17. Yuk Kepalang Basah-Basahan

Vanny berusaha melepaskan diri, tapi Haris memastikan yang sebaliknya. Ketika cewek itu menarik tangannya maka Haris segera bangkit dari tidurnya dengan tangkas. Melakukan hal yang serupa dengan arah yang berbeda. Menarik tangan Vanny hingga tubuh cewek itu seketika tersentak.

Dengan tenaga yang tak sebanding dengan yang dimiliki oleh Haris, tentu saja Vanny hanya bisa pasrah ketika tubuhnya mendarat di pangkuan Haris. Gesit dan cepat, Haris langsung memastikan bahwa Vanny tidak akan memiliki kesempatan sedikit pun untuk melepaskan diri.

Vanny mendelik, tapi tak ditanggapi serius oleh Haris.

"Lepasin aku, Ris."

Haris tersenyum lebar. "Nggak jadi mau megang aku?" tanyanya seraya menyodorkan wajah. "Nih! Kamu mau megang yang mana? Hidung? Pipi? Atau ... bibir?"

Seumur hidup tidak pernah Vanny mengira bahwa dirinya akan dipermalukan sedemikian rupa oleh mantan pacar. Terlebih lagi ketika Haris mengatakan bibir, maka setelah itu ia memonyongkan bibirnya beberapa kali. Melihatnya entah mengapa membuat Vanny teringat akan mulut ikan nila yang megap-megap saat kekurangan air.

"Loh? Kok malah bengong sih?"

Vanny mengerjap sekali. Memindahkan fokus matanya dari bibir Haris kembali ke sepasang matanya.

"Mau pegang yang mana?"

Dengan begitu sengajanya Haris mengedipkan mata berulang kali. Mungkin ia pikir itu bisa untuk menggoda Vanny, tapi yang cewek itu rasakan justru sebaliknya. Perutnya terasa mual. Seperti daging sapi yang ia makan tadi mendadak melakukan demonstrasi di dalam sana.

Kedua tangan Vanny mendorong dada Haris. Menggeram, ia berusaha bangkit. Tapi, Haris dengan kuat mempertahankannya.

"Kali ini aku nggak bakal lepasin kamu lagi, Van."

Itu bukan soal pangkuan. Vanny tau. Ketika ia menghentikan pergerakannya, ia tau apa maksud Haris yang sebenarnya.

"Aku nggak bakal lepasin kamu lagi."

Vanny tertegun ketika mendengar hal yang sama untuk yang kedua kalinya terlontar dari bibir Haris. Sekarang ketika ia lihat kembali maka tak ada kesan main-main atau menggoda di wajahnya. Yang ada justru sebaliknya. Keseriusan yang membuat Vanny meneguk ludah.

"Haris."

Mata Haris menatap lekat pada Vanny. "Kamu tetap nggak mau jujur kenapa kamu mutusin aku dulu?"

Vanny menahan napas di dada. Tanpa sadar jari-jari tangannya yang berada di dada Haris bergerak perlahan. Meremas kaus santai yang ia kenakan. Ia tidak akan menjawab. Sempat berharap sebaliknya, tapi Haris tau ujungnya memang tetap sama. Ia tetap tidak akan mendapatkan jawaban apa pun.

"Oke kalau gitu," ujar Haris sambil mengangguk dua kali. "Kita singkirkan dulu soal itu. Yang penting di sini ..."

Remasan jari-jari Vanny di kaus Haris bergeming. Berhenti bergerak ketika Vanny menyadari bagaimana sorot mata Haris berubah. Menusuk padanya seolah ingin membidik ke lubuk sanubari yang terdalam.

"... aku ingin kita balik lagi kayak dulu."

Kaku, tapi Vanny berusaha untuk menggeleng.

"Kenapa kamu nggak mau kita kayak dulu sementara kamu masih ada rasa sama aku, Van?"

Haris tau Vanny akan menampik hal tersebut. Terlihat dari bola matanya yang membesar. Tapi, Haris dengan cepat bicara kembali.

"Kamu mau bukti?"

Bola mata Vanny tidak bisa membesar lebih besar lagi. Ketika pertanyaan itu mendarat di indra pendengarannya, kengerian seketika menjalari tubuh Vanny. Alarm peringatannya berbunyi.

"H-Ha---"

Terlambat sudah. Haris sudah keburu mengambil tindakannya. Berupa satu ciuman yang langsung merenggut bibir Vanny. Yang menelan suara Vanny ketika ia akan menyebut namanya.

