92. Waktu, Tempat, Dan Orang Yang Tepat
Vanny membuang napas panjang. Kecantikan langit menarik langkahnya beranjak keluar. Di balkon, pandangannya melayang jauh. Tertuju pada kemegahan Menara Eiffel yang menjulang.
Berhari-hari telah berlalu. Liburan yang ia pikir akan menyenangkan ternyata justru sebaliknya.
Vanny memang senang. Ia bisa berkeliling dengan keluarga dan sahabatnya, tapi ada yang kurang. Yaitu, Haris.
Sebenarnya Haris turut serta untuk beberapa kesempatan. Sebut saja ketika mereka pergi ke Disneyland Paris, Istana Versailles, dan Parc des Buttes-Chaumant. Pun termasuk di dalamnya berbelanja di Galeries Lafayette dan menikmati pertunjukan di Palais Garnier.
Namun, Vanny merasa jauh dari Haris selama kebersamaan itu. Ia merasa kesal, tapi sayangnya tak bisa berbuat apa-apa ketika Haris justru lebih sibuk membahas monarki Perancis bersama Bhakti.
Perasaan aku, Haris nggak suka pelajaran sejarah. Kenapa mendadak dia cerita panjang lebar soal Napoleon Bonaparte?
Memikirkan itu membuat Vanny semakin yakin akan kesimpulannya. Bahwa Haris masih merajuk.
"Sampai kapan dia mau ngambek?"
Menanyakan hal tersebut pada dirinya sendiri, Vanny menatap kosong Menara Eiffel. Waktu liburan mereka akan segera berakhir dan ia sama sekali tidak mendapatkan kesempatan berdua dengan Haris. Ironis, pada akhirnya Vanny harus mengakui bahwa ia pun ingin bersama Haris tanpa ada orang lain.
Vanny menyerah untuk yang kesekian kali. Itu malam minggu. Bertepatan dengan pergantian tahun. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Vanny:
Ris, kamu ngapain malam nanti?
Haris Mantan Resek:
Nggak tau sih.
Vanny menunggu. Haris masih daring. Mungkin saja ia akan mengetik pesan lainnya.
Sedetik.
Dua detik.
Tiga detik.
Haris sudah tidak aktif lagi. Vanny sontak memejamkan mata. Ia berusaha menenangkan diri dan menggeram.
"Ya udah. Aku malam tahun baruan sama Papa."
Berbicara mengenai tahun baru, tentu saja hotel mewah yang terkenal dengan pemandangan Menara Eiffel itu sudah menyiapkan acara tersendiri. Demi memanjakan para pengunjung yang didominasi turis mancanegara, beragam agenda telah disusun.
Vanny bersiap. Dalam balutan gaun semata kaki bewarna merah, dasar satin mewah itu tampak indah. Ia bergabung dengan Bhakti, Esti, dan Tasya. Bersiap untuk menikmati malam, tapi satu suara terdengar menginterupsi.
"Vanny."
Bukan hanya langkah Vanny yang terhenti, alih-alih yang lain pun demikian. Empat pasang mata melihat pada sumber suara yang tak lain dan tak bukan adalah Haris orangnya.
Haris berpenampilan rapi. Super rapi malah. Setelan tiga potong, sepatu hitam berkilat, dan dasi kupu-kupu adalah kombinasi sempurna untuk membuatnya terlihat tampan. Ah! Jangan lupakan mantel panjang yang turut memberikan kesan elegan padanya.
"Papa Mertua."
Bhakti mengerjap sekali. Pun begitu pula dengan Vanny, Esti, dan Tasya.
"Ya?"
Haris menghampiri Bhakti. Tanpa basa-basi, ia meraih tangan Bhakti dan menyalaminya.
"Aku permisi ajak Vanny," ujar Haris tanpa basa-basi sedikit pun. "Makasih izinnya, Papa Mertua. Aku pasti jaga Vanny baik-baik."
