1. Alasan
Setiap kepergian pasti ada alasan di dalamnya. Lovea beralasan kebrengsekan sang mantan suami sudah sangat berlebihan dan tidak bisa ditolerir lagi, meski bukan itu alasan yang sebenarnya. Vea tahu kalau pernikahan itu diteruskan, maka tak akan benar ke depannya. Kepura-puraan, sakit hati yang terus dipendam, lama-lama bisa membuat Vea gila sendiri.
"Kerja terus kamu." Dermaja, sang ayah, menegur dengan mata yang tertuju pada koran saja.
"Iya, Pi. Kerja buat nerusin kinerja papi di kantor."
Melipat korannya, Dermaja mengambil ponsel lama Vea. "Masih saja dia hubungi kamu, sudah dua setengah tahun masih gila kesempatan."
Vea tahu siapa yang papinya maksud, tapi tidak mau berusaha membalas. Jika diteruskan justru perdebatan panjanglah yang akan terjadi.
"Papi pegang aja. Vea mau ketemu mami."
Ya, ponsel lama Vea sudah dititipkan pada Dermaja. Tidak mau lagi memikirkan Gavin yang terus berusaha menghubunginya. Vea tentu juga manusia biasa, dia bisa berubah pikiran jika terus menerus digempur kata-kata penuh penyesalan yang tentu saja hanya sekadar kata saja. Apapun alasannya, Vea sudah benci hidup selama delapan tahun dan diperlakukan kasar ketika hubungan mereka akan berakhir.
"Papi berniat membuang ponsel kamu. Gimana?" tanya Dermaja menghentikan langkah sang putri.
Tertegun sejenak, Vea mengangguk. "Terserah papi aja. Vea tahu papi ngelakuin yang terbaik buat Vea."
Melangkahkan kaki menuju kamar dimana maminya berada. Begitu melihat sang mami di ranjang besar dengan segala alat medis yang terpasang ditubuh wanita itu, Vea tak bisa menghentikan tangisannya.
"Hai, Mi."
Sudah lama rasanya Vea kembali ke rumah. Dia selalu pulang ketika tak memiliki kesempatan datang dimanapun. Sayang, ketika menikah dia tak mau menyusahkan pikiran maminya jika mengetahui Vea selalu menunjukkan ekspresi palsu, dan jadilah Vea jarang sekali menyambangi wanita yang melahirkannya.
Terakhir kali Vea mendapati maminya adalah ketika proses alot perpisahannya dengan Gavin. Sesudahnya, Ivanka tak sadarkan diri karena tekanan yang datang memikirkan sang putri.
"Vea kangen sama mami." Mengamit tangan maminya, Vea menyentuhkannya di pipi. "Kenapa harus begini, sih, Mi. Kenapa harus begini nasib Vea... kenapa Vea nggak dengerin ucapan mami, kalo waktu itu kebiasaan laki-laki itu yang suka jelalatan lihat perempuan lain bisa berakibat fatal." Menangis lagi, menumpahkan curahan hatinya pada sang mami.
"Vea bodoh, ya, Mi. Bodoh banget."
Meski selalu dilarang oleh maminya untuk tak menyalahkan diri sendiri, Vea tetap menyalahkan dirinya sendiri dengan semua yang terjadi.
"Kalo aja Vea nggak jatuh cinta dengan bodoh, mungkin kejadian kayak gini-"
"Papi nggak suka juga denger anak papi bodoh-bodohin dirinya sendiri, Ve. Papi sama mami membesarkan kamu nggak untuk dikatain bodoh, walaupun sama diri kamu sendiri."
Dermaja duduk di sisi yang berseberangan dari putrinya, dia tatap juga sang istri yang masih setia diam tanpa ada tanda-tanda akan bangun.
"Maafin Vea, Pi."
"Papi sudah ikhlas, Ve. Lagi pula, mau kamu menyesali seperti katamu yang kamu lakukan itu bodohpun, nggak berpengaruh apa-apa. Papi justru bersyukur dengan kebodohan kamu. Papi bisa belajar untuk nggak jadi orangtua egois karena nggak memaksa tuntutan atas pemerkosaan kamu."
"Dia suamiku dulu, Pi. Keluarganya pasti berpikir aku yang stres karena nuduh suami sendiri begitu."
