3. Berbeda

Lovea terkadang tak sadar jika lelucon akan sangat memilukan pada kenyataan. Dia seperti terperosok dalam kubangan alam mimpi selama kurang lebih dua setengah tahun ini menghindari keberadaan Gavin.

Tak ubahnya seperti candaan singkat yang tidak Vea anggap begitu serius, Gavin memperlihatkan diri bahkan di perusahaan ayah Vea sendiri—Ratmaja—yang jelas akan sangat banyak intrik untuk menolak adanya kerjasama kedua belah pihak.

Tidak buta mendapati taktik yang sedang Gavin lakukan, perempuan dengan mata almond itu merekam setiap perkataan Gavin selayaknya magnet yang terus menariknya pada kilasan masa lalu, ketika Gavin pandai sekali bicara untuk menipunya dan... tentu saja mendapatkannya sebagai pasangan.

"Kita nggak pernah tahu, bukan, kalo jodoh punya takdir uniknya sendiri? Itu juga yang aku rasa ketika ketemu paras ayu seperti kamu, meskipun susah banget narik perhatianmu, tapi akhirnya aku dan kamu ini bisa melebur jadi kita. Bener, kan?"

Vea mengamati bagaimana Gavin berkata. Gesture ketika menggerakan tangannya, kerlingan matanya, daya pikatnya yang sudah seperti pakar ahli ketika menjelaskan kata-kata cinta... Vea mengaguminya.

"Apa kamu selalu berusaha semenarik ini kepada semua perempuan di luar kampus?" Karena aku nggak akan rela jika jawabannya iya.

Cinta membutakan manusia, benar. Vea sangat merasakan hal itu. Ketika Gavin menjawab, "Aku bahkan terlalu menarik ketika membuang angin yang sama-sama bau busuk ketika dihirup, Ve. Pertanyaannya, jelas harus dibetulkan. Gini, 'apa aku nggak bisa nggak menarik di depan semua mata perempuan yang ada?' itu baru benar."

"Dan jawabannya?" tanya Vea.

"Kalo pertanyaan kenapa aku sangat menarik bagi semua perempuan, itu jelas nggak ada jawaban akumulatifnya. Nggak ternilai kenapa, dan bagaimana bisa seperti itu. Coba sekarang aku tanya sama kamu, kenapa kamu bisa menilai aku menarik?"

Mampus. Vea jelas gengsi mengatakan dengan jujur alasannya. Selain tampan, daya tarik Gavin tak terselamatkan bagi siapapun. Jangan lupa otak pandainya, Vea suka lelaki yang pandai.

Mengangkat kedua bahunya, Vea berucap gamang, "Hm... nggak tau. Kan kamu nggak menarik awalnya, terus kamu deketin aku terus. Jadi menarik, deh!" katanya tanpa melihat wajah Gavin.

"Masa iya? Aku nggak bodoh untuk tahu mana mata perempuan yang sejak pertama kali aku bicara sebagai kakak tingkat di kampus merhatiin sampe nggak berkedip dan jelas dengan tatapan memuja." Gavin menyelesaikan ucapannya dengan kekehan yang membuat Vea malu dan akhirnya mengakui jika sebagai perempuan, Vea tak sanggup melepaskan sosok Gavinendra—si kakak tingkat yang bukan hanya tampan tapi juga cerdas, dan pandai bergaul.

Itulah alasannya kenapa Vea tidak terkejut mendapati Gavin berada di tuangannya saat ini. Sebab bahasa mulut serta sikap mudah bergaulnya itulah yang membawa Gavin selalu mulus dalam hal pekerjaan. Basa basi dan taktik menggaet rekanan bisnis patut diacungi jempol, itu juga yang menjadi alasan Ratmaja menyetujui pernikahan putrinya dengan Gavinendra yang disangka benar-benar mau berubah dari kebiasaan main wanita.

"Kita bisa bicara mengenai kabar satu sama lain lebih dulu, supaya lebih nyaman ke depannya membicarakan keputusan kerjasama seperti apa yang bisa kita buat antar perusahaan."

Vea tidak berminat sama sekali. Dia kecolongan, lagi. Tidak menyangka jika pimpinan baru AsiaTa Co. adalah Gavin. Siapa yang akan menyangka kalau AsiaTa Co. Sebelumnya adalah perusahaan pesaing terberat XCC—milik keluarga Gavin.

