The End


"Ada apa?"

"Aku mau kita putus."

"Kenapa?"

"Aku merasa udah nggak ada lagi kecocokan diantara kita."

"Oke, terimakasih buat semuanya."

***

Aku tidak tau kalau ternyata putus cinta itu menyakitkan, mungkin inilah sebabnya orang mengatakan kalau menyesal itu datang belakangan. Kalau tahu begini jadinya, aku tidak akan mencoba untuk berpacaran.

Ceritaku berawal sejak dua bulan lalu, awal perkenalanku dengan Rei atau lebih tepatnya awal dari kehidupan percintaanku. Awalnya aku hanya menganggap semua ini sebagai keberuntungan saja, karena bisa duduk sebangku dengan orang paling populer dan paling disegani juga paling ganteng di sekolah. Yah, ini benar-benar jackpot.

Kupikir aku akan berhenti menyukainya setelah aku tahu sifat aslinya yang terkenal suka menindas dan menyebalkan. Tapi aku salah, sikapnya terhadapku sangat berbeda dari apa yang dikatakan orang-orang, malah kelewat baik. Rei yang aku kenal, tidak seperti yang orang lain katakan. Rei yang aku kenal adalah cowok yang baik, perhatian serta paling manis yang pernah ada.

Aku juga tidak tahu kenapa, tapi seiring berjalannya waktu aku malah menjadi semakin nyaman berada didekatnya, hingga suatu hari ia menyatakan perasaannya padaku dan memintaku jadi pacarnya. Jawabanku tentu saja iya, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, memiliki pacar pertama yang di luar dari perkiraanku.

Sebulan berlalu, kupikir semuanya baik-baik saja, tetapi, mungkin itu hanya perkiraanku saja tanpa tahu apa yang ada di pikiran Rei. Yah, bagaimana tidak? Selama sebulan kami menjalin hubungan, tidak sedikitpun Rei menunjukkan ketidaksukaannya padaku. Sikapnya yang kelewat baik itu, ternyata malah membuatku terlena. Karena tiba-tiba saja, sepulang sekolah dia memintaku untuk bertemu di parkiran seperti biasa, entah apa yang akan ia katakan dan akupun menuruti perkataannya. Tak lama setelah tiba, tanpa basa basi lagi ia langsung mengatakan tujuannya.

"Ada apa?"

"Aku mau kita putus." ucapnya datar, bahkan tak ada ekspresi apapun di wajahnya.

"Kenapa?"

"Aku merasa udah nggak ada lagi kecocokan diantara kita."

"Oke, terimakasih buat semuanya." jawabku, mencoba setenang mungkin.

Mungkin sampai sekarang, Rei tidak akan pernah tahu seperti apa reaksiku, karena tepat setelah mengatakan kalimat menyakitkan itu, dia segera melenggang pergi.

Cukup singkat memang, dan di
situlah akhir dari kisah cinta pertamaku yang manis.

***

Menyebalkan! Seharusnya aku tidak perlu menyesalinya, tapi entah kenapa semalam air mataku tidak berhenti mengalir dan mataku jadi bengkak sekarang. Bahkan aku tidak tahu alasan yang sebenarnya kenapa ia memutuskanku begitu saja. Menurutku hubungan kami terlalu 'baik-baik saja' untuk ukuran orang pacaran, tapi tidak disangka, semuanya berakhir begitu saja.

"Apa yang terjadi?" tanya seseorang, membuyarkan lamunanku.

"Apa?"

"Matamu kenapa? Habis nangis?"

"A-apa? oh... i-ini semalem aku nonton drama Korea, ceritanya sedih jadi aku nangis." jawabku asal.

Aku tidak mau Dania tahu kalau aku menangis karena putus dengan Rei, karena kalau dia tahu pasti dia akan memarahi Rei.

"Ohh... kirain kenapa."

