The End of The Immortality

Berita tentang penyerangan kepada bangsawan di daerah perkotaan Eterian kembali terdengar. Para bangsawan dengan kronologi cerita berkumpul mengelilingi seorang pria yang merupakan bangsawan tersebut. Sambil menenggak anggur merah, ia menceritakan peristiwa tersebut.

“Mereka menikamku di seluruh tubuhku. Bahkan salah satunya mencoba menggorok leherku hingga nyaris putus! Aku awalnya tumbang, tapi pada akhirnya mereka berhasil diamankan oleh para penjaga yang kubawa.”

“Lalu apa yang terjadi?”

“setelah seluruh tubuhku pulih sepenuhnya. Aku langsung menghajar mereka di tempat. Ku jadikan itu sebagai peringatan bagi mereka jika mencoba melawan bangsawan seperti kita.”

“Tapi sepertinya peringatan seperti itu percuma saja bagi mereka. Apa mereka sudah lupa bahwa hidup mereka hanya sebentar, tapi tetap saja mencoba membunuh kita yang abadi ini.”

“Aku juga bingung dengan jalan pikir mereka. Yah, setidaknya orang-orang itu masih sangat berguna. Jadi aku bawa mereka ke sini untuk menjadi persediaan sumber kehidupan kita.”

Para bangsawan tertawa puas dan terus membicarakan pengalaman mereka selama di perkotaan. Mia yang hanya berdiri dan tidak ikut bergabung dengan perkumpulan itu bisa mendengar ucapan mereka. Ia lekas berjalan menjauh dari mereka menuju balkon istana. Semilir angin menyambutnya, membuat ia merasa lebih nyaman. Meski telah pindah tempat, rasa tidak nyaman yang ia rasakan selama mendengar cerita tadi tidak bisa hilang begitu saja.

Wanita itu menatap pemandangan kota yang terlihat dari balkon. Kota itu adalah tempat tinggal masyarakat Eterian di mana seluruh aktivitas mereka dilakukan. Masyarakat Eterian bukan manusia abadi, melainkan hanya manusia biasa. Mereka tidak seperti raja dan para bangsawan yang diberkahi keabadian. Namun manusia biasa seperti masyarakat Eterian adalah sumber kehidupan orang-orang istana. Sumber umur panjang, kemampuan regenerasi, dan awet muda.

Semua orang di Kerajaan Eterian tahu hal tersebut, termasuk para rakyat. Namun meskipun tahu, raja dan para bangsawan tidak peduli. Bahkan kedua orang tua Mia juga sepemikiran dengan para bangsawan. Karena hal tersebut, Mia dan kedua orang tuanya sering berdebat.

Tidak ada dari pihak bangsawan yang ingin berteman dengan wanita itu. Namun hal itu justru membuat Mia menjadi dekat dengan orang-orang istana yang berasal dari daerah perkotaan. Seperti para istri bangsawan atau pun para pekerja istana. Mereka juga mendapatkan keabadian, tetapi dengan usia yang lebih pendek dan regenerasi yang lebih lambat. Mia dan mereka sering berbincang bersama dan mengeluhkan sikap para bangsawan secara diam-diam.

Mia sangat suka pergi ke kota untuk melihat langsung kehidupan masyarakat yang berbeda dengan bangsawan. Namun karena pertengkaran terakhir yang ia lakukan dengan ayahnya, ia akhirnya dilarang dibiarkan keluar istana, terutama ke daerah perkotaan. Untuk menghilangkan rasa rindunya, Mia biasanya memandang kota dari jendela kamarnya. Lokasi kota yang jauh membuat pemandangan dari jendela kamarnya terlihat sangat kecil. Sehingga kadang rasa rindu terhadap tempat itu tidak terobati.

Maka ketika ayahnya mengajaknya ke kota setelah sekian lama, Mia tidak bisa menahan kegembiraannya.

“Dengan syarat, kau tidak boleh berbicara dan mendekati mereka. Kau hanya melihat mereka di kereta kuda.”