Apakah itu terlihat seperti permintaan izin? Sepertinya tidak. Lihat saja Esti yang bergidik seraya meraba tengkuk. Dalam hati, ia berdoa.
Semoga Om sadar cowok kayak apa yang bakal jadi menantunya.
Esti meringis. Ia melihat Tasya yang memejamkan mata. Mau tak mau ia kembali berkata di dalam hati.
Pasti sekarang Tasya merasa bersyukur karena nggak jadi sama Haris. Ckckck.
Tidak bermaksud merendahkan Haris sama sekali, tapi begitulah yang dilihat Esti. Dari luar dan bila pertama kali melihat, orang-orang pasti mengira kalau Haris dan CEO di drama Korea itu sebelas dua belas.
Ehm secara penampilan, ya! Namun, sepertinya tidak untuk yang lain. Mungkin itulah yang menjadi penyebab sehingga Bhakti bengong. Pun dengan Vanny yang menjadi objek. Terlebih ketika Haris lantas melepas tangan Bhakti dan beralih meraih jemari Vanny.
"Ayo, Van."
Vanny mengerjap. Agaknya ia baru tersadar dengan keadaan.
"R-Ris," lirih Vanny gagap. "Kita mau ke mana?"
"Nanti kamu juga tau."
Haris melihat penampilan Vanny sekilas. Gaun yang dikenakannya memang bagus dan cantik, tapi itu tentu saja diperuntukkan bagi acara dalam ruangan.
"Mantel kamu mana?" tanya Haris seraya menarik tangan Vanny. "Ayo. Ambil dulu mantel kamu. Nanti kamu bisa beku lagi."
Mata Vanny membesar. "B-beku? Memangnya kamu mau ajak aku ke mana?"
Agaknya Bhakti juga khawatir. Hanya saja Haris sudah keburu beranjak seraya mengajak serta Vanny. Mereka kembali menuju lift dan berencana mengambil mantel terlebih dahulu.
"Sudah, Om. Tenang saja."
Bhakti berpaling. Ia melihat Esti yang memberi pengertian.
"Calon mantu Om memang begitu bentukannya."
Bhakti tak bisa berkata apa-apa.
*
Mobil yang membawa Vanny dan Haris berhenti. Tepat di layanan fasilitas parkir valet yang terletak di sudut Avenue Octave Gérard. Berlokasi di dekat pilar sebelah selatan Menara Eiffel.
Suasana ramai menyambut Vanny dan Haris. Sebagai salah satu kota tujuan pariwisata internasional, tentu saja keadaan Paris sangat padat menjelang pergantian tahun. Bahkan suhu yang bisa mencapai empat derajat Celcius tidak menjadi penghalang untuk orang-orang berkumpul.
Vanny melihat berkeliling. Lautan manusia seolah menenggelamkan mereka. Ia pun mendekat pada Haris. Merapat dan merengkuh cowok itu dengan erat.
Satu tangan Haris naik. Balas merengkuh pundak Vanny seraya melirik.
"Peluk aku yang kuat, Van. Kamu tau kan? Tingkat kriminal pencopetan di Paris itu termasuk tinggi loh."
Vanny mencibir. Ia tak memedulikan pencopet tatkala rasa penasarannya belum terjawab sedari tadi.
"Ris," panggil Vanny. "Ini kita mau ke mana sih?"
Pandangan Haris terlempar ke seberang sana. Ia tersenyum tipis. "Bentar lagi sampai kok. Tenang saja."
Vanny berpaling. Pada arah di mana mata Haris menuju. Dalam kemeriahan warna-warni lampu yang menghiasi, ia melihatnya.
"H-Haris?"
Jari Haris menyelinap di antara jemari Vanny. Ia menatap Vanny dan berkata.
"Ayo."
Haris mengajak Vanny ke Menara Eiffel. Mereka menuju meja penerima tamu Jules Verne yang terletak di pilar selatan. Haris menunjukkan reservasinya dan seorang pelayan lain mengantarkan mereka menggunakan lift pribadi.