"Apapun statusnya, itu sama saja. Dia memaksa kamu, bahkan luka ditubuh kamu-"
"Pi... jangan bahas itu lagi." Vea tak suka dengan kenyataan bahwa ada luka yang membekas ditubuhnya selain bekas jahitan diperutnya.
*
Lovea adalah perempuan tangguh dengan tampilannya yang cerdas. Tak main-main lamaran yang datang silih berganti ke kediaman Dermaja sewaktu Vea kuliah dulu. Terlalu banyak yang serius, tapi Vea tak cocok. Hingga akhirnya Vea termakan bujuk rayu seorang Gavinendra. Predator ulung di kampus yang lulus dengan predikat nilai tinggi.
Gavin juga terkenal pandai, anak orang kaya, tampan pula. Selalu menolak didekati oleh Gavin, tapi akhirnya termakan bujuk rayu juga. Itulah hakikatnya perempuan, suka dibohongi kata-kata yang menyejukkan hati. Padahal, ujungnya makan hati saja. Dan Vea akhirnya tahu jika kodratnya sebagai perempuan terealisasikan ketika dia menjadi bodoh karena membela sifat genit Gavin meski maminya sendiri yang berucap.
"Mungkin mami yang terlalu mandang Gavin negatif. Selama jalan sama aku, dia selalu nurut, kok. Ya, lirik-lirik dikit itu masih wajarlah, Mi. Aku juga kalo ada cowok ganteng suka iseng lirik-lirik." Sangkalnya ketika Ivanka memprotes sifat playboy kekasih putrinya.
"Mami cuma ingetin, ya, Ve. Kalo kamu nggak tegas lurusin sikapnya yang suka serong kanan kiri gitu, akan bahaya kalo nanti kalian nikah."
Mengingat kembali masa-masa dimana Ivanka memberikan segala masukan kepadanya, Vea jadi malu sendiri karena sempat keras kepala membela laki-laki brengsek. Sebenarnya, jika Vea tak mau sakit lebih dalam lagi dia bisa saja meminta berpisah setelah Malam pertama mereka terlewati. Bodohnya Vea karena berharap suaminya bisa berubah setelah menyandang status suami saja.
Sekarang, dia mengerti kenapa Tuhan menggariskan hal tersebut. Vea akhirnya berpisah dan mendapat rezeki membahagiakan lainnya; Gendis dan Djiwa.
Anak kembar sepasang, perempuan dan laki-laki yang didatangkan padanya meski prosesnya sungguh menyedihkan. Anak kembarnya hadir karena Gavin yang memaksanya-yang lebih pantas disebut memperkosanya-sampai menghadirkan Gendis dan Djiwa.
Gavin dan keluarganya tentu tidak tahu. Sebab keluarga Vea sudah lebih dulu menutup segala akses bertemu dan berhubungan dalam ranah apapun setelah proses perceraian yang sangat sulit. Kehadiran si kembar juga baru Vea ketahui ketika empat bulan setelah masa perceraian berlalu. Saat diperiksakanpun, kurang lebih usia kandungannya juga sama, dari sanalah Vea dan papinya sadar kalau si kembar hadir dari hasil pemaksaan tersebut.
Rumahnya tak sepi, adanya Gendis dan Djiwa menghantar cahaya baru baginya. Meski sering kecewa karena mendapati sorot telaga seperti yang Gavin punya. Bahkan saat memerhatikan keduanya terlelap seperti ini, Vea bertanya-tanya, "Kenapa kalian baru hadir setelah delapan tahun kesakitan yang mama hadapi?"
***
Aku seneng bgt banyak reader yg mau pada berbagi pengalaman soal berbagai jenis 'brengsek' nya para lelaki. Di sini alur hidup naik turun syekaleee. Pertimbangan antara risiko satu dan lainnya. Jadi, harap berpikir dewasa sblm berkomentar kasar untuk satu tokoh dan lainnya. Kalo Gavin disudut pandang Vea jadi antagonis, maka Vea disudut pandang Gavin juga antagonis. Mari bljr soal hidup sedikit demi sedikit di sini, ya❤️
Jgn lupa komen dan vote.
Follow dakuh juga di ig, ya. [@] faitnayuliandini & [@]freelancerauthor
Happy reading.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top