BAB 18. Cūn
Seorang laki-laki bertubuh kurus berlari setelah mencuri sebuah apel untuk dari sang pemilik ketika sedang berjualan di pasar. Namun, tak ingin tinggal diam, lelaki itu kembali melemparkan apel lainnya pada lelaki kecil bertubuh kurus yang mencuri apelnya, membuat lelaki itu mengaduh karena terjatuh. Pria yang berjualan segera mendekati lelaki bertubuh kurus lalu mengambil apel dari tangan lelaki kecil itu, lantas berteriak di tengah pasar yang sedang ramai,
"Berani-beraninya kau mencuri lagi!" seru sang penjual dengan marah. "Apa kau tidak jera setelah kupukul waktu itu hah?!"
Keributan itu membuat keramaian terjadi mengelilingi keduanya. Qian Yueyin yang melihat dari jauh segera mendekat lalu bertanya pada seorang wanita paruh baya, "Apa yang terjadi?"
"Chang Yi kembali mencuri."
"Chang Yi?" tanya Yueyin sambil mencoba melihat lelaki kecil itu.
Ibu-ibu itu mengangguk. "Orang tuanya meninggal saat dia masih kecil, dia hanya bisa mencuri dari warga sekitar."
Tak lama, lelaki kecil bertubuh kurus bernama Chang Yi segera berlari. Yueyin segera mengejarnya berlari tanpa memperdulikan ucapa ibu-ibu sebelumnya. Ketika sampainya di sebuah tempat asing dengan sebuah gubuk yang tak jauh dari pasar, ia melihat anak itu bersembunyi di samping gubuk kecil yang tidak terawat. Yueyin melangkah mendekati anak itu lalu mengambil beberapa buah persik yang di belinya di pasar untuk dijadikan selai makanan.
"Ini untukmu." Yueyin menyerahkan buah persik tersebut ke hadapan anak laki-laki kecil yang terlihat sedih. "Ambil lah," lanjutnya ketika melihat anak itu masih diam. Saat lelaki kecil itu ingin mengambil buat persik tersebut, Yueyin kembali menarik tangannya dan bertanya. "Eits, katakan dulu siapa namamu?" walaupun Yueyin sudah tahu nama anak tersebut, tetap saja dia ingin berbasa-basi.
"Chang Yi. Namaku Chang Yi."
Yueyin tersenyum manis dan kembali mengulurkan tangannya yang berisi dua buah persik. "Chang Yi, nama yang bagus. Ambil lah ini, dan jangan pernah mencuri lagi. Paham?"
Chang Yi mengangguk patuh walau Yueyin tidak tahu apakah Chang Yi benar-benar akan menuruti perintahnya atau tidak. "Aku tidak akan mencuri lagi."
Mendengar hal itu, Yueyin tersenyum senang. Ia segera berdiri dan menatap Chang Yi sambil menyipit, "Ya sudah, aku pergi dulu."
"Kakak?"
"Ya?" Yueyin menoleh ketika mendengar panggilan Chang Yi begitu lemah.
"Terima kasih."
Qian Yueyin kembali memamerkan senyum cantiknya dan berkata, "Sama-sama."
♚♚♚
"Ibu, Ibu!" seorang anak lelaki kecil berlari ketika melihat Qian Yueyin sedang memetik bunga yang bersemi setelah hujan untuk dijadikan bahan kue. Pagi ini cukup dingin sehingga Yueyin memilih memakaikan jubah berbulu untuk sang anak dan juga dirinya sendiri.
"Jangan berlari, Xiao," seru Yueyin ketika melihat putranya berlari kencang untuk menemuinya. "Sudah sering ibu katakan untuk tidak berlari, bukan?"
Xiao yang kini berumur 10 tahun menunduk dalam dan mengangguk. Ia begitu patuh pada ibunya sampai tidak pernah melawan sama sekali. Didikan yang Qian Yueyin berikan memang tidak main-main namun ia juga tidak pernah sama sekali memukul anaknya karena didikan yang sesungguhnya adalah dengan suara lembut tapi tegas.
"Maafkan aku, Ibu."
Qian Yueyin tersenyum lalu menatap putranya dengan penasaran. "Ada apa kau memanggil Ibu?"
Raut wajah Xiao kembali riang. Ia memberikan beberapa tangkai bunga yang dipetiknya untuk sang ibu. "Ini untuk Ibu."
"Terima kasih," jawab Yueyin dengan senyuman hangatnya.