Vanny membiarkan mantelnya diambil pelayan sementara ia menatap bingung pada Haris. Sayangnya, cowok itu justru menanggapi kebingungan Vanny dengan ekspresi geli.
Hidangan pembuka datang. Namun, percayalah. Vanny sama sekali tidak tertarik dengan semua menu yang tersaji di meja. Perasaannya gelisah dan ia sungguh tak tenang.
I-ini cuma perasaan aku saja kali ya?
Bisa jadi. Lantaran Haris tampak santai sekali di mata Vanny. Walau yang terjadi adalah sebaliknya.
Haris mengelap kedua tangan di atas paha. Ia berusaha untuk tidak gugup sementara suasana hangat nan elegan yang terpancar di sana memberikan dampak berbeda.
"Ayo, Van," ujar Haris tersenyum demi menyantaikan diri. "Dimakan."
Vanny mengangguk kaku. "I-iya."
Musik klasik yang lembut mengalun. Memberikan kesempurnaan untuk tiap kelezatan hidangan.
Itu adalah makan malam yang romantis. Makan malam yang menyenangkan. Namun, Vanny tidak bisa menikmatinya.
Vanny mengerjap. Ia menahan napas ketika menu penutup datang.
Sendok bergerak pelan. Membelah cokelat dan Vanny tertegun sejenak.
Tak ada apa-apa di sana. Hanya ada cokelat yang meleleh saja. Sepertinya Vanny berpikir terlalu berlebihan.
"Ehm ..."
Haris mendeham singkat. Vanny pun mengangkat wajah.
"... gimana? Makanannya ada yang kurang?"
Vanny tertegun sejenak. Lalu ia buru-buru menggeleng.
"Nggak ada. Semuanya enak kok."
"Baguslah kalau begitu," ujar Haris kemudian. "Nggak sia-sia dong aku reservasi dari empat bulan yang lalu."
Sendok berisi cokelat mewah baru saja akan lenyap ke mulut Vanny. Namun, perkataan Haris membuat sendok kembali turun ke piring.
"Empat bulan yang lalu?"
Haris mengangguk. "Sebenarnya nyaris nggak dapat, tapi masih rezeki. Namanya juga anak sholeh dan berbakti pada orang tua. Ada orang yang cancel dan akhirnya aku bisa reservasi."
"Ah, gitu."
Vanny melanjutkan makannya. Begitu pula dengan Haris. Mereka menghabiskan hidangan penutup dan sekitar lima belas menit kemudian Haris mengajaknya keluar.
Berbaur dengan kepadatan manusia di sekitar Menara Eiffel, Haris memastikan Vanny tetap di sisinya. Dengan satu tangan yang menggenggam jemari Vanny sementara satu tangannya yang lain masuk ke dalam saku celana. Satu kotak beludru di dalam sana membuat Haris menarik napas dalam-dalam.
Astaga. Nomor gawat darurat di Perancis berapa ya? 911? 119? 000? 112? Atau 101?
Mungkin Haris perlu berpesan pada Vanny. Bila ia mendadak kejang-kejang dan susah napas, itu tandanya ia harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.
"Ris, aku minta maaf."
Nah! Ini satu gejala yang menunjukkan tanda-tanda bahwa Haris memang harus segera diperiksa. Mengapa telinganya mendadak mendengar permintaan maaf Vanny?
"Aku benar-benar minta maaf."
Pada titik yang tepat, Vanny menghentikan langkah. Haris sedikit memutar tubuh dan menatap Vanny dalam kerlap-kerlip lampu yang menerangi.
"M-maaf?"
"Iya. Aku minta maaf. Aku benar-benar nggak nyangka kalau kamu sudah siapin banyak hal untuk liburan kita."
Haris butuh sedetik untuk mencerna perkataan Vanny. "O-oh, itu."
"Ini pasti bukan satu-satunya yang kamu reservasi kan?"
