📓 8. Penghalang
"Hha, ayolah. Bersenang-senang sedikit. Lagi pula bukan masalah besar jika Leriat tidak tertangkap, bukan?"
|TE:DR|
...
"Kesempatan terakhir untuk memutuskan. Menyerah atau terbakar, terserah kalian."
Lima detik telah berlalu tanpa sekata pun dari Leriat maupun Edvan, tak menjawab kalimat ancaman Giori.
"Leriat, berdirilah di belakangku," pinta Edvan. "Gunakan Praesidiummu untuk bertahan."
"T-tapi barrier Praesidium saya tidak mungkin bisa menahan Vis Ardor sepekat itu," sahut Leriat penuh risau.
"Tak apa, yang kuperlukan cuman tambahan waktu." Edvan memejamkan mata dan mulai berkonsentrasi.
Aron yang berdiri jauh dari Edvan dan Leriat mulai menyemburkan api dari Vis Ardor, menjalar cepat dalam area yang lebar, menghanguskan rerumputan dan memanaskan udara.
Leriat mengangkat kedua tangannya seraya mengonsentrasikan Vis Praesidium. Barrier birunya berpindah dari yang semula mengurung Giori kini melingkupi dirinya dan Edvan.
Walau Giori juga berada dalam jangkauan serang api yang sedang Aron semburkan, ia tidak terlalu khawatir dengan perbuatan rekannya tersebut. Perempuan berkacamata itu lalu mengayunkan wandnya, dengan Vis Aqua miliknya yang mengalir pada benda tersebut, ia menciptakan kubah air yang melingkupi dirinya.
Api milik Aron mengamuk, menerjang mereka bertiga bagai gelombang. Habis membakar tanaman-tanaman hijau kecil dan dahan-dahan pohon di sekitar mereka. Sambil terbahak-bahak, ia terus menyemburkan api tersebut sampai amarahnya terpuaskan.
Barrier milik Leriat memanas, hingga merubah warnanya dari biru menjadi kemerahan menyala.
Edvan yang sedari tadi memfokuskan pikirannya akhirnya membuka mata. Netra hitamnya itu terang menyala dengan cahaya berwarna hijau dari Vis Terra. Ia membuka mode Diluvism, keadaan di mana ia dapat mengerahkan Vis jumlah besar dalam waktu singkat. Dalam Diluvism dan Vis Terra Edvan menciptakan tembok tanah besar yang menghalangi semburan api milik Aron lalu melemparkannya.
Aron sempat terkejut dengan kemunculan tembok tanah besar yang tiba-tiba melayang ke arahnya. Ia lalu menggunakan Vis Bestia pada dirinya, energi berwarna cokelat itu berkumpul di balik tubuhnya, seketika mencuatkan sepasang sayap elang di punggungnya. Dengan sayap tersebut, ia pun mengudara, menghindari tembok tanah tersebut.
"Wah, wah, sepertinya keadaan memanas ya setelah kubakar, hahaha," ucap Aron dengan seringai melihat Edvan yang menggunakan Diluvism. Lalu pada kedua tangannya ia kembali memfokuskan Vis Ardor yang dibentuk menjadi bola yang terus membesar dan memanas.
"Leriat, lepaskan barriermu dan pergilah dari sini!" pekik Edvan. Ia tengah mengumpulkan energi berwarna hijau pada kedua kepalan tangannya, bersiap untuk menyerang.
Sengitnya situasi meluluhkan Leriat untuk menuruti perintah Edvan. Bocah itu membatin apakah Edvan sanggup melawan mereka berdua. Sama seperti Edvan sendiri, Aron dan Giori adalah pasukan pribadi milik ayahnya. Namun mereka berdua lebih superior dan handal.
"Enyahlah kau brengsek!" Aron berucap. Bola api besar yang ia fokuskan dipecahnya menjadi bagian-bagian kecil. Dengan sayapnya, Ia melesat di atas Edvan dan Leriat, menukik seraya menjatuhkan bola-bola panas tersebut.