Bibir Haris bergerak melumat bibir Vanny. Membuat mata Vanny yang semula membelalak dengan perlahan meredup. Mulanya mengerjap-ngerjap seperti orang linglung hingga akhirnya memejam seperti orang tak sadar diri. Mata itu memejam.

Sepertinya Vanny memang sedang tak sadar diri. Lupa dengan segala macam penolakan yang kerap ia lakukan pada Haris. Lantaran lembut lumatan yang Haris berikan ternyata dengan sangat ampuh mampu meluluhkan keras dan tegang di tubuh Vanny.

Vanny melunak. Remasan tangannya di kaus Haris luluh. Membuat jari-jari itu terurai dan tanpa sadar bergerak. Merayap pelan meninggalkan tempat itu dan beranjak pada titik yang lain.

Karena ketika Haris memiringkan kepalanya dan sedikit mengubah posisi, dengan serta merta ciuman itu pun semakin dalam. Memberikan kesempatan untuk Haris bisa menggapai titik tersudut sekali pun. Yang bisa ia goda dalam satu kecupan samar hingga menimbulkan rasa geli bagi Vanny.

Bibir Vanny membuka. Haris dengan cepat menyusupkan lidahnya di sana. Untuk bertemu dengan lidah Vanny dan mereka bermain-main dalam dunia mereka sendiri.

Satu tempat hangat yang penuh dengan kelembaban sensual. Yang hanya diperuntukkan bagi jiwa-jiwa haus akan belaian satu sama lain. Yang lantas saling menggoda dalam bentuk keintiman tak terucap.

"Haris."

Nama Haris terlontar dari bibir Vanny dalam bentuk pekikan tertahan. Tepat ketika ia rasakan Haris yang mendadak bangun dari duduknya. Dengan membawa tubuh Vanny dalam gendongannya dan tangan cewek itu dengan cepat mengalung di lehernya.

Jantung Vanny berdebar dengan tak karuan ketika mata Haris menatap padanya dengan lekat. Ada yang berbeda dari cara cowok itu melihatnya. Sesuatu yang nyaris membuat Vanny abai dengan satu fakta. Bahwa saat itu mereka sudah berada di dalam kamar.

"H-Haris."

Haris membaringkan Vanny di atas tempat tidur. Wajah cewek itu tampak panik dalam dugaan yang langsung melintas di benaknya. Tapi, ketika Haris kembali mencium bibirnya maka kepanikan itu dengan serta merta meninggalkan Vanny.

Kedua tangan Vanny yang masih mengalung di leher Haris bergerak. Memberikan satu tarikan samar nan lembut yang tak akan ditolak oleh Haris. Cowok itu semakin mendekat. Mengikis tiap sentimeter jarak yang ada di antara mereka.

Vanny merasakan sesuatu yang asing ketika bobot tubuh Haris mendarat di tubuhnya. Ia bisa merasakan debar jantung cowok itu. Dan Vanny yakin Haris bisa merasakan hal yang serupa pula.

Itu bagai lantunan musik yang mengiringi setiap pergerakan bibir di antara mereka. Seperti lecutan yang membuat keduanya semakin terpacu untuk mencicipi satu sama lain.

Satu erangan tertahan di tenggorokan Vanny. Ketika ia merasakan satu pagutan di bibir bawahnya dan itu memberikan gelenyar yang membuat ia melengkungkan sepuluh jari kakinya. Respon manis yang membuat Haris ingin merasakan yang lebih.

Pagutan berganti dengan lumatan. Yang Haris berikan pada bibir atas Vanny yang mendamba. Dan ia mendapatkan hal serupa dilakukan pula oleh Vanny. Yang turut melumat bibirnya hingga mereka terbuai dalam sentuhan itu.

Tangan Vanny yang mengalung di leher Haris bergerak. Pindah pada helai-helai rambut Haris yang terasa halus dan lembut di antara jari-jari tangannya. Vanny meremas di sana.

"Aaah ...."

Akhirnya desahan itu meluncur pula dari tenggorokan Vanny. Tepat ketika Haris menarik diri. Mengurai ciuman di antara mereka. Memberikan rasa kosong yang membuat Vanny ingin melayangkan protes. Tapi, sejurus kemudian kehampaan itu segera terisi. Dalam bentuk kecupan-kecupan kecil yang jatuh pada kulit wajahnya.