Mia terlihat kecewa dengan aturan tersebut. Namun karena sudah sangat lama ia tidak ke kota, ia memutuskan untuk setuju. Keduanya kemudian pergi ke kota dengan kereta kuda khusus istana. Dari jendela kereta kuda, Mia bisa menyaksikan kondisi kota. Kebanyakan dari mereka terlihat kurus. Beberapa diantaranya terlihat sangat pucat. Mia sangat yakin orang-orang pucat dan kurus itu adalah masyarakat Eterian yang sebelumnya dijadikan sumber kehidupan.

Para bangsawan mengumpulkan kurang lebih lima belas manusia biasa yang akan dijadikan sumber kehidupan. Manusia-manusia itu akan dibawa ke istana untuk diserap energi kehidupannya melalui ritual khusus. Setelah penyerapan energi kehidupan selesai, semua manusia itu kemudian dikembalikan ke kota. Biasanya setelah proses ini, umur mereka tidak lama lagi dan akan segera mati. Ini dilakukan setiap empat bulan sekali dan telah menjadi tradisi di istana. Yang berarti mau tidak mau masyarakat juga harus ikut terlibat.

Setelah tiba di tempat tujuan, ayah Mia turun dari kereta kuda. Mia hanya diam di tempat sambil menyaksikan ayahnya pergi memasuki sebuah toko. Tidak ada hal yang bisa dilakukan oleh Mia di dalam kereta kuda. Ia mengalihkan atensinya pada pemandangan di kota dari jendela kereta kuda. Mia bisa melihat tatapan kebencian dari masyarakat kota tertuju padanya.

“Bangsawan tidak tahu diri! Masih saja menunjukkan diri di kota ini.”

“Bersikap seolah tidak butuh kita manusia biasa. Padahal mereka bisa abadi juga karena kita.”

“Ingin sekali rasanya kukuliti mereka hidup-hidup setiap hari agar mereka meraskan penderitaan kita.”

Mia pernah diberitahu tentang kebiasaan masyarakat yang sering menyumpahi para bangsawan secara diam-diam. Namun di telinga Mia, ucapan mereka cukup jels. Entah mereka sengaja atau tidak. Mungkin karena mereka tahu bahwa ia hanya wanita dan hanya bisa duduk diam.

“Sebaiknya kita harus mempertegas langkah kita selanjutnya.”

“Kita harus membuat keadaan agar kita bisa langsung menangkap para bangsawan sialan itu.”

“Tapi bagaimana? Berada di dekat daerah istana saja kita dalam bahaya. Semua penjaganya juga bisa menyembuhkan diri sendiri seperti para bangsawan.”

“Kalau begitu, singkirkan dulu para penjaga.”

“Sulit. Kita perlu informasi yang lebih banyak.”

Mia menengok keluar. Suara bisikan itu terdengar seperti rencana untuk menyingkirkan raja dan para bangsawan. Mungkinkah mereka berniat untuk melakukan kudeta?

Mia memperhatikan toko yang dimasuki oleh ayahnya tadi. Tidak terlihat tanda seseorang akan keluar dari tempat itu. Maka segera wanita itu turun dari kereta kuda menuju asal suara yang ia dengar tadi. Kusir yang melihatnya menegur untuk memintanya masuk, tetapi Mia abaikan.

Denagn langkah cepat, ia menghampiri sekelompok pria muda yang terlihat tengah berdiskusi. Melihat seorang wanita berpakaian mewah mendekat, mereka langsung berusaha bersikap biasa.

“Kalian tadi bicara soal rencana menyingkirkan bangsawan?”

Wajah terkejut mereka terlihat selama beberapa detik. “T-tidak. Te-tentu saja tidak, Nona. Mana mungkin kami melakukannya.”

“Betul! Anda pasti salah dengar.”

“Tapi aku sangat yakin mendengarnya dari kalian. Jika memang kalian berencana melakukannya, aku akan bantu.”

Mendengar pernyataan dari Mia membuat tiga pemuda itu tampak sangat terkejut. Mereka bertiga saling melempar pandangan. Membuat Mia yakin bahwa mereka memang berdiskusi tentang hal itu tadi.

“Membantu kami? Memangnya Anda bisa dipercaya?”

“Aku sungguh ingin membantu kalian. Aku ingin manusia biasa seperti kalian juga bisa mendapat hak untuk hidup bebas.”
“Kenapa bangsawan seperti Anda peduli dengan kami? Anda sungguh berada di pihak kami?”

