📓 7. Putusan

"Baiklah."

|TE:DR|

...

"Biar aku yang hadapi Aron," ucap Antoni saat turun dari tempat kusir.

"Tapi, Antoni, tanganmu. Setidaknya biarkan aku dan Edvan memberimu waktu untuk pulih sejenak," sanggah Teres. Luka bakar di kedua tangan Antoni melepuh dari jemari hingga pergelangan.

Namun Antoni menggeleng. Iris birunya tajam menatap pemuda bersama perempuan berkacamata yang dua belas langkah di depannya.

-------------------------------
Data pertempuran :
1. Antoni
Vis Level : Archmagus (5,2)
Dwiaspek : Aero (angin) dan Eversio (perpecahan dan kehancuran).

2. Teres
Vis Level : Magus (4,1)
Aspek : Ordo (pemurnian dan persatuan).

3. Edvan
Vis Level :  Magus (4,4)
Dwiaspek : Terra (tanah) dan Impetus (gaya dorong).

4. Aron
Vis Level : Archmagus (5,6)
Triaspek : Ardor (api), Telum (mata pedang) dan Bestia (perwujudan binatang).

5. Giori
Vis Level : Archmagus (5,7)
Dwiaspek : Terra (tanah) dan Aqua (air).

------------------------------

"Kalian berdua hadapi Giori," sambung Antoni.

Tak bisa membantahnya lagi, Teres pun mengambil posisi siap bersama Edvan, berhadapan dengan perempuan berkacamata tersebut.

"Hoo, jadi dua orang laki-laki mau menghadapi seorang perempuan sepertiku? Hmph, menyedihkan," sindir keras Giori disertai tawa.

Edvan membalas dengan ekspresi datar, "dalam pertempuran, ini bukan soal kesetaraan gender. Ini tentang kesetaraan kekuatan, sisanya keahlian yang menentukan."

Lalu Aron mengambil langkah pendahuluan, berlari ke arah Antoni. Di tangan kanannya termaterialisasi pedang dari Vis Telum yang berwarna merah tua.

Pedang besi Antoni dan bilah Vis Telum Aron bertemu. Tak cukup sampai di situ, Aron lantas mengayunkannya dengan beringas sehingga senjata mereka berdua saling berdesing.

Aron lalu menggunakan Vis Ardornya. Ia alirkan Vis itu pada bilah Telumnya lalu mengayunkannya secara luas sampai-sampai Antoni harus mengambil beberapa langkah mundur agar tidak terkena jilatan api. Di saat terakhir, Aron melesatkan tebasan api ke samping.

Tebasan api horisontal Aron mengarah ke Edvan dan Teres. Mereka berdua tidak bisa bergerak sebab Giori dengan Vis Terra berhasil menjebak kaki mereka ke dalam tanah.

"Teres, Edvan!" Antoni menoleh dan memperingati.

Teres lalu menebaskan Vis Ordo yang telah ia himpun beberapa saat lalu pada pedangnya ke arah tebasan api tersebut.

Tebasan putih Teres melesat, bertabrakan dengan tebasan api Aron. Berkatnya, Vis Ardor Aron ternetralkan, api tersebut terburai dan menghilang di tengah jalan.

"Kau lengah, hehe," ucap Aron yang secara mendadak menerjang ke depan, berhasil menutup jarak antara ia dan Antoni dalam waktu singkat. Padahal Antoni yakin ia mundur cukup jauh sebelumnya.

Tampak Aron melepas sepatunya. Dari ujung celana pelindungnya, terlihat kedua kaki Aron berubah menjadi kaki cheetah. Tak heran ia dapat menerjang secepat itu.

Aron berhasil memberikan satu tebasan hingga melukai badan Antoni. Ia juga terus mengejar Antoni yang terpukul mundur.

Antoni pun kehabisan akal saat mendapati tangan kanannya berhasil diraih oleh pemuda tersebut. Tidak hanya diraih, Antoni bisa merasakan tangan kanannya itu digigit, itu karena lengan kiri Aron yang meraihnya berubah menjadi lengan ular.

"Ugh, kemampuanmu memang mengagumkan," ujar Antoni menatap lawannya risih. Ia bangkit setelah Aron berhasil melemparnya dengan tangan ular tersebut.

"Terima kasih atas pujiannya. Sebagai imbalan, kau akan kujadikan mayat." Aron lalu melepaskan seekor perwujudan cheetah menggunakan Vis Bestia. Vis yang sama yang ia pakai untuk mentransformasikan kedua kakinya.

Antoni kewalahan, luka bakar di kedua tangannya tak sempat pulih serta gigitan ular yang untungnya tak berbisa. Belum lagi ditambah dengan luka sayatan di badan depannya. Oleh karena itu, cheetah Aron berhasil menerkamnya dan melukainya lebih parah. Ia lalu melepaskan Vis Eversio yang telah dikumpulkan di tangannya kepada cheetah tersebut.