Mata Vanny yang sempat membuka sedetik sontak memejam kembali. Berikut dengan senyum yang entah sadar atau tidak, ia kembangkan di wajahnya. Dalam bentuk ekspresi pasrah yang tampak amat menikmati.

Vanny mengangkat wajahnya. Membiarkan bibir Haris melakukan penjelajahan pada tempat-tempat yang ia inginkan.

Mulanya di pipi Vanny. Lantas turun hingga menyusuri garis lehernya. Haris semakin turun ketika Vanny benar-benar mendongak.

Garis jenjang leher Vanny mendapatkan sentuhan bibir Haris. Dalam bentuk kecupan dan isapan yang datang silih berganti. Diselingi oleh godaan ujung lidahnya, Haris mengusap rona merah yang timbul. Membelainya seolah itu adalah hal antik yang harus ia abadikan. Dalam jejak basah dan hangat yang kemudian ia persembahkan.

Turun kembali. Haris sadar tak ada penolakan apa pun yang dapat menghentikan pergerakannya. Alih-alih sebaliknya. Geliat tubuh Vanny justru memberikan sinyal yang membuat Haris semakin tak segan untuk melabuhkan kecupannya di tempat yang lain.

Pada tulang selangka Vanny yang tampak cantik di bawah tatapan matanya. Haris menikmati kesan lembut, halus, dan wangi yang ada di sana. Begitu pula dengan Vanny yang terbuai oleh sentuhan itu. Makin terbuai. Semakin terbuai. Karena setelah ia merasa puas bermain-main di sana, Haris pun melanjutkan gerilyanya.

Haris merayap di tubuh Vanny. Kembali turun dengan tangan yang lantas bergerak di depan dada Vanny. Meraih kancing yang ada di baju Vanny. Mengusapnya. Bermain-main sejenak di sana seolah sedang menimbang. Lantas buah kancing pun keluar dari lubangnya. Satu demi satu hingga pakaian itu tak lagi menjadi penutup bagi tubuh Vanny.

Mata terpejam, napas tertahan, jemari meremas.

Vanny menggigit bibir bawahnya tatkala jari Haris mengusap perutnya yang ramping. Dengan sentuhan ringan yang membuat tubuhnya serasa melayang ke langit sana.

Haris mendorong payudara Vanny keluar dari mangkuk bra. Melirik sekilas ia mendapati Vanny yang tak melakukan apa pun ketika bibirnya menyentuh puting itu. Memberikan sentuhan pertama yang tak hanya membuat Vanny sesak napas. Alih-alih Haris pun merasakan yang serupa.

"H-Haris."

Suara Vanny terdengar berat. Kepalanya mendadak terasa pening. Dan kedua kakinya di bawah sana bergerak tak tentu arah. Berkat sentuhan bibir di putingnya, Vanny merasa akal sehatnya sontak menghilang.

Begitu pula dengan Haris. Ketika ia merasakan puting itu dengan mulutnya, kewarasan seperti meninggalkan dirinya. Membuat ia tak merasa cukup hanya dengan satu sentuhan belaka.

Haris benar-benar membuka mulutnya. Melenyapkan puting itu ke dalam kehangatan yang ia miliki. Ia membungkus puting itu dalam kuluman yang membuat Vanny mengelinjang.

Terus melumat dan lantas memagut dengan mulutnya, Haris tak akan abai pada payudara Vanny yang belum ia sentuh. Tangannya yang bebas pun bergerak. Naik dan menangkup payudara Vanny. Meremas dan memberikan godaan pada puting di sana.

Ujung jari Haris mengusap puting Vanny. Membelai-belainya dan Vanny makin gelisah karenanya.

"Haris. Haris. Haris."

Berulang kali mendesahkan nama Haris, Vanny memejamkan matanya dengan amat rapat. Kepalanya menggeleng berulang kali. Bukan. Tentu bukan dalam upaya penolakan. Alih-alih sebaliknya. Menggeleng dalam upaya tak mampu menahan semua godaan yang membuat dirinya makin terombang-ambing dalam gairah yang makin membutakan mata.

Haris melahap puting Vanny. Dan lantas ia menarik puting itu dalam isapan dalam hingga tubuh Vanny melonjak dengan penuh irama.

Puting lepas dari mulut Haris. Dalam keadaan yang benar-benar tak pernah Vanny bayangkan sebelumnya. Basah. Mengkilap. Dan membengkak. Di dalam hati, Haris memastikan bahwa hal serupa akan didapat pula oleh puting yang lainnya.