“Bangsawan seperti Anda bukankah hanya peduli pada diri sendiri? Apa Anda sebenarnya dari kota ini?”

“Bukan, aku bukan dari kota ini. Aku lahir dan besar di istana. Aku berteman dengan banyak istri bangsawan yang dulunya tinggal di kota ini. Maka dari tiu, aku berada di pihak kalian. Aku akan membantu kalian jika itu bisa membuat kalian bisa bebas.”

“Ucapan dari bangsawan seperti Anda apakah bisa dipercaya?”

“Percaya padaku! Aku sungguh ingin membantu kalian dari lubuk hatiku yang terdalam.”

“Kenapa bangsawan seperti Anda mau membantu kami?”

“Karena kalian juga manusia. Kalian berhak untuk hidup lebih lama. Meski tidak bisa abadi, tapi hidup kalian adalah milik kalian.”

Tiga pemuda itu kembali terdiam dan saling menatap satu sama lain. Mereka seolah terlihat sedang meminta pendapat. Ucapan Mia terdengar bagus, tetapi juga berisiko.

“MIA!”

Mendengar namanya disebut dengan penuh emosi, wajah Mia seketik pucat. Perlahan ia melihat ke sumber suara itu berada. Ayahnya berjalan mendekat dengan wajah yang penuh amarah. Pria itu mencengkram dan menarik kasar tangan putrinya.

“Apa yang sebelumnya kukatakan padamu? Tunggu di kereta kuda, jangan keluar! Apa yang kau lakukan?! Hah?!”

“Aku… aku hanya berbincang sebentar.”

Ayah Mia kemudian beralih menatap ke arah tiga pemuda itu dengan tatapan rendah dan masih tersulut amarah.

“Kalian mencoba menggoda putriku, ya? Kalian pikir, kalian rakyat jelata bisa bersanding dengan bangsawan seperti kami? Sadar diri! Kalian hanya manusia biasa! Binatang ternak!

“Ayah! Hentikan! Berhenti menghina mereka!”

“Kenapa kau selalu membela mereka? Dari dulu kau sudah seperti ini. Ada apa denganmu? Sikapmu ini membuat kita dipandang rendah dan aneh.”

“Iya, aku aneh. Dan aku tidak salah! Kenapa ayah, ibu, dan bangsawan lainnya terus menganiaya mereka? Padahal tanpa mereka, kita tidak bisa jadi abadi. Keabadian mereka juga berkat mereka. Dan mereka berhak untuk hidup lebih layak.”

“Karena mereka hanya orang biasa. Salah mereka sendiri tidak terlahir sebagai bangsawan seperti kita. Harusnya kau bersyukur terlahir di istana sebagai bangsawan Eterian. Bisa abadi, kaya, cantik, pintar, dan punya segalanya. Aku sudah membesarkanmu dengan baik. Bahkan memberikan segala hal yang kau butuh dan inginkan. Tapi begini sikapmu? Memangnya kau mau jadi rakyat seperti mereka?!”

“Aku tidak masalah menjadi bagian dari mereka. Bukan kemauanku juga terlahir sebagai bangsawan.”

Sedetik kemudian, sebuah tamparan keras dan telak mengenai pipi Mia. Membuat orang-orang yang menyaksikan kejadian itu hanya terdiam. Bahkan Mia pun ikut bergeming begitu merasakan rasa perih dan terbakar di pipinya. Segera ayahnya menyeret Mia kembali ke dalam kereta kuda. Mia tidak melawan dan hanya mengikuti ke mana ayahnya membawanya sambil berusaha menahan air mata yang telah mengalir. Kereta kuda mereka pun pergi, meninggalkan masyarakat kota yang masih terkejut dengan kejadian itu.

***

Setelah kejadian itu, Mia tidak dibiarkan lagi keluar istana. Kemanapun ia pergi, pengawal pribadi harus menemani. Bahkan ketika ia tengah berbincang dengan teman-temannya di istana, waktu komunikasi mereka dibatasi dan sangat diperhatikan. Hal ini membuat Mia merasa semakin terkurung oleh aturan ayahnya. bahkan terasa lebih buruk dari biasanya.