Dania adalah sahabatku sejak kelas satu SMA. Dia adalah satu-satunya orang yang menyapaku pertama kali saat aku bersekolah di sini. Tapi sayangnya saat kenaikan kelas sebelas, aku tidak berada di kelas yang sama dengan Dania. Meskipun kami masih berteman baik, aku tetap merasa sedih. Dania tahu kalau aku berpacaran dengan Rei, dan dia sangat menentang hubunganku karena dia tahu seperti apa Rei itu. Dania bilang Rei itu orangnya mudah bosan, dia akan membuang apa saja yang ia miliki ketika dia sudah bosan.

Dan itu termasuk aku.

"Hai...." sapa seseorang tak lama setelah aku duduk.

"Hai, kenapa, Ngga?" tanyaku bingung.

"Mulai sekarang, gue yang duduk di sini, oke?"

"Hah? I-iya."

Tidak mengherankan kenapa ini terjadi. Rei, dia sudah membuangku, jadi untuk apa lagi dia duduk di sebelahku? Sebenarnya hubunganku dengan Rei adalah hubungan yang rahasia, Rei dan aku sepakat untuk merahasiakan hubungan kami, mengingat betapa populernya Rei di sekolah ini. Entah apa yang akan dikatakan orang lain apabila mereka tahu bahwa seorang Rei berpacaran dengan gadis biasa sepertiku. Tapi dengan menyuruh Lingga duduk denganku, bukankah ini akan menjadi semakin mencolok? Orang-orang pasti akan mengira kalau terjadi sesuatu antara aku dengan Rei. Menyebalkan!

Hari-hari berlalu seperti biasa, tidak banyak orang yang ingin tahu apa yang terjadi antara aku dan Rei hingga ia memutuskan untuk pindah tempat duduk. Lagipula, memangnya aku ini siapa, sampai orang lain ingin tahu masalahku? Dan tentang hubunganku dengan Rei, semuanya semakin memburuk. Kami tetap berada di kelas yang sama, tapi kami bahkan tidak saling menyapa untuk waktu yang lama.

Bagaimana dengan Lingga? Ternyata dia orang yang cukup baik meskipun terkadang banyak tanya dan agak malas, kupikir yang terakhir itu tidak jauh berbeda dari Rei jadi aku sudah terbiasa menghadapinya.

"Gue tau kok apa yang terjadi antara lo dan Rei." ucapnya tiba-tiba di sela-sela pembicaraan kami.

"Hah? Maksudnya?" tanyaku bingung dengan ucapannya yang tiba-tiba itu.

"Gue tau kalo lo berdua sempet pacaran." jawabnya yang membuatku terdiam sejenak. Bagaimana dia bisa tahu?

"Tapi gimana...."

"Rei nggak pernah nyembunyiin apapun dari gue, termasuk hubungan kalian. Tapi dia nggak pernah ngasih tau kenapa kalian sampe putus."

Aku terdiam sejenak dan berfikir. aku baru ingat kalau selama ini Rei mempunyai seorang teman dekat, aku tidak pernah bertanya, dan Rei juga tidak pernah cerita. Mungkin Lingga adalah orang itu.

"I-itu, dia bilang kalau udah ngga ada kecocokan lagi diantara kita." jawabku.

"Dan lo terima aja, dengan alasan nggak masuk akal begitu?"

"Mmm.... Mungkin memang kita udah nggak cocok. Dari awal aku udah tau kok, kalau akhirnya dia bakal mutusin aku. Makanya waktu dia bilang begitu aku langsung terima. Kalaupun aku nolak, aku nggak punya alasan untuk mempertahankan hubungan kita karena Cuma aku yang punya perasaan untuk dia." jawabku yang membuatnya terdiam.

Lingga menatapku sejenak seperti sedang memikirkan sesuatu, tetapi akhirnya dia menghela napas panjang dan beranjak pergi.

"Mau kemana?" tanyaku.

"Ke toilet." jawabnya yang kemudian menghilang di balik pintu.

