4. Sangkal

EMPAT [sangkal]

Kenapa harus menyangkal?

... agar tak ada kesempatan baginya untuk kembali...

TANPA harus diminta, Vea pasti akan memuat kenangan pahit yang datang begitu saja. Walau Gavin bukan tipikal pembagi hati, tapi diri pria itu jelas membagi asetnya sendiri kepada banyak kaum hawa meski sudah memiliki tambatan hati. Kebiasaan dan perasaan itu sudah berbeda konteksnya.

"Berbeda? Sebenarnya dia itu maunya apa, sih?!" gerutu Vea dengan kesal.

Yalani hanya menatap atasannya dengan bimbang. Sekretaris pribadi Vea itu tahu jika kedatangan Gavinendra tentu saja untuk menyapa mantan istrinya yang terlihat makin cantik dari hari ke hari.

"Ibu mau teh hangat? Atau cokelat hangat?" tawar Yalani mencoba membuyarkan pikiran bosnya dari sosok Gavin yang sudah mengganggu kinerja perempuan itu.

"Nggak usah. Saya justru butuh yang bisa mendinginkan kepala saya saat ini, Lan."

Tak perlu banyak bertanya lagi, Yalani menyingkir dari ruangan atasannya dan mencari minuman yang setidaknya, mampu membuat Vea semangat kembali.

Kepala Vea rasanya sangat sakit. Setelah bertahun-tahun sakit hatinya, kedatangan Gavin kembali membuat bagian lainnya juga sakit.

Foto yang sengaja Vea telungkupkan di laci meja kerjanya dia keluarkan. Wajah kedua bayi yang selama ini menumbuhkan semangatnya. Tuhan tahu betapa Vea sangat menyayangi mereka. Bahkan rasanya tak rela jika keduanya menangis, bagaimana dia bisa ikhlas mempertemukan ayah dan anak-anaknya? Jelas Vea sudah lebih dulu ketakutan Gavin akan menyakiti mereka. Seperti apa yang pernah pria itu lakukan padanya.

*

Pulang ke rumahnya sendiri adalah hal yang paling indah. Bagi beberapa orang, home sweet home hanya berupa ungkapan saja. Namun, bagi Vea sangat berbeda maknanya. Home sweet home bukan hanya sekadar ungkapan bahwa dia bisa kembali mengistirahatkan tubuh lelahnya di ranjang kesayangan serta suasana rumah yang memang benar-benar homey. Lebih dari itu, bagi Vea rumah adalah tempat dirinya mampu berlindung dan melindungi dua orang tercintanya. Lebih dalam lagi artinya adalah tempat berbagi segala kesedihan sekaligus mengurai kesedihannya dengan melihat mukjizat yang Tuhan kirim untuknya. Gendis dan Djiwa. Sosok-sosok mungil dengan magnet tak terlihat dan tak terteorikan bagaimana bisa menarik Vea sebegini kuatnya.

"Malam, Bu." Ama, pengasuh Gendis muncul dengan botol susu kosong yang sudah pasti akibat putrinya yang sama kuatnya menyusu—meski tak seanarkis Djiwa yang lebih kuat dari saudara kembar perempuannya.

Vea memberi senyuman sebelum menjawab, "Malam, mba Ama. Anak-anak belum tidur?" Meletakkan tas kerja khas perempuan bermerek yang dimilikinya, Vea duduk lebih dulu di sofa guna memijit tumitnya yang terasa sakit karena terlalu lama menggunakan heel-nya.

Kebiasaan seperti ini memang sudah berjalan cukup lama, tepatnya selama kelahiran dan Vea mulai bekerja setelah si kembar berusia lima bulan. Mneghabiskan rasa lelahnya lebih dulu di bawah sebelum naik ke atas dimana kamarnya dan anak-anak tersambung, dan Vea akan mengabdikan diri mengurus si kembar walau tak lebih lama dari yang kedua pengasuh anak-anaknya habiskan.

"Mba Ama..." panggil Vea.

"Ya, Bu?"

"Saya boleh minta tolong?"

Pengasuh yang sering merangkap sebagai asisten rumah tangga bagi Vea itu menyanggupi dengan anggukan.

