bahwa Tabib Ghao akan dijodohkan dengan Liu.
♚♚♚
“Ibu!” seru Xiao saat ia sampai ke kediaman sang ibu. Lelaki kecil itu berlari lalu memeluk Yueyin erat. “Aku merindukan Ibu.”
Yueyin tersenyum lalu melirik dayang-dayang putra mahkota agar keluar membiarkan keduanya bersama untuk sesaat. Xiao melepaskan pelukannya dan bertanya, “Aku tidak suka tinggal di istana, Ibu.”
“Kenapa?” tanya Yueyin cemas ketika melihat wajah putranya yang tampak begitu lesu.
“Pertama, aku jarang bertemu Ibu. Kedua, aku disuruh belajar terus menerus. Ketiga, aku disuruh berlatih memainkan pedang kayu bersama Jenderal Huang Fu. Keempat, aku bahkan tidak memiliki waktu bermain!” serunya tidak suka sambil melipat tangannya di depan dada dengan wajah yang menurut Yueyin begitu gemas untuk dilihat.
Yueyin tersenyum simpul. “Jadi, intinya kau ingin bermain, hm?”
Xiao mengangguk mantap. “Aku bahkan tidak diijinkan untuk bermain bersama anak seusiaku.”
“Oh sayang, kasihan putra ibu,” gumamnya lalu menarik Xiao untuk duduk di depannya. Tangannya bergerak mengelus rambut Xiao yang begitu lembut. “Kau bisa bermain dengan Ibu, Nak.”
Xiao menggeleng kemudian menunduk. “Aku lebih suka kehidupan lama kita, Ibu,” sahutnya sedih. “Disana aku bahkan bisa dengan bebas memetik bunga untukmu, tapi disini saat aku ingin memetik bunga, mereka akan memarahiku.”
“Siapa yang berani memarahimu?!” Suara bass itu membuat Xiao dan Yueyin menoleh. Menatap Sang Kaisar yang terlihat gagah.
Yueyin berdiri pun dengan Xiao. Keduanya menghampiri Qing Ghaozen. “Kau sudah menemukan makam ibumu?” tanya Yueyin cemas. Apakah benar makam itu ada disana atau tidak?
Seketika Qing Ghaozen mengangguk. “Aku sudah menemukannya dan menyuruh Jenderal Huang Fu untuk segera memakamkannya di makam keluarga kerajaan. Lalu, besok kita akan mengadakan upacara pemakaman ibuku di halaman istana emas.” Setelah menjawab Qing Ghaozen lalu berjongkok seakan menyetarakan dirinya dengan putranya. Memegang kedua lengan putranya dan kembali bertanya. “Siapa yang telah berani memarahimu? Katakan pada Ayah.”
Xiao melirik Ibunya sekilas seakan meminta persetujuan, lalu melihat Ibunya mengangguk dengan berani Xiao langsung berkata. “Dayang-dayangku, Ayah. Mereka berkata aku tidak boleh nakal dan merusak properti kerajaan termasuk tanam-tanaman di sekitar kerajaan,” jawabnya lalu menunduk.
Qing Ghaozen berdiri dan hendak keluar dari ruangan menemui dayang-dayang sang putra mahkota, namun Yueyin menahannya. “Kau tidak harus turun tangan dalam hal ini. Biar aku saja yang menegur mereka.”
“Mereka harus diberi pelajaran, ditegur saja tidak akan cukup.”
“Yang Mulia,” seru Yueyin saat Qing Ghaozen mengindahkan panggilannya.
Saat pria itu keluar dari ruangan sang ratu, semua orang baik para dayang-dayang Kaisar, dayang-dayang Ratu, dan dayang-dayang Xiao dengan kompak menunduk memberi hormat. Mata Qing Ghaozen menatap awas pada dayang-dayang putranya. Ia segera berkata dengan jelas dan tegas.
“Aku akan memecat semua dayang-dayang putraku, tidak terkecuali!”
Seketika dayang-dayang Xiao langsung bersujud memohon ampun dan apa sekiranya yang membuat mereka tiba-tiba dipecat?
“Dan untuk kalian semua,” serunya sambil mengalihkan pandangannya pada dayang-dayangnya dan juga dayang-dayang ratu. “Jika ada yang berani melarang putraku untuk memetik bunga atau menggunakan properti kerajaan, aku tidak akan segan menghukumnya!” Tak lama Qing Ghaozen kembali masuk ke ruangan istrinya sementara Qian Yueyin masih di tempat melihat dayang-dayang putranya yang mulai bubar.
“Shie,” panggilnya pelan.
“Ya, Yang Mulia,” sahut Shie dari barisan dayang-dayang sang ratu. Gadis itu segera berdiri di hadapan Sang Ratu.
“Carikan dayang-dayang terbaik kerajaan yang setia pada putraku.”
Shie mengangguk patuh. “Baik, Yang Mulia.”
Dan kemudian Yueyin kembali ke ruangannya, melihat Qing Ghaozen dan putranya dengan duduk bersama sambil bercerita. Setidaknya, pria itu tahu bagaimana menjadi seorang ayah dan seorang raja disaat yang bersamaan.
**
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top