Edvan mengangkat kedua tangannya yang membara dengan energi hijau Vis Terra. Ia berusaha menggerakkan bongkahan tanah untuk menghalangi jatuhnya bola-bola Vis Ardor Aron.
"Fhu fhu, kasihan," sindir Giori. Dengan wandnya yang juga mengalir dengan Vis Terra miliknya, ia menahan kendali Edvan pada bongkahan-bongkahan tanah tersebut.
"Ugh, sialan." Edvan mengumpat. Giori memang yang paling mengesalkan. Karena tak dapat menghalangi bola-bola api Aron, yang sebentar lagi akan memborbardir dirinya dan Leriat, ia langsung berlari ke arah bocah tersebut seraya merangkul, berusaha melindunginya.
Bola api pertama menghujam barrier Leriat yang telah rapuh, menghancurkannya berkeping-keping disusul oleh ledakan beruntun dari bola-bola Vis Ardor lainnya. Hingga semua bola telah jatuh dan meledak, hanya menyisakan asap dan debu.
"Aku tahu kalian masih di sana!" Bongkahan-bongkahan tanah yang melayang di udara itu Giori lesatkan ke tempat terakhir kali ia melihat Edvan dan Leriat.
Seketiba Leriat, dengan beberapa bongkahan tanah yang dikendalikan Edvan menempel di tubuhnya, terlempar keluar dari kepulan debu ke arah kereta kuda, menjauh dari lokasi hujan bongkahan yang Giori lesatkan.
Tabir debu-debu akhirnya terbuka, menampilkan sosok pria yang mengalami luka bakar berat. Zirah besinya yang sedikit memanas mungkin utuh tapi bagian kain dari pakaiannya kebanyakan hangus. Tak lupa pada wajahnya yang hampir setengahnya baru saja terkena jilatan api.
Edvan tidak memedulikan cederanya. Satu tangannya yang mengalami luka bakar mengadah ke atas, dengan Vis Terra, energi berwarna hijau milikinya itu menahan bongkahan-bongkahan tanah yang dikendalikan Giori di udara. Sedang tangan satunya lagi menyentuh permukaan, meruntuhkan tanah berpijak Giori hingga separuh betisnya tenggelam.
Aron yang berada di udara pun akhirnya menukik tajam menuju ke arah Edvan. Dengan pedang tajam dari materialisasi Vis Telum, bilah berwarna merah tua itu ia acungkan lurus.
Edvan yang berada dalam mode Diluvism mampu dengan cepat menciptakan tangan tanah dari Vis Terra, menangkap pergerakan Aron saat sudah dekat. Aron terkunci, namun ia justru menyeringai.
Saat Edvan merasakan ketidakberesan, dua ekor perwujudan cheetah dari Vis Bestia milik Aron menjatuhinya. Sepasang binatang yang terbuat dari energi berwarna cokelat itu menggigit dan menerkamnya.
"Aron!!! Bocah itu melarikan diri!!!" Giori berteriak. Kedua kakinya tenggelam di tanah. Vis Terra yang dikumpulkannya ia tembakkan dari ujung wandnya, mengarah ke tangan tanah yang menahan Aron. Tangan tanah itupun berada dalam kendali Giori, lantas ia pun meruntuhkannya, membebaskan lengan Aron.
Dengan sepasang perwujudan sayap elang dari Vis Bestia, Aron langsung mengudara, mengejar Leriat yang kabur dengan menunggang kuda.
Saat melesat, sayap kanan Aron terkena tembakan dari Vis Ordo yang berwarna putih. Ia pun terjerembab karena Vis putih barusan menetralkan Vis Bestia miliknya, memusnahkan satu sayapnya.
Leriat yang menoleh ke belakang hanya membalas dengan anggukan pada sosok yang baru saja menjatuhkan Aron. Ia pun terus memacu kudanya, meninggalkan area pertarungan.