Lelah karena selalu diteman oleh pengawal pribadi kemana pun ia pergi, Mia memutuskan untuk tetap di kamar. Tidak banyak yang bisa ia lakukan di kamar. Hanya berbaring, membaca buku, mencoba pakaian lama, dan membersihkan kamar.

Selesai acara makan malam bersama,bebberapa bangsawan tinggal untuk acara minum anggur. Masih merasa tidak nyaman dengn kondisinya, Mia kembali ke kamar. Ia setidaknya ingin melihat bulan dan membaca buku sebelum tidur. Meski sebenarnya ia tidak begitu butuh tidur, tetapi Mia tetap ingin melakukannya seperti manusia biasa pada umumnya.

Ketika Mia tengah sibuk memilih buku, terdengar suara jendela kamarnya yang dibentur oleh sesuatu. Mia yang terkejut dan penasaran mencoba mengecek jendela kamarnya. Tidak telihat apapun di sekitar jendela. Ia lalu membuka jendela kamarnya, mencoba memeriksa area sekitar istana di bawahnya. Namun tidak ditemukan apapun. Berniat menutup  jendelanya, penglihatan wanita itu teralih pada seekor merpati yang terlihat terbang ke arahnya.

Merpati itu kemudian mendarat di jendelanya. Mia mengelus merpati itu. Terbesit rasa heran tentang kemunculan merpati yang terbang di malam hari. Bahkan hinggap di jendela kamarnya. Mia mencoba memeriksa area kaki burung itu. Ada lembaran kertas yang digulung dan diikat pada kaki merpati. Mia mengambil dan membuka gulungan kertas itu.

Terima kasih sebelumnya telah membela kami di hadapan ayah Anda sendiri.
Kami menerima tawaranmu untuk membantu kami. Kita akan berkomunikasi dengan merpati ini ke depannya.

Mia kembali memperhatikan area sekitar istana. Ketika perhatiannya tertuju pada semak dekat hutan, ia bisa melihat seorang anak melambai ke arahnya. Mia membalas lambaian itu dengan senang. Ia sangat senang telah berhasil bekerja sama dengan masyarakat untuk membantu aksi kudeta mereka.

***

Selama lima bulan terakhir, Mia memberikan informasi tentang istana dan para bangsawan kepada masyarakat Eterian. Seperti informasi jadwal penjagaan di sekitar istana, acara besar yang akan datang, struktur istana, dan lain-lain. Mia mengumpulkan semua informasi itu dengan bantuan teman-temannya juga. Ini untuk menghindari kecurigaan padanya yang selalu bertanya kepada para pelayan dan prajurit istana. 

Malam ini adalah acara ulang tahun anak salah satu bangsawan Eterian, sekaligus cucu dari sang raja sendiri. Semua orang telah hadir dan tengah menikmati pesta bersama, termasuk Mia. Ia saat ini tengah bercakap santai dengan bangsawan lain. Sesekali ia melirik pada jendela besar ruang aula yang ia biarkan terbuka lebar.

Suara gelas yang diketuk-ketuk dengan keras, membuat atensi semua orang tertuju pada sang raja yang tengah berdiri di tengah aula. Raja sepertinya ingin menyampaikan sesuatu. Lekas para bangsawan berkumpul dan mengelilingi raja.

“Terima kasih kepada hadirin sekalian yang telah hadir pada acara ulang tahun salah satu cucu kesayanganku. Dengan ini, dia telah genap 18 tahun. Perjalanan hidupnya ke depan tentu masih sangat panjang. Bahkan kita semua juga masih sangat panjang mengingat berkah umur panjang yang telah kita terima dari leluhur kita. Dan dengan berkah ini pula, kita diberkati untuk memimpin kerajaan ini hingga berabad-abad.”

Suara tepuk tangan meriah memenuhi aula. Mendengar fakta bahwa para bangsawan akan hidup hingga berabad-abad membuat Mia terpikirkan nasib masyarakat kota ke depannya. Ia yakin mereka akan semakin terpuruk. Untuk mencegah hal itu, kudeta masyarakat diperlukan secepat mungkin. Dan seharusnya sekaranglah saatnya.