***

"Ara, kamu tunggu di parkiran aja ya, aku mau ke toilet dulu." ucap Dania yang segera berlari menuju toilet.

"Oke."

Suasana di sekolah sudah sepi, waktunya pulang sekolah memang sudah lewat sejak setengah jam yang lalu, tidak seperti biasanya memang, karena minggu lalu saat ujian tengah semester Dania mendadak demam, jadi hari ini ia harus menyusul ketinggalannya, dan tentunya aku harus menemaninya.

Aku menunggu Dania tepat di depan area parkir sambil mencari tempat berteduh karena siang ini sangat panas. Tapi kurasa tidak hanya kami yang belum pulang, karena di dalam masih ada dua motor lain selain motor Dania.

"Kenapa lo putusin dia?"

Terdengar suara seseorang dari dalam parkiran, tapi aku tidak berani melihat. Aku takut kalau aku malah mengganggu urusan mereka. Tapi suara itu tampak tidak asing.

"Bukan urusan lo."

Aku terdiam sejenak. Aku tahu suara siapa yang barusan kudengar. Jelas sekali kalau itu adalah suara Rei, dan orang yang satunya pasti adalah Lingga. Apa yang sedang mereka bicarakan? Atau lebih tepatnya siapa. Apa mungkin orang itu adalah aku.

"Tiara, dia orang yang baik. Kalo emang lo nggak ada niatan untuk balikan, lebih baik lo relain dia karena gue yang akan buat dia lupa sama lo."

Tak lama seseorang keluar dari parkiran dengan motornya, orang itu adalah Lingga. Sebenarnya ada apa dengan mereka? Kenapa Lingga mengatakan itu. Otakku masih dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang barusaja kudengar, sampai tanpa kusadari Dania sudah kembali.

"Hei, Ara kenapa bengong?" ucap Dania sambil menepuk pundakku.

"Apa? E-enggak kenapa-kenapa." jawabku tergagap.

"Yaudah ayo pulang, kamu tunggu di sini dulu aku ambil motornya."

Seperti dugaanku, saat mengambil motor Dania melihat Rei dan tentu saja dia bertanya padaku kenapa aku tidak menemuinya. Akhirnya dengan terpaksa aku memberi tahu Dania bahwa aku dan Rei sudah putus.

"Apa?!" ucapnya sambil mengerem motor secara mendadak.

"Kenapa berhenti mendadak? Aku hampir jatuh tau!" protesku pada Dania.

"Kamu putus sama Rei?! Dari awal aku udah bilang kalau Rei itu nggak baik, tapi kamu tetep ngotot mempertahankan hubungan kamu."

"Iya ini salah aku, aku minta maaf. Yaudah lanjutin jalannya."

Sepertinya kemarahan Dania tidak bisa mereda begitu saja, karena sepanjang perjalanan pulang dia terus saja mengomel padaku.

***

Berhari-hari berlalu setelah kejadian di parkiran, aku memang masih belum sempat bertanya pada Lingga mengenai perkataannya waktu itu, tapi akhir-akhir ini sikapnya kelewat baik padaku. Mungkin ini maksud dari perkataannya dengan Rei waktu itu. Tentang 'gue yang akan buat dia lupa sama lo' mungkin....

Dan soal Dania, tentusaja dia sudah tidak marah setelah kuberikan sebatang coklat kesukaannya. Mudah sekali membuat Dania luluh ternyata. Dan untungnya, dia tidak benar-benar memarahi Rei. Karena kalau itu sungguh terjadi, aku tidak tahu lagi harus berbuat apa.

"Ra, bisa ngomong sebentar?"

Ucap Rei yang tiba-tiba sudah ada di hadapanku. Aku tidak tahu apa yang ingin ia bicarakan, jadi aku hanya mengangguk dan mengikutinya. Entah dia akan membawaku kemana, karena sepanjang perjalanan aku hanya menunduk. Bahkan aku tidak berani sekedar menatap punggungnya dari belakang.