Perawakannya mungkin tidak sebesar Aron. Dengan bekas luka bakar di sekujur tubuhnya yang sudah tak tertolong, Ia berdiri, penuh keberanian bersama pedang ditangannya.
"Aku takkan membiarkanmu," ucap sosok lelaki tersebut, menatap tajam pada Aron.
Aron bangkit. "Aaarggghh, dasar brengsek! Kau akan terima akibatnya, Teres!" Ia pun langsung menyiapkan bilah tajam berwarna merah tua dari Vis Telum lalu menerjang ke arah Teres.
Teres pun berancang-ancang, walau sebenarnya ia tahu, dirinya bukanlah apa-apa bagi Aron.
Kemampuan Visnya hanya setingkat Magus dengan satu aspek saja, yakni Ordo, sedang Aron adalah Archmagus dengan triaspek, yakni Ardor, Telum dan Bestia. Kekalahan mutlak pula bagi Teres dalam hal berpedang.
Namun ia tak gentar. Hatinya kukuh tanpa penyesalan sedikitpun karena sudah mengikuti perjuangan Nyonya Kleir dalam melawan tirani ayahnya Leriat beserta para bawahannya. Setidaknya inilah yang bisa ia lakukan.
"Hah, aku tak menyangka akan membunuh dua orang dalam sehari." Giori memulai ocehannya, tentu dengan senyum tajam. Ia berjalan-jalan kecil, mengitari Edvan, yang dijebaknya di dalam bola air raksasa.
Edvan sudah tak mampu untuk melawan. Tubuhnya penuh luka cakaran dan gigitan cheetah. Tak lupa pada luka bakar saat Aron menghujaninya dengan bola api. Kini, hanya tersisa sedikit udara di dalam paru-parunya sebelum ia kehabisan napas.
Sekilas pandangannya menangkap saat-saat di mana rekannya, Teres, tertembus oleh bilah merah tua di dada.
"Cih." Aron melepaskan tubuh Teres, membiarkannya terjatuh di tanah. Ia beralih pandang, mengamati jalan yang Leriat lalui sebelumnya.
"Kukira kau mengejar bocah itu," ucap Giori, berjalan mendekati Aron, meninggalkan tubuh Edvan yang terkapar tak bernapas di belakangnya.
"Itu karena kau, Giori, tidak mau serius dari awal bertarung," balasnya gerutu dan terkesan abai. Aron lalu memfokuskan Vis Bestia di tangannya. Ia memanggil seekor perwujudan cheetah dari energi berwarna cokelat tersebut lantas menungganginya.
"Hha, ayolah. Bersenang-senang sedikit. Lagi pula bukan masalah besar jika Leriat tidak tertangkap, bukan?"
"Gah, terserahlah. Aku akan mencoba mengejarnya, kau pergilah duluan untuk melapor pada tuan besar." Aron pun memerintahkan tunggangannya untuk bergerak.
"Ya, ya, baik, baik."
|TE:DR|
Semilir angin lembut menyapa mereka berdua. Berjalan dalam keteduhan pepohonan di tengah sore yang berkilau.
Kemudian salah satu dari mereka berhenti. Gadis berambut silver itu mengendus-endus udara.
Heran dengan sikapnya, rekan si gadis pun bertanya, "Adel, ada apa?"
"Aku, mencium ...," ia menjeda sebentar, fokus pada hidungnya yang berkedut-kedut. Aroma yang ia rasakan masih samar.
"Hm?" Ruvian jadi ikut-ikutan mengendus. Namun ia tak membau apa-apa.
"Aroma ... amis. Ini darah. Kamu tidak merasakannya?"
Ruvian bergeleng. Tidak ada apapun yang berbau amis masuk ke indera penciumannya. Namun ia juga yakin Adel sedang tidak bergurau. Ia lalu memfokuskan Vis Sensus, kedua netra kuning ambernya bersinar remang biru dari Vis tersebut.