"Dan ini aku petikkan untuk Ayah," lanjut puteranya sambil menyerahnya setangkai bunga lagi pada Yueyin yang membuat Yueyin seketika membeku di tempat. "Karena Ibu sudah menjadi Ibu sekaligus Ayah jadi aku berikan keduanya untuk Ibu."
"Ayah?" bisik Yueyin lemah seketika karena putranya yang membahas tentang Qing Ghaozen secara tiba-tiba.
Xiao mengangguk sambil tersenyum. "Ya Ibu. Ayah," serunya bersemangat. "Bukankah kau sudah berjanji akan menemuiku dengan Ayah ketika aku sudah besar, Ibu?"
Yueyin tak mampu berkata apapun. Dua belas tahun ini ia bahkan jarang sekali mendengar berita tentang kekaisaran bukannya tak ada kabar, hanya saja ia ingin menutup mata dan telinga dari kabar yang beredar tentang kerajaan karena Yueyin tak ingin kembali ke masa lalu.
"Ibu!" panggil Xiao dengan lantang saat panggilannya diabaikan.
"Y-ya?"
"Ibu melamun?" tanyanya lalu memilih duduk di sebelah sang ibu. "Apa yang Ibu lamunkan?"
"T-tidak ada."
"Jangan berbohong padaku, Ibu." Xiao menatap Ibunya dengan seksama. Anaknya memang tidak bisa dibohongi. Namun, ia juga tidak mungkin untuk mengatakan kejujuran tentang keadaan ayahnya. "Apakah Ibu marah aku mengatakan soal Ayah?"
Qian Yueyin menatap putranya yang terlihat sendu. "Tidak, Sayang. Ibu tidak marah sama sekali. Ibu minta maaf karena kau belum bisa melihat ayahmu."
"Tapi kenapa, Bu?"
"Kau akan mengerti saat kau dewasa."
"Ibu selalu saja berkata seperti itu!" sentak anaknya tiba-tiba membuat Yueyin bungkam. "Sampai kapan Ibu ingin menyembunyikan semuanya? Kenapa Ibu tidak jujur saja kepadaku? Bukankah Ibu sendiri berkata bahwa kita harus jujur?" Rintihan putranya membuat Yueyin tak mampu menahan tangis. Ia memeluk Xiao erat. Tidak menyangka bahwa Xiao akan berkata seperti ini. Xiao memang putranya yang pintar diantara anak-anak seusianya.
"Maafkan Ibu, Nak. Maafkan Ibu."
♚♚♚
Qing Ghaozen menatap kerajaannya yang begitu luas dengan tatapan hampa. Sudah 12 tahun semuanya berlalu dan Ghaozen masih tidak menemukan wanita itu. Yueyin menghilang tanpa jejak sejak ia mengirimkannya ke luar dari istana. Awalnya ia memang menyuruh prajurit untuk menjaga Yueyin, tapi ada panggilan perang dan menyuruh semua prajurit berkumpul lalu Qing Ghaozen meninggalkan Yueyin tanpa penjagaan dan Yueyin tahu saat itu dia memilih kabur.
"Hormat Kaisar," Sang Jenderal memberi salam kepada Kaisar yang kini berdiri di depannya. "Anda memanggil saya?"
"Apakah sudah ketemu?"
Jenderal Huang Fu seketika terdiam. Ia lalu berlutut dan memohon ampun, "Ampuni saya Kaisar, saya belum menemukan Ratu."
Qing Ghaozen seketika menghunuskan pedang di leher sang jenderal. Membuat suara pedang menjadi berdenging ketika dikeluarkan dari sarungnya. Menatap kejam pada sosok yang sudah mengabdi padanya sejak ia masih kecil. "Belum menemukannya, heh?"
Jenderal Huang Fu menunduk sedalam-dalamnya lalu kembali memohon ampun. "Ampuni saya Kaisar. Tapi, ada satu desa lagi yang belum saya cari, karena saya berpikir bahwa Ratu tidak akan kesana."
Sang Kaisar menusukkan ujung pedang ke leher sang jenderal sambil berkata. "Walaupun kemungkinan itu 0.1%, kau tetap harus mencari ke setiap sudutnya, bukan?"
"Tapi desa itu—"
"Sebelum pedang ini menembus lehermu, pergi dan cari Ratuku sampai ketemu!" titahnya yang tidak ingin dibantah oleh siapapun juga.
"B-baik, Kaisar." Sang Jenderal langsung segera mencarinya sendiri dan ia juga mengarahkan pengawal terbaik kerajaan untuk berpencar agar mereka tidak melewatkan keberadaan wanita itu.
**
Tinggalin jejak yaa, biar semangat update 😘
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top