"Ra, gue mau minta maaf sama lo."

"Minta maaf? Untuk apa?" tanyaku yang benar-benar bingung dengan perkataannya.

"Setelah gue pikir lagi, keputusan gue untuk mutusin lo ternyata salah. Gue nyesel banget Ra, lo mau kan maafin gue dan perbaiki hubungan kita lagi?"

Ucapnya yang sejenak membuatku terdiam. Entah apa yang telah membentur kepalanya, sampai ia berfikir seperti itu. Sekejap hatiku sempat luluh dengan perkataannya, tapi setelah kupikirkan, tidak ada lagi yang bisa diperbaiki dari hubungan kami. Karena ini hanyalah cinta sepihak.

"Maaf Rei, aku nggak bisa."

"Tapi kenapa?"

"Sudah nggak ada lagi yang bisa diperbaiki dari hubungan kita, dari awal cuma aku yang suka sama kamu. Dan sekarang jujur, aku sudah nggak ada perasaan lagi sama kamu."

"Pasti karena Lingga, kan? Iya, kan?"

Ucapnya dengan nada emosi. Aku benar-benar takut menatapnya, sebelumnya dia belum pernah berkata dengan nada seperti itu padaku.

"Enggak, ini semua nggak ada hubungannya sama sekali sama Lingga, ini semua murni perasaanku." jawabku mencoba jujur dengan perasaanku.

Setelah mendengar penjelasanku Rei pergi begitu saja, seperti terakhir kali. Aku hanya bisa menatap punggungnya yang kian menjauh. Jujur, sejak Rei memutuskan hubungannya denganku aku tidak pernah menyukai orang lain lagi. Awalnya mungkin karena aku masih sering memikirkan Rei, tapi untuk saat ini, perasaanku padanya sudah benar-benar sirna dan aku juga masih belum bisa membuka hatiku untuk siapapun, termasuk Lingga.

"Hai Ra? Boleh ngomong sebentar nggak?" ucap Lingga yang tiba-tiba saja sudah ada disampingku.

"Ngomong aja."

"Ra, maaf ya, gue nggak sengaja denger pembicaraan lo tadi sama Rei."

"Terus kamu pikir aku bakalan marah gitu? Santai aja, Ngga."

"Ra, kalo misalkan gue menanyakan pertanyaan yang sama seperti Rei tadi, apa jawabannya akan tetap sama?" tanyanya yang membuatku sangat bingung.

"Maksud kamu?"

"Lo beneran nggak ada perasaan apapun sama gue?"

"Aku senang kamu bisa jadi temanku, dan itu aja udah cukup "

Ucapku yang kemudian membuatnya terdiam. Tapi kemudian Lingga tersenyum dan berkata padaku.

"Yah, gue ngerti, sesuatu yang sudah berakhir, terkadang membuat kita sulit untuk memulai yang baru. Tapi gue juga senang, setidaknya kita bisa jadi teman."

Ucapnya yang kujawab dengan senyuman. Mungkin benar kata Lingga, sesuatu yang sudah berakhir membuatku sulit untuk memulai hal yang baru. Tapi aku yakin, berakhirnya hubunganku dengan Rei tidak mengakhiri segalanya, tapi justru menjadi awal hidupku yang baru.

*******************************************

Hai haiiii XD

Duh, sebenarnya ini cerpen sudah lamaaaaaaaa.... banget. Aku sendiri lupa kapan nulisnya ehehehe ^^ kalo nggak salah waktu kelas 2 SMA alias tiga tahun lalu. Jadi maaf kalo kependekan dan rada gaje wkwkwk

Maklum, aku belum pernah diputusin ehehe... jangankan diputusin, pacaran aja nggak pernah... hiks T_T

Tapi, moga-moga kalian suka ya :) aku nggak menuntut apapun kok, kalian mau baca ceritaku aja aku udah seneng bangett ><

Sekali lagi terimakasih

Selamat membaca:)))

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top