Melayangkan pertanyaan itu dengan wajah penuh rasa bersalah, sungguh Vanny tidak siap dengan jawaban yang ia dapatkan. Haris menjawab dengan satu anggukan dan menjabarkan semua reservasi yang telah ia buat. Sekaligus telah ia batalkan pula.
"Y-ya Tuhan."
Refleks, Vanny menarik tangan dari genggaman Haris. Ia menutup mulutnya yang menganga.
"K-kamu serius?"
"Ya ... serius. Cuma mau gimana lagi. Semua reservasi itu untuk dua orang. Aku nggak mungkin ajak keluarga dan sahabat kamu. Juga rasanya nggak enak kalau aku bawa kamu terus-menerus selama berapa hari ini," jawab Haris panjang lebar. "Kamu pasti mau liburan dengan Papa Mertua juga."
Memang. Vanny sudah lama ingin menikmati liburan dengan Bhakti. Namun, bukan berarti ia akan mengecewakan Haris seperti itu. Alhasil rasa bersalah Vanny semakin menjadi-jadi.
"Ris," lirih Vanny seraya meraih tangan Haris. "Aku benar-benar minta maaf. Gimana kalau nanti kita liburan ulang?"
Haris sontak tergelak. "Liburan ulang? Kamu serius?"
"Iya, aku serius. Gimana?"
"Ehm," deham Haris penuh irama. "Gimana ya?"
Tatapan Haris melirik pada Vanny. Cewek itu menatapnya dengan penuh harap.
"Kamu kan tau jadwal aku padat, Van. Ini aja aku bisa cuti gara-gara kejar setoran selama empat bulan. Jadi kayaknya agak sulit buat liburan lagi."
Sebagai mantan sekretaris, Vanny mengetahui jelas padatnya jadwal Haris. Ia tak bisa membantah.
"Tapi ....."
Mata Vanny yang meredup seketika bercahaya kembali. Ia menatap Haris dan cowok itu membalas dengan hal serupa.
"Kita lihat saja nanti. Siapa tau kita beneran akan liburan dalam waktu dekat."
Bola mata Vanny berputar ketika ia berpikir. "Liburan Valentine?"
"Kamu mau liburan pas Valentine?"
Vanny gelagapan. Apa ia terlihat begitu antusias sekarang?
"O-oh, bukan gitu. Cuma kalau kamu mau, ya aku bakal pastikan nggak akan ajak siapa-siapa."
Haris kembali tergelak. Pembicaraan itu melunakkan kegugupan yang sedari tadi membuat ia gemetaran. Setidaknya ia masih bisa bernapas dengan lancar untuk dua jam ke depan.
"Nanti kita pikirkan itu," ujar Haris seraya mengajak Vanny menjauh dari keramaian. "Bisa saja kita memang bakal liburan lagi dalam waktu dekat."
Vanny menebak Haris mempertimbangkan ajakannya. Itu berarti bulan Februari nanti mereka akan berlibur lagi.
Walau sebenarnya bukan itu yang Haris pikirkan. Alih-alih hal yang sama sekali tak diduga oleh Vanny.
Ehm mau honeymoon ke mana ya? Nggak mungkin kan ke sini lagi?
Tidak. Haris menggeleng sekali. Ia tak ingin imajinasinya kembali liar. Khawatir ia melangkahi takdir dan yang terjadi nanti persis seperti liburan kali ini.
Haris kembali pada kenyataan. Saat di mana orang-orang tengah bersiap menyambut pergantian tahun.
Keriuhan semakin menjadi-jadi. Semua orang amat bersemangat. Hitung mundur dimulai.
Vanny hanyut dalam euforia sekitar. Sama seperti orang-orang, ia pun antusias menyambut pergantian tahun. Tanpa sadar bahwa ada Haris yang merasa napasnya mulai berubah Senin-Kamis.
Ris, tetap napas. Secara harfiah, kamu itu sudah melamar Vanny loh. Ini tuh nggak lebih dan nggak kurang sebagai formalitas saja.