Karena sedetik setelah mulut Haris melepaskan puting itu, ia dengan serta merta langsung melahap puting yang lainnya. Memberikan godaan yang serupa sementara jarinya bermain pada puting yang berbeda.

Haris memejamkan mata. Meresapi tiap kesan yang timbul ketika ia mempermainkan puting itu di dalam mulutnya. Haris mengusap puting Vanny dengan ujung lidah. Mengemutnya seolah itu adalah permen paling manis di dunia. Dan kemudian memberikan beberapa gigitan kecil di sana.

Jari Haris tidak ingin kalah. Karena ia pun bisa turut membuai Vanny. Dalam belaian demi belaian, usapan demi usapan, dan cubitan demi cubitan. Yang datang silih berganti dan diselingi oleh remasan demi remasan.

Tubuh Vanny gemetar. Merasa semakin gelisah dalam godaan yang terus menerus datang padanya.

Vanny menggigit bibir. Kepalanya terus menggeleng-geleng. Dan tangannya terangkat dari kepala Haris. Mendarat pada bantal yang ia gunakan. Meremas bantal itu dengan desahan yang kembali mengalun.

Haris mengisap puting Vanny berikut dengan payudaranya. Seolah ingin melenyapkan bagian feminin itu ke dalam mulutnya.

"Aaah ...."

Seiring dengan lepasnya payudara dari mulut Haris maka desahan itu pun melantun dari tenggorokan Vanny. Kepalanya terangkat di atas kepala dan jatuh kembali ketika ada satu jilatan yang menyapu perutnya.

Haris semakin turun. Kali ini bukan hanya dengan kecupan yang ia berikan. Alih-alih dengan belaian basah sang lidah yang turut membersamainya.

"Aaah ... aaah ... aaah ...."

Kaki Vanny bergerak makin gelisah. Dalam dorongan hasrat yang telah menguasai dirinya, ia membuka. Menempatkan Haris tepat di antara kedua kakinya. Yang tanpa sadar memberikan bias kelembaban yang membuat Haris sontak meneguk ludah.

Bibir Haris turun mengecup di sisi pinggang Vanny. Samar menghadirkan senyum geli di wajah cewek itu. Senyum yang langsung menghilang beberapa detik kemudian ketika ia rasakan kecupan selanjutnya jatuh di tempat yang berbeda.

Vanny membuka mata. Melihat ke bawah dan ia dapati Haris yang menarik lepas celananya. Berikut dengan celana dalamnya dan kedua benda itu dengan cepat melayang di udara. Mendarat entah di mana.

Haris mengambil tempatnya. Tepat berada di depan kewanitaan Vanny.

"Haris."

Napas sontak tertahan di dada Vanny. Haris memberikan kecupannya tepat di atas kewanitaan Vanny dengan mata yang tak lepas darinya.

Seumur hidup Vanny tidak pernah mengira akan ada seseorang yang mencium dirinya di sana. Tapi, Haris telah melakukannya. Bukan sekadar mencium, Haris bahkan tampak menggoda dengan lidahnya yang kemudian menekan pada satu titik di sana.

Mata Vanny mengerjap. Refleks tubuhnya bergerak ingin beringsut, tapi Haris mempertahankannya. Kedua tangan cowok itu dengan kokoh menahan tubuh Vanny untuk tetap di tempatnya.

Kedua tangan Haris turun. Dari lekuk pinggangnya yang ramping lantas mengusap pahanya. Makin turun hingga mencapai lututnya.

Haris mendorong kaki Vanny. Untuk menekuk dan kemudian membuka. Vanny sontak membelalak dengan wajah ngeri bercampur malu. Tapi, ketika ia ingin melarang, Haris telah bertindak. Dalam bentuk satu kecupan yang benar-benar jatuh di ambang kewanitaannya.

Haris menjilat basah dan lembab yang menyambut kedatangannya. Pun menghirup aroma khas yang menguar dari sana.

"Haris."

Suara Vanny terdengar berat. Linglung dan bingung, tapi ia merasa keinginan tak terungkap saat sentuhan Haris membuat ia ingin merasa lebih lagi.

Lidah Haris menjulur. Memberikan godaan pada ambang kewanitaan Vanny. Dalam belaian samar yang membuat Vanny merasa geli. Tapi, tak lama. Karena sejurus kemudian lidah itu pun langsung mendobrak pertahanan Vanny. Masuk dan mendesak hingga Vanny meremas bantal di bawah kepalanya.