"Habis bawa susu si kembar, tolong bikini saya susu hangat juga, ya."

"Iya, Bu."

"Makasih, mba."

Begitu Ama naik untuk mengurus susu untuk Gendis, Vea menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Pandangannya mengawang pada langit-langit rumah, menekan keningnya dengan tangan yang ditumpukkan di sana. Matanya ikut terpejam seiring dengan beratnya awing-awang yang dia coba tepis meski nyatanya tak mampu dibuangnya.

Ingatan dimana Vea berdiri di tengah hujan karena sibuk mencemasi seorang lelaki yang berusaha membuatnya percaya bahwa diri lelaki itu akan berubah. Bahwa cinta mampu mengubah sikap masa mudanya yang sering Vea dapati mata keranjangnya terang-terangan. Lelaki yang membiarkan dirinya diguyur hujan untuk mengatakan pada Vea bahwa cinta yang ia miliki tak berubah hanya dengan lirikan mata lelaki itu pada perempuan lain.

"Apa, sih mau kamu?! Apa maksudnya kamu mau bikin diri kamu sakit sendiri begini?!" seru Lovea yang kesal tetapi lebih merasa cemas sebab membuat lelaki yang dicintainya berupaya dengan cara bodoh begini.

"Aku nggak mau kehilangan kamu, Ve. Percaya sama aku, segala kelakuan buruk aku nggak akan menjadi masalah buat hubungan serius kita. Percaya sama aku, Ve."

Lovea bahkan belum sempat berpikir ketika ciuman penuh tuntutan itu Gavin semtakan agar Vea tak pilihan meninggalkannya, agar Vea tak berpikir hal yang bisa saja merugikan lelaki itu. Dan memang benar cara tersebut ampuh untuk membuat Vea mengiyakan kesempatan baru bagi Gavin untuk—menyakitinya—menjalin hubungan lebih serius dengannya.

Senyum keduanya mengembang cerah. Air hujan yang menimpah tubuh serta sensasi ciuman di bawah hujan menambah kesan romantis yang terjalin. Drama penuh gula hingga bagi siapa saja yang menontonnya akan pusing saking berat kadar manis yang terlihat.

Sayangnya... bukan cinta namanya jika tak membawa sakit yang mendalam. Patah hati. Tak ada kata indah di dalamnya. Lovea tahu segala kesakitan penuh drama dalam hubungannya bersama Gavin dan taka da yang dilakukannya selain diam dan mengamati apakah Gavin yang sudah berubah status menjadi suaminya akan ikut mengubah kebiasaan buruknya atau tidak. Dan delapan tahun, Vea bagaikan kerbau yang dicucuk hidungnya.

"Bu... Ibu, Vea?"

Sentuhan yang perlahan menjadi dorongan di bahunya terasa lebih kuat, dan Vea tak kuasa untuk melanjutkan mimpi dalam tidur singkatnya.

"Hng."

Senyum tak enak Ama terlihat dari pandangan Vea yang masih agak kabur, tapi juga tak bisa Vea salahkan karena Ama yang sudah menyiapkan susu hangat untuknya sangat berdedikasi sekali.

"Maaf, ya, Bu saya ganggu tidurnya. Cuma... itu, susunya saying kalo nggak diminum. Mending juga ibu istirahat di kamar, Bu. Si kembar udah tidur."

"Udah tidur?" nada yang keluar dari bibir Vea menyiratkan kekecewaan. Ama tak enak hati menjawab dengan anggukan.

Menghela napasnya, Vea menyudahi sesi itu dengan membawa susunya ke atas. Tak lupa dia menyiapkan air putih karena malas turun ke bawah lagi. Rasa kecewanya agaknya terbayarkan dengan ekspresi lelap kedua buah hatinya.

"Gendis, Djiwa... maafin mama karena nggak bisa ada buat kalian, ya. Mama selalu sibuk sendiri. Tapi mama cinta kalian. Sangat."

Meski Vea tak tahu apakah menyangkal bahwa keduanya buah cintanya dengan Gavin itu dapat memengaruhi rasa cinta yang ada. 

***

10k viewnya mayan lama, ya... hm. Nih, aku kasih bab 4 deh biar cepet.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top