Haris sih bisa bicara seperti itu, tapi nyatanya ia tetap ketar-ketir. Ia kian berkeringat ketika suhu sekitar justru terus menurun.
"Happy new year!"
"Bonne année!"
Warna-warni dan kemeriahan kembang api menghiasi langit malam di kota Paris. Ada terompet yang turut berbunyi. Bercampur dengan suka cita dan tepuk tangan yang kian bergemuruh.
Vanny turut merayakan pergantian tahun. Wajahnya terangkat dan tersenyum ketika melihat kembang api yang terus meledak.
Namun, sesuatu tiba-tiba melayang tepat di depan mata Vanny. Mengalihkan tatapannya dari kembang api. Merenggut senyumnya yang sedari tadi merekah tiada henti.
Dalam ramai cahaya yang berpendar, ada satu kilau yang langsung menarik perhatian Vanny. Berupa sebongkah berlian berukuran besar yang diapit oleh empat berlian kecil di kedua sisi. Mereka bersusun kompak dalam bentuk satu perhiasan feminin dengan garis lembut bernuansa kontemporer. Menghadirkan kesan romantis dalam desain modern.
Mulut Vanny membuka, tapi ia tak mampu bicara. Apalagi karena sedetik kemudian Haris muncul dari belakang.
"Kamu mau kan nikah dengan aku?"
Berdiri tepat di hadapan Vanny, Haris mengabaikan sekitar. Keramaian dan keriuhan, semua tak berarti ketika pada akhirnya ia mampu melayangkan pertanyaan tersebut.
"H-Haris."
Terbata, Vanny tidak mengira akan mendapat kejutan. Ia sempat menebak bahwa Haris akan melamarnya kembali ketika makan malam tadi. Namun, ternyata tidak. Pada akhirnya dugaan-dugaan tersebut menghilang dari benak Vanny seiring dengan kebersamaan mereka.
Vanny tak lagi memikirkan kemungkinan Haris akan melamarnya. Alhasil, ia benar-benar terkejut dengan tindakan Haris. Terlebih lagi ketika Haris memutuskan untuk berlutut di hadapannya.
"Haris."
Bola mata Vanny membesar. Perhatian orang-orang di sana tak lagi tertuju pada kebang api dan pergantian tahun. Alih-alih beralih pada mereka.
Haris mengangkat wajah. Mempertahankan cincin di kedua tangan ketika dirinya kembali bertanya.
"Kau mau kan nikah dengan aku?"
Sejujurnya Haris sudah menyusun beberapa kata puitis. Ia sudah berlatih sepanjang hari. Sayangnya, semua menghilang tatkala ia menatap mata Vanny.
Ya Tuhan.
Haris benar-benar berharap sepasang mata itulah yang akan pertama kali ia tatap di awal hari. Pun yang akan terakhir kali ia tatap di akhir hari. Ia sungguh mencintai Vanny dan tak ada hal lain yang ingin ia lakukan selain mempersuntingnya.
Demikian pula dengan Vanny. Ia memang sempat menolak. Namun, dalam penolakan pun ia tak bisa menampik perasaan yang sebenarnya ia pendam selama ini.
Vanny menggigit bibir. Kaca-kaca mulai timbul di mata dan pandangannya kabur dengan luapan cinta. Ia mengangguk.
"Iya," jawab Vanny. "Iya, Ris."
Orang-orang di sana tidak mengerti apa yang dikatakan Haris dan Vanny. Namun, mereka tidak akan keliru menebak. Ada seorang cowok yang meminta kesediaan kekasihnya dan sang pujaan hati menyambut perasaan itu.
Tepuk tangan dan sorakan kembali pecah. Kali ini bukan karena pergantian tahun, melainkan karena ada sepasang anak manusia yang berpelukan dalam atmosfer penuh cinta.
"Aku benar-benar cinta kamu, Van."
Dalam pelukan Haris, Vanny hanya bisa mengangguk. Ia kian tak bisa bicara tatkala bahagia itu meluap di dada.