Haris menggoda Vanny. Dalam bentuk tusukan-tusukan yang lidahnya lakukan. Dalam bentuk gerakan berputar yang lidahkan berikan. Bergantian. Silih berganti menggoda hingga ia dengar bagaimana napas Vanny terasa memberat dari waktu ke waktu.

Meninggalkan lutut Vanny, kedua tangan Haris kemudian pindah pada bokongnya. Membelai dan kemudian meremasnya.

"H-Haris."

Tubuh Vanny terasa menegang. Membuat Haris semakin menggebu menggoda kewanitaannya.

Lidah Haris bergerak semakin menggebu. Menusuk dan mendesak bersamaan dengan tangan Haris yang mengusap bagian sensitif kewanitaan Vanny di luar sana. Menggoda dan memainkannya sesuka hati.

Vanny merasa terombang-ambing. Dalam lautan gairah yang makin tak terkendali. Pada serbuan hasrat yang lantas melempar tubuhnya ke atas sana. Tepat ketika lidah Haris menekan titik asing di dalam sana. Titik asing yang sontak membuat tubuh Vanny kaku keras dan ia menegang dengan kuat.

"Aaah!"

Jeritan meluncur dari tenggorokan Vanny. Matanya terpejam. Buta dalam ledakan warna yang membuat ia merasakan kenikmatan asing yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Vanny terengah-engah. Tanpa sadar kakinya berusaha menutup hingga kepala Haris tak bergerak di bawah sana. Tapi, ketika ia pelan-pelan membuka kaki, ia mendapati satu pemandangan tak terduga di bawah sana.

Kenikmatan yang didapatkan Vanny membuat Haris diserbu oleh beragam rasa manis. Dalam bentuk hujan madu yang menyerang indra perasanya. Asing, tapi membuat candu. Hingga Haris tak ingin kehilangan satu tetes pun.

Haris bangkit. Melihat Vanny yang tampak merona. Dan tanpa berpikir dua kali dengan cepat meraih tepian kaus yang ia kenakan.

Mata Vanny membola. Melihat Haris yang tampil polos hanya dalam hitungan detik yang amat singkat.

Vanny meneguk ludah. Ia jelas bisa menebak ke mana semua itu akan berujung. Tapi, apa Vanny akan menolak ketika hasrat itu benar-benar sudah membutakan matanya?

Jawabannya tidak. Lantaran ketika Haris mendekat, Vanny jsutru dengan suka cita menyingkirkan bra dan baju yang masih melekat di tubuhnya.

Kedua tangan Vanny bergerak. Menyambut Haris dan membiarkan cowok itu mendarat di atas tubuhnya. Menindih dan melesakkan Vanny di atas tempat tidur yang empuk.

Vanny memejamkan mata. Haris mengambil posisi di antara kedua kaki Vanny yang membuka. Ia mengecup pipi Vanny berulang kali. Membuainya. Melenakannya. Menggoda hingga Vanny hanyut dan hanya sempat terkesiap singkat tatkala kejantanan Haris dengan cepat dan tanpa cela memasuki kewanitaan Vanny.

Satu pergerakan dengan mulus membawa kejantanan Haris tenggelam dalam kehangatan kewanitaaan Vanny. Menerobos masuk hingga ia merasakan satu penghalang tipis yang tak seberapa di dalam sana.

Selaput itu koyak. Terurai saat kejantanan Haris mendesaknya tanpa ragu sedikit pun.

"Ah!"

Mata Vanny mengerjap. Merasa penuh dan sensasi asing itu membuat ia terengah-engah. Haris dengan cepat menenangkannya.

"Van."

Haris melirihkan nama Vanny tepat di telinganya. Dengan suaranya yang berat dan serak. Diikuti oleh satu lumatan yang melenyapkan daun telinga cewek itu di dalam mulutnya.

Vanny terasa tegang. Haris tau itu. Maka ia pun memberikan waktu agar cewek itu luluh kembali dalam pelukannya

Haris menggoda. Kembali merayu. Tak hanya berupa satu lumatan di daun telinga Vanny, tapi di tempat lainnya.

Tangan Haris bergerak. Meremas payudara Vanny. Mengusap putingnya. Dan lantas membelai pahanya.

Di ceruk leher Vanny, tak lupa Haris berikan kecupan-kecupan kecil. Berikut dengan jilatan lidah yang sontak membuat bola mata Vanny memutar sekali. Lantas mata itu terpejam.