Dengannya, Ruvian dapat melihat walau matanya tertutup. Penglihatan Vis Sensus itu menyusuri area melingkar dengan diameter dua ratus kaki berpusat pada si pengguna.
"Kamu menemukan sesuatu?" Adel bertanya, melihat Ruvian yang fokus dengan pikirannya dan sesekali menoleh sana sini.
Pemuda itu bergeleng singkat menjawabnya. Tak ada hal aneh dalam jangkauan pengawasannya. Ia pun kembali membentuk penglihatan Vis Sensusnya dari area melingkar menjadi kerucut tajam dengan lebar kurang dari sembilan puluh derajat dan panjang empat ratus kaki. Penglihatannya itu menyusuri ke arah jalan di depannya.
Seketika ia dikejutkan dengan apa yang ditemukannya dari penglihatan Vis Sensus tersebut. Kereta kuda, tanpa kuda, dan terdapat seseorang yang tergeletak di dalamnya.
Ruvian terus memeriksa keadaan di sekitar tempat tersebut. Dari penglihatan Vis Sensusnya yang berupa penggambaran bentuk-bentuk objek dalam garis biru, ia menemukan tiga orang lainnya yang terkapar. Juga banyak bongkahan tanah berhamburan di mana-mana.
Ruvian memberi tahu apa yang ia lihat pada Adel. Lantas mereka berdua pun berlari menuju ke lokasi.
Itu kereta yang membuatku merasakan firasat buruk sebelumnya! Sebenarnya ada apa ini?
...
--------------------------------------
Jurnal Pembaca
Karakter yang terlibat dalam 📓1-8 chapter terakhir :
1. Leriat
Umum : 15 tahun, laki-laki, perawakan sedang.
Vis Level : Magus (3,9)
Aspek : Praesidium (penghalang)
2. Edvan (tewas)
Umum : 24 tahun, laki-laki, perawakan agak besar.
Vis Level : Magus (4,4)
Dwiaspek : Impetus (gaya dorong), Terra (tanah)
3. Teres (tewas)
Umum : 18 tahun, laki-laki, perawakan agak kecil.
Vis Level : Magus (4,1)
Aspek : Ordo (pemurnian & persatuan)
4. Antoni (tewas)
Umum : 26 tahun, laki-laki, perawakan sedang.
Vis Level : Archmagus (5,2)
Dwiaspek : Aero (angin), Eversio (kehancuran & perpecahan)
5. Kleir (tewas)
Umum : 73 tahun, perempuan, perawakan agak kecil.
Vis Level : Nonviser ( - )
Aspek : -
6. Aron
Umum : 24 tahun, laki-laki, perawakan sedang.
Vis Level : Archmagus (5,6)
Triaspek : Ardor (api), Telum (penyerang), Bestia (perwujudan binatang)
7. Giori
Umum : 25 tahun, perempuan, perawakan sedang.
Vis Level : Archmagus (5,7)
Dwiaspek : Aqua (air), Terra (tanah)
8. Adel
Umum : 16 tahun, perempuan, perawakan sedang.
Vis Level : Magus (4,2)
Cataspek : Ordo (pemurnian & persatuan), Vita (penyembuhan), Ardor (api), Aero (angin)
9. Ruvian
Umum : 17 tahun, laki-laki, perawakan sedang.
Vis Level : Sorseror (6,7)
Cataspek : Impetus (gaya dorong), Inanis (ruang hampa), Sensus (penglihatan), Praekantasio (telekinesis)
10. Lefazio
Umum : 63 tahun, laki-laki, perawakan sedang.
Vis Level : Grandmagus (8,4)
Pancaspek : Katena (segel), Sagasitas (pikiran), Sensus (penglihatan), Auram (anti-Vis), Inanis (ruang hampa)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top