Haris mengurai pelukan mereka. Enggan, tapi ia harus melakukannya demi menyematkan cincin itu di jari Vanny.
Mata Haris berbinar-binar. Persis seperti kilau berlian tersebut. Pun seperti sorot Vanny.
Ucapan selamat dalam berbagai bahasa mengisi udara. Menyadarkan Haris dan Vanny bahwa tak sedikit mata yang melihat pada mereka.
Vanny tersipu malu sementara Haris mengucapkan terima kasih seadanya. Ia tersenyum lebar dalam kebahagiaan dan kelegaan yang tak terkira.
"Bonne année!"
Haris berteriak seraya menarik Vanny ke dalam pelukan. Ia perlu memeluk Vanny kuat-kuat untuk beberapa saat demi meyakinkan diri bahwa untuk kali ini semua berjalan sesuai rencananya.
Vanny menerima Haris. Vanny juga ingin menikah dengan Haris.
Semua sempurna. Dalam pijar kembang api dan aroma cinta di mana-mana, penerimaan Vanny adalah segalanya.
Haris tak perlu mengutarakan dengan kata-kata. Vanny bisa meraba semua rasa yang ada hanya dengan menatap matanya.
Sungguh sangat sempurna. Melebihi semua harapan Haris yang sempat merasa tak yakin lantaran kegagalan belakangan ini.
Pada akhirnya semua yang Haris rencanakan mati-matian ada yang berhasil. Terlebih lagi ini adalah rencana yang paling penting untuknya.
Ketika niat untuk melamar di restoran terusik dengan kenangan buruk karena ikan nila, Haris mengambil langkah ekstrem. Ia mengabaikan malu dan berpegang fakta bahwa tak ada yang mengenalnya sehingga menyusun ide lamaran di depan umum.
Pun keyakinan bahwa Vanny akan menerimanya membuat rasa malu tak ada arti bagi Haris. Lantaran di atas semua itu hanya ada satu hal yang paling penting. Yaitu, Vanny akan segera menjadi istrinya dan ....
Mata Haris yang entah sejak kapan terpejam, membuka. Ia masih memeluk Vanny dan bertanya.
"Jadi apa kita bisa susun rencana buat liburan ulang sekarang?"
Vanny sedikit menarik diri dengan kedua tangan yang tetap melingkari pinggang Haris. Wajahnya terangkat.
"Liburan ulang?"
Mata Haris berkilat. "Liburan buat honeymoon."
Wajah Vanny memerah. Rasa panas menjalar. Ia malu-malu sementara Haris sebaliknya.
Lamaran lancar. Otw nikah. Cuuus honeymoon tanpa Papa Mertua, keluarga, dan sahabat.
Oh, astaga. Untuk seorang cowok yang sudah sering mengalami kegagalan rencana, tentunya ini adalah sinyal yang baik.
Kayaknya tahun baru bawa keberuntungan baru.
Haris yakin itu. Mulai dari sekarang, ia tak akan menjeritkan kata 'tidak' lagi. Alih-alih ....
"Ya?"
Vanny tersenyum geli. "Ya?"
"Ya?"
"Ya."
Senyum keduanya berubah menjadi tawa dan Haris menutupnya dengan satu jerit.
"Yaaa!"
*Tamat*
Finally! Finally! Finally! Akhirnya cerita ini tamat juga. Fyuh! Aku benar-benar lega.
Sebelumnya aku minta maaf karena butuh waktu lama untuk aku menamatkan cerita ini. Ga bermaksud mencari pembelaan, tapi memang gitu kenyataannya. Jadi aku makasih banget untuk pengertian kalian (✿ ♥‿♥)
Oke. Sekarang aku tinggal fokus sama Eri-Satria. Semoga mereka bisa tamat juga sebelum tahun baru. Hahaha.
Akhir kata, semoga kalian suka dengan cerita ini dan ga bosan untuk baca cerita aku yang lainnya.
Makasih ヾ(❀╹◡╹)ノ゙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top