Ketika Haris merasakan tubuh Vanny sudah luluh kembali, ia pun memulai pergerakannya. Ia menarik pinggangnya. Membawa kejantanannya untuk keluar dan lantas ia mendorong kembali. Membiarkan kejantanannya untuk masuk.

"Ah."

Vanny masih merasa asing. Tapi, ketika Haris dengan sabar menciptakan ritme percintaan mereka, Vanny pun mulai menikmatinya.

"Haris, oh ...."

Dengan penuh irama, Haris terus bergerak. Ia tak terburu-buru. Terus mengingatkan dirinya sendiri agar bersikap layaknya seorang pria sejati. Yang tidak egois dan mengutamakan kenikmatan pasangannya. Begitulah ia harus bersikap.

Jadi Haris bergerak dengan penuh perasaan. Ia masuk dan keluar dalam irama yang dipastikan bisa membuai Vanny. Dalam pergerakan yang ia yakini bisa melenakan Vanny.

"Aaah ... aaah ... aaah ...."

Vanny memeluk Haris. Dalam gelombang percintaan yang membuat tubuhnya bergerak sensual di bawah tubuh cowok itu. Tak bermaksud, tapi insting menuntunnya. Karena ketika Haris menghunjam maka Vanny pun mengangkat pinggangnya. Menyambut desakan yang Haris lajukan pada dirinya.

Keringat mulai memercik. Tak hanya timbul dari permukaan kulit Haris, alih-alih dari kulit Vanny pula. Keduanya berbagi peluh. Dalam kesan liat yang lantas mengikat pergerakan intim keduanya.

Vanny merengek. Dalam desakan asing yang membuat ia memeluk Haris makin kuat. Ia gelisah dan ia meracau.

"Vanny. Vanny. Vanny."

Haris berusaha tetap bernapas saat makin erat Vanny merengkuh lehernya. Cewek itu menggigit pundaknya. Menimbulkan nyeri yang anehnya makin menyulut Haris. Hingga ia terlecut untuk bergerak semakin membabi buta.

Tangan Haris menahan Vanny. Memastikan cewek itu untuk tidak bergeser sedikit pun ketika pinggangnya mendorong dengan amat kuat. Kejantanannya menghunjam amat dalam. Membuat Vanny terlonjak.

"Haris."

Mata Vanny mengerjap linglung. Menahan napas. Tak bisa melakukan apa pun saat Haris terus mendesak dirinya.

Maju.

Mundur.

Racauan Vanny semakin menjadi-jadi. Napasnya makin pendek-pendek. Dan tepat ketika Haris mendesak untuk yang kesekian kalinya, Vanny pecah.

Haris menghunjam tepat pada titik sensitif Vanny. Menekan pada titik yang sontak membuat Vanny merasa hantaman tak kasat mata menerpa dirinya.

Vanny hancur. Ia terhempas dalam kenikmatan yang membuat pekikan itu meluncur dari tenggorokannya.

"Aaah!"

Namun, bukan Vanny saja yang menjadi satu-satunya pihak yang terhempas. Karena ketika kenikmatan itu menerpa Vanny, Haris pun dibuat menjadi tak berdaya.

Kenikmatan itu membungkus kejantanan Haris. Dalam sensasi hangat dan basah. Dalam erat cengkeraman yang membuat Haris menggertakkan rahang.

Tangan Haris menahan pundak Vanny. Di ceruk leher cewek itu, Haris menggeram. Ia mendesak dengan amat kuat. Menusuk dengan amat dalam.

Pergerakan Haris makin cepat dari waktu ke waktu. Vanny memeluknya. Balas menahan tubuh Haris di dalam rengkuhannya.

Geraman Haris terdengar. Suara yang tak ubah seperti suara seekor predator yang mendapatkan makanan terbaiknya. Ia terpuaskan. Dalam hasrat yang meluap di dadanya.

Haris meledak. Tak mampu bertahan ketika pada akhirnya kenikmatan itu datang dan membuat ia luluh lantak. Layaknya gelas yang terbanting, ia pecah berkeping-keping.

Semua yang ada di diri Haris sirna sudah. Tertiup angin dan membaur dalam tiap partikel tak kasat mata.

Terbang.

Melayang.

Lantas Haris terhempas. Mendarat tanpa rupa dan tanpa sisa. Ia ... tak lagi memiliki apa-apa. Selain deru napas yang perlahan memelan bersama dengan Vanny dalam pelukannya.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top