"Mungkin kita bisa memadatkan waktu pertemuan yang ada supaya lebih efektif menentukan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah perusahaan, Pak." Bagus Ve, kamu bisa menghadapinya.

Ekspresi Gavin kian surut setelah berulang kali membujuk, yang ada justru Vea semakin memutar balik arus menjadi lebih singkat dari yang seharusnya. Delapan tahun menjadi istri seorang Gavinendra, belum lagi terhitung masa pacaran mereka tentu Vea sudah kenyang dengan taktik lelaki itu yang selama ini dianggap selalu jitu pada siapapun. Sayangnya, kata jitu saja tak mempan bagi Lovea yang sekarang ini sudah sangat banyak belajar.

"Oke. Sepertinya kita butuh banyak waktu lain, Pak. Karena sudah habis waktu bicara ini."

"Kita bukan hanya sekadar bicara, bukan?"

"Oh. Bukan. Jelas ini bukan hanya sekadar saling bicara saja, Pak. Ini juga bisa bapak sebut sebagai perundingan eksklusif antara AsiaTa Co. dengan pihak kami, CGC Media."

Melihat dengan teliti apa yang Gavin coba lakukan; membaca raut wajahnya, Vea enggan mengubah keberaniannya menjadi ketakutan tak jelas. Cukup saja dulu, Vea bodoh dan takut lepas dari Gavin.

"Ada yang kurang, Pak?" tanya Vea.

"Banyak. Sangat banyak yang kurang dalam hidup saya selama dua setengah tahun ini, Ve."

Vea hampir saja mendecih kasar. Namun, tetap memilih cara yang lebih sopan untuk menyindir. "Bapak sepertinya mulai melantur. Apa efek dari bapak yang terlalu banyak minum alkohol? Saya sampai bisa menghirup bau busuknya, Pak."

Karena selain alkohol, Vea yakin lelaki itu menikmati candu lainnya; wanita.

"Sudah nggak lagi, Ve. Sudah nggak ada kebiasaan buruk itu—"

Ucapan Gavin terputus karena sekretaris Vea sudah lebih dulu mengetuk pintu ruangan dan diizinkan oleh Vea untuk masuk.

"Maaf, Bu, Pak waktunya sudah habis. Setelah ini ibu Vea masih ada pertemuan dengan klien yang lain."

Vea sudah mengatakan jika dia menyukai orang yang pandai, kan? Sekretaris Vea adalah salah satunya. Mungkin, karena sudah paham dengan desas desus mengenai Gavin yang tak lain adalah mantan suami atasannya, sang sekretaris memiliki tingkat kepandaian untuk tidak membiarkan Vea terjebak nostalgia.

Yang dimaksud untuk segera pergi karena memang pembicaraan hari itu sudah selesai memandangi wajah Vea, meski tak percaya akan mendapat pengusiran seperti itu, Gavin tetaplah Gavin; tak tahu diri.

"Bisa kita padatkan agenda pertemuannya?"

"Maksud bapak Gavin memangkas jadwal pertemuan?" balas sekretaris Vea.

"Bukan," Gavin tak melepaskan pandangannya dari Vea. "bukan dipangkas, tapi ditambah. Saya ingin kerjasama ini tidak main-main. CGC Media harus memprioritaskan kerjasama dengan AsiaTa Co. karena saya mau menjadi rekanan berbeda." istimewa.

Menahan napasnya, Vea mempertahankan ekspresi biasa saja. Meski dalam hati mengumpat, sialan kamu, Vin.

***

Haieeeee. Maaf, ya baru muncul. Kemarin-kemarin cybukkk🤭

Btw, ku udah nabung bab selanjutnya tapi... nunggu 10k view, ya😄

Ku tunggu juga vote dan komen kalian. Antusias kalian akan sangat memengaruhi apdet lapak ini❤️

Btw, makasih komen di bab-bab sebelumnya. Aku sayang onlen kalian pembaca onlen♥️ semoga di lapak ini kita bisa belajar bersama, ya. Aku-pun masih harus banyak belajar. Mungkin ke depannya konflik akan semakin pelik karena potensi bersatunya GaLo ini akan ada masalah lain sblm mereka bnr" bersatu.

Tungguin, yak🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top