Dari jendela yang terbuka, sebuah botol tiba-tiba terbang melayang masuk ke dalam ruangan. Benda itu mendarat di lantai, tepat di tengah-tengah ruangan dan di depan kaki sang raja. Botol itu tiba-tiba meledak dan menyebabkan ledakan besar dalam ruangan. Semua orang yang terkejut berlari menjauh. Banyaknya alkohol di dalam ruangan juga mempercepat penyebaran api. Terutama mereka yang berada di area terdekat dengan ledakan.

Dengan panik, semua orang berusaha berlari menghindari api. Mereka yang terbakar hanya bisa meraung kesakitan. Bahkan bangsawan lain yang menyaksikan teman mereka terbakar di depan mata tidak dapat menolong. Pintu aula yang tertutup  rapat berusaha dibuka. Namun tetap saja tidak bisa dibuka. Seolah seseorang telah mengunci mereka dari luar.

Mia sudah berusaha menghindari api. Namun gaun yang ia kenakan juga mulai terbakar. Satu-satunya cara bagi ia untuk selamat adalah dengan lompat dari jendela yang terbuka tadi. Lekas wanita itu memanggil teman-temannya untuk ikut dirinya melompat keluar. Awalnya Mia juga ragu, tetapi ia harus melakukannya.
Segera ia melompat dari ruang aula yang terletak jauh di atas tanah menuju hamparan rerumputan di bawah. Tubuhnya menabrak keras tanah. Kepalanya terasa pening. Tulang-tulangnya yang patah menghasilkan rasa sakit yang teramat sakit. Namun semua rasa sakit itu hanya sementara.

Air tiba-tiba membasahi tubuhnya. Mia mendongak, mendapati masyarakat kota yang datang berkumpul dan memadamkan api yang semula membakarnya. Teman-temannya yang lain yang telah melompat juga telah berhasil selamat. Bahkan beberapa ada yang saling berpelukan dengan orang-orang dari kota. Mia yakin mereka adalah keluarga terpisah, baik karena pernikahan paksa atau karena diambil paksa sebagai pekerja di istana.

“Kalian…. Bagaimana bisa masuk ke sini? Di mana para penjaga?” tanya bangsawan lain dengan heran dan panik.

“Maaf, tapi mereka telah berhasil kami singkirkan,” jawab salah satu orang yang menahan bangsawan itu.

Selain Mia dan teman-temannya, rupanya banyak bangsawan lain yang ikut melompat dari jendela. Masyarakat kota telah memadamkan api di tubuh mereka dan menahan mereka semua. Dengan senjata dari para penjaga dan prajurit istana yang berhasil mereka ambil, mereka menahan semua bangsawan yang bukan sekutu.

Rencana ini telah berjalan sejak tiga jam lalu, tepat ketika pesta telah di mulai. Sementara semua orang di istana sibuk dengan pesta di aula, masyarakat kota akan berusaha menyingkirkan semua penjaga dan mengambil senjata mereka. Terutama di wilayah yang memiliki penjagaan yang longgar. Beres dengan penjagaan, mereka lalu menyelinap masuk. Orang-orang yang mereka temui selama menyelinap akan mereka bereskan juga. Sebisa mungkin tidak menimbulkan kegaduhan. Ketika mereka sampai di depan pintu aula yang tertutup, pintu itu segera dikunci agar semua orang di aula tidak bisa keluar. Ketika pesta dimulai, Mia sengaja meminta satu jendela terbuka dengan alasan ingin minum sambil melihat pemandangan di luar istana nanti. Dari jendela itu, masyarakat kota melemparkan masuk bom molotov yang dapat meledak dan menyebarkan api. Para bangsawan yang terbakar dan terjebak dalam ruang aula mau tidak mau harus melompat turun dari jendela, yang di mana di bawah sana telah menunggu orang-orang kota yang membawa air. Bangsawan sekutu mereka akan dibebaskan, dan yang bukan akan langsung ditahan.

“MIA!”

Mia menoleh, mendapati ayahnya telah menatapnya dengan tatapan tajam.

“Beraninya kau berkhianat pada kami. Seharusnya aku sadar, dari awal kau memang bukan bagian dari kami.”