Monster cheetah itu tercerai-berai karena hanya berupa perwujudan yang rapuh setelah menerima Vis Eversio Antoni.

"Kau tamat." Aron mendekat sehingga hanya tinggal empat langkah di depan Antoni yang merangkak mundur. Aron juga menodongkan tangannya yang membara dengan Vis merah Ardor, siap menembakkan meriam api kapan saja ia mau.

Sudah tidak sempat bagi Antoni untuk menggunakan Vis karena ia tidak punya waktu untuk mengumpulkannya terlebih dulu. Walau begitu ia tetap berusaha mengkonsentrasikan Visnya.

Kemudian Aron menembakkan bola panas yang membara. Tidak sampai dua detik, bola itu akhirnya berbenturan dan memicu reaksi berantai sehingga terjadi ledakan.

Mengejutkannya, Antoni tak tersentuh api sedikit pun. Ternyata terdapat barrier berwarna biru yang seketiba muncul melingkupi Antoni.

Seorang bocah lima belas tahun berdiri seraya mengadahkan tangan, memfokuskan Vis biru Praesidium di ujung kedua telapak tangannya.

Merasa kesal, Aron yang tahu betul ulah siapa dari barrier tersebut langsung memunggungi Antoni. Bertumpu pada kaki cheetahnya, ia menerjang ke arah bocah yang menggunakan Praesidium. Tak lupa dengan bilah berwarna merah tua di tangannya.

Tak gentar, bocah itu merentangkan kedua tangannya. Menciptakan barrier Praesidium di depannya tepat saat Aron melancarkan serangan.

"Hah! Leriat! Keluar juga akhirnya," pekik Aron saat terus menekan bilah berwarna merah tua itu ke barrier di depannya. Ia juga terus mempertebal konsentrasi Vis Telumnya.

Dengan Praesidium sebagai Vis pertahanan dan Telum sebagai Vis penyerangan, keduanya menciptakan percikan bunga api berwarna antara merah tua dan biru saat saling berbenturan. Tinggal bergantung pada kuantitas dan kualitas yang dikerahkan dari kedua Vis tersebut.

"Teres, pergilah dan tolong Antoni," pinta Edvan setengah berbisik. Teres pun tak menyia-nyiakan kesempatan yang Edvan berikan.

"Eits, mau kemana?" Giori yang melihat Teres berlari lalu menggunakan Vis Terra. Ia melesatkan tanah besar berbentuk kerucut tajam ke arah Teres. Edvan tidak tinggal diam, ia bergeser posisi seraya menaikkan perisainya. Seketika bongkah tanah itu hancur saat menghantam perisainya. Edvan dengan postur tubuh besar hanya terdorong selangkah saat menahan benturan.

Kini Edvan membalas. Juga sesama pengguna Vis Terra, ia melesatkan sebongkah tanah ke arah lawannya. Perempuan berkacamata itu masih berdiri tegap dan tidak berganti posisi. Ia lalu mengangkat wandnya, seketika di hadapannnya tercipta tembok tanah kecil yang cukup untuk menahan bongkahan yang Edvan layangkan.

Disaat yang sama, Edvan lalu mengaktifkan Vis Impetus yang ia tambahkan pada bongkahan tersebut. Seketika menciptakan dentuman yang menghancurkan tembok tanah Giori disertai kepulan debu.

Kejadian barusan mengejutkan Giori. Saat debu-debu masih beterbangan, Edvan menghimpun Vis Terra di tangannya. Lalu ia angkat tangannya itu ke atas, memanggil sebongkah tanah seukuran badannya dari bawah yang kemudian ia lesatkan ke arah Giori.

"Itu saja?" ucap Giori lalu terkekeh. Dengan Vis Aqua, ia menciptakan semburan air yang sangat kuat, mampu membelah bongkahan tanah yang dilesatkan Edvan.

"Tcih." Edvan menjaga posisinya, menaikkan perisai. Ia tahu sedari awal Giori hanya bermain-main dengannya. Apapun yang akan perempuan berkacamata tersebut rencanakan, ia tak boleh membiarkan Giori mendekati kereta kuda walau ia tahu, Giori sangat mampu mengalahkannya dengan mudah.

"Ayo, segitu saja kemampuanmu, hmm? Dari tadi kita hanya main lempar-lempar saja." Giori mulai memfokuskan bola air di depannya.

Edvan tak bergeming, tidak ingin terpancing. "Ya, kemampuanku memang cuman segitu," sahutnya nada datar.

Giori lalu melepaskan gelombang air yang menerjang ke arah Edvan dengan cepat. Edvan menepukkan tangannya ke tanah, menciptakan tembok tanah di depannya. Gelombang air milik Giori seolah terbelah saat bertemu dengan tembok Edvