BAB 22. Wan Shan
Qing Ghaozen menutup sebuah buku tua yang baru saja dibacanya. Jantungnya berdetak cepat seakan masa lalu yang baru saja dibacanya merupakan cerita dongeng yang dibacakan Ibunya saat ia masih kecil. Namun, kenyataan yang ia terima dari buku ini entahlah sebuah anugerah atau bencana padanya karena pada akhirnya semuanya memang harus berperang untuk mengulang kembali masa lalu.
Tabib Gia memang saat ini mendampingi Sang Kaisar untuk membuka pintu yang bertahun-tahun lamanya tak dibuka. Tak disangka di balik pintu itu hanya ada sebuah buku tua dan beberapa kertas gulungan yang diikat memakai tali goni. “Anda sudah mengetahuinya, Yang Mulia. Apa yang akan Anda lakukan sekarang?”
Qing Ghaozen masih terdiam karena ia sendiri pun tak tahu keputusan apa yang harus dibuatnya. Haruskah ia membaca mantra itu? Atau justru tetap membiarkannya seakan dia tidak tahu apa-apa?
“Saya yakin, Raja Wan Shan sejak lama sudah mengetahui masa lalu ini. Tapi, dia memilih diam dan bersikap layaknya sahabat kepada Anda, Yang Mulia,” lanjut Tabib Gia saat masih tidak mendengar apapun dari bibir Sang Raja. “Tapi, bukankah beberapa kali dia terus mencoba untuk membuat onar? Tidakkah Anda berpikir bahwa dia diam-diam sedang mengancam Anda? Yang Mulia, saya—”
“Diam!” seru Qing Ghaozen dengan suara lantang, membuat sang tabib seketika terkejut. “Tinggalkan aku sendiri!”
Sang tabib menarik napas dalam lantas menunduk memberi hormat dan pamit undur diri. Qing Ghaozen terdiam di keremangan ruangan pintu rahasia yang dikunci bertahun-tahun lamanya agar tidak seorang pun bisa membukanya selain Sang Raja itu sendiri.
Buku berkulit tebal itu terlihat memang sangat tua dan jika disentuh sedikit saja seakan bisa hancur, namun kenyataan sebaliknya. Buku itu memang tua tapi isi dalamnya sangat kuat hingga bertahan sampai sekarang atau puluhan tahun ke depan. Qing Ghaozen melihat sebuah permata di atasnya, permata berwarna ungu yang menyala ketika ia mencoba membuka buku tersebut sebelumnya. Akan tetapi, buku itu menutup dengan sendirinya ketika Qing Ghaozen telah membaca habis seluruh isinya.
Menarik napas dalam-dalam, Qing Ghaozen kini merasa bimbang. Akankah ia terus bertahan dengan racun yang menyebar ini? Ataukah ia membaca mantra di gulungan kertas tepat di sebelah buku itu? Tak lama, kakinya bergerak melangkah ke jendela di luar ruangan tersebut. Ia melihat malam di bulan ini adalah bulan penuh. Jika ia tidak membacanya malam ini, maka Qing Ghaozen memang harus menunggu sebulan lagi untuk malam ini.
Sebaiknya, ia beristirahat dan memikirkan hal itu kembali esok hari. Ya, lebih baik begitu daripada memusingkannya hari ini. Lagipula, bulan merah sudah di depan matanya. Banyak yang harus ia urus terlebih dahulu dan perihal ini bisa urus nanti.
♚♚♚
Perjalanan ini masih sangat jauh. Qian Yueyin sesekali melirik putranya yang duduk di belakang sang Jenderal. Terlihat putranya masih mengantuk dan ini memang sudah larut malam. Jika beristirahat, takutnya akan berbahaya bagi mereka apalagi sebentar lagi mereka akan memasuki hutan yang terlarang. Setelah itu, akan menemukan desa terakhir sebelum masuk ke perkarangan istana.
“Ada apa?” Qian Zhen menyamakan laju kudanya dengan Yueyin melihat sepertinya putrinya itu tampak gelisah. Ya, Yueyin memang tidak diberikan kereta kuda karena itu akan memancing para penduduk untuk tahu siapa yang dibawa oleh pihak istana. Jadi, mereka memilih untuk menyamarkan Qian Yueyin beserta pakaiannya. Di belakang mereka ada beberapa prajurit unggul yang dipilih sendiri oleh Jenderal Huang Fu untuk mengikutinya dan mengawal Sang Ratu kembali ke istana.
“Xiao tidak pernah melakukan perjalanan panjang seperti ini, aku—”
“Tenanglah,” Qian Zhen menatap cucunya lalu kembali menatap putrinya menenangkan. “Dia akan baik-baik saja. Dia anak yang tangguh dan kuat.” Lalu, pria itu seakan membisikkan. “Dia adalah putra Kaisar yang tidak bisa diremehkan, bukan?”
Mendengar hal tersebut membuat Yueyin sedikit tenang. Ayahnya benar, Qing Xiao adalah anak yang kuat seperti Qing Ghaozen. Mengingat pria itu, sudah lama sekali ia tidak pernah mendengar tentangnya apalagi melihatnya. Dalam hati kecil, mungkin Yueyin memang merindukan pria itu, tapi rasa sakit hatinya juga sama menyakitkannya dengan rasa rindunya. Setidaknya dia bisa bertemu terlebih dahulu dengan Qing Ghaozen lalu membicarakan perihal putra mereka.
“Sepertinya kita diikuti, cepat!” seru Sang Jenderal Huang Fu lalu melajukan kudanya dengan kencang setelah bersuara memerintah kepada semuanya.
♚♚♚
“Mohon ampun, Yang Mulia,” seorang prajurit dari kerajaan Wan bersujud di depan singgasana Sang Raja mereka yang dijuluki dengan sangat kejam. Raja Wan Shan adalah Raja yang tidak pernah menerima pengampunan dari siapapun dan yang mengganggu hidupnya akan dihabisi begitu saja. “Mereka sudah pergi dan Jenderal Shi Hou sedang mengejar mereka. Saya diminta untuk mengabari Anda, Yang Mulia.”
Dengan perasaan was-was serta ketakutan yang mendalam, si prajurit menunggu apapun yang keluar dari bibir rajanya. Ia tidak berharap bahwa kepalanya dipenggal saat ini juga karena ia masih memiliki orang tua yang hidup di pedesaan sana dan menghidupi keluarganya dari pekerjaan yang bisa merenggang nyawanya setiap saat.
“Katakan kepada Shi Hou untuk menarik balik pasukannya. Aku memiliki rencana lain untuk menjatuhkan Qing Ghaozen,” gumamnya disertai dengan senyuman sinis yang kejam.
Wan Shan sejak dulu telah diceritakan oleh ayahnya bagaimana dengan liciknya setiap keturunan Qing akan menguasai semua kerajaan. Mereka memiliki kekuatan yang seharusnya tidak dimiliki oleh manusia biasa dan tentu saja jika rakyat tahu, bukankah Qing Ghaozen akan turun tahta?
Dan kekuatan itu seharusnya memang menjadi miliknya sejak awal sebelum keluarga Qing merebut segalanya dan mereka berpura-pura untuk selalu mendukung Raja Qing menjadi seorang Kaisar. Raja Wan Shan tentu saja muak mendengar itu semua dari para leluhurnya yang selalu mendukung Raja Qing, karena posisinya pun sama seperti mereka terdahulu. Namun, saat ini dia tidak akan membiarkannya. Dia akan membuat Qing Ghaozen menderita lantas memohon ampun padanya karena Raja Wan Shan tahu bahwa Qing Ghaozen tentu sudah tahu mengenai masa lalu mereka.
Demi mendukung rencana jahatnya, esok dia akan datang berkunjung ke kediaman Sang Kaisar. Lagi pula sudah lama sekali dia tidak mengunjungi sahabatnya itu, bukan? “Dan katakan kepada Shi Hou untuk mempersiapkan kedatanganku ke Kekaisaran Dinasti Qing esok pagi.”
Prajurit yang sedari tadi menunduk di depannya pun menjawab dengan gugup. “Baik, Yang Mulia.” Setidaknya nyawanya saat ini selamat karena menurut kabar yang beredar, Raja Wan Shan adalah raja terkejam bahkan lebih kejam daripada leluhurnya terdahulu karena ia tidak pernah menuruti protokol kerajaan. Yang salah akan langsung dibunuh, dan yang membahagiakan hatinya... entahlah. Sejauh ini belum ada yang benar-benar membahagiakan hatinya. Kemungkinan hanyalah kematian Sang Kaisar yang bisa membuat hatinya bahagia.
**
Vommentnya gess!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top