“Maafkan aku, Ayah. Bagiku, ini adalah hal yang benar dan terbaik bagi kalian dan kebebasan masyarakat kota.”

“Kenapa kau masih saja membela mereka?! Apa yang kau dapatkan dari makhluk seperti mereka? Padahal semua hal menyenangkan yang selama ini kau dapat berasal dari berkah sebagai bangsawan Eterian.” Kali ini sang raja yang bertanya.

“Sebenarnya tidak ada. Tapi setidaknya, ini membuat hatiku merasa tenang.”

***

Sudah sepuluh tahun sejak gerakan kudeta yang dilakukan oleh masyarakat Eterian. Setelah menggulingkan istana, pemerintahan di Eterian dilakukan oleh rakyat. Mereka berdiskusi bersama dan saling memikirkan rencana untuk dapat menstabilkan kondisi kerajaan di berbagai bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi Eterian, masyarakat memutuskan untuk memanfaatkan keabadian dan kemampuan regenerasi raja dan para bangsawan. Organ tubuh mereka diambil dan dijual ke wilayah di luar Eterian.

Sementara Eterian telah menjadi lebih makmur di tangan rakyat, para bangsawan masih harus menebus semua dosa yang pernah mereka lakukan. Semua bangsawan kejam ditahan di penjara bawah tanah kerajaan. Masyarakat kota memberi mereka karma langsung berupa siksaan terus menerus. Dipukul, ditendang, dimutilasi, dikuliti, dan dibunuh berkali-kali. Semua itu adalah bentuk karma yang para bangsawan dapatkan. Mia ingin menghentikan, tetapi ia tahu bahwa mereka pantas mendapatannya. Termasuk orang tuanya.

Sudah sepuluh tahun, beberapa mulai menunjukkan kemampuan regenerasi yang mulai melemah. Mereka yang awet muda juga mulai menampakkan penampilan yang mulai menua. Keabadian mulai melemah, tetapi masih belum hilang dari diri mereka. Beberapa orang ingin meneliti rahasia keabadian mereka. Hal ini untuk meningkatkan ilmu pengetahuan untuk bisa memajukan umat manusia.

Di hadapan Mia sekarang adalah seorang peneliti dari rumah sakit dan pusat penelitian kota. Mia mengenalnya karena orang itu terlibat dalam kudeta rakyat sepuluh tahun lalu. Ia bertanya tentang bagaimana proses dari ritual yang dilakukan oleh para bangsawan untuk memperoleh keabadian. Mia mencoba memberitahu semua informasi mengenai hal-hal yang dilakukan oleh raja. Seperti bagaimana raja dan bangsawan menyerap kehidupan para rakyat, proses ritual pengikatan darah untuk mendapatkan berkah keabadian, dan ritual antara bangsawan lainnya.

“Terima kasih atas bantuanmu hari ini, Nona Mia. Kami mungkin akan meminta Anda lagi untuk melakukan sesi wawancara dengan topik yang lebih mendalam.”

“Saya tidak keberatan. Saya justru sangat senang jika hal ini dapat membantu umat manusia. Terutama dengan mereka yang berada di kota ini agar bisa berkembang dan lebih maju.”

Selama beberapa saat, sunyi menguasai suasana di antara mereka berdua. Peneliti itu masih diam dan memperhatikan Mia. Dan wanita itu sendiri tengah melirik ke arah lain sambil merapatkan kedua bibirnya. Sang peneliti kemudian batuk kecil sebelum kembali berbicara.

“Apa ada sesuatu yang ingin Anda sampaikan atau tanyakan, Nona?”

Mia yang awalnya ragu mulai bicara. “Maaf jika saya terdengar lancang. Kapan kedua orang tua saya bisa dibebaskan? Mereka sudah mendapatkan karma, kan?”

Peneliti itu terdiam. “Saya juga ingin mereka bebas. Tapi sepertinya dosa mereka terlalu berat bagi masyarakat Eterian.”

“Lalu, apa yang harus mereka lakukan untuk akhirnya bisa dimaafkan? Perlukah mereka menunggu sepuluh tahun lagi sambil menerima karma? Atau beberapa tahun lagi?”

“Yang kutakutkan lebih dari itu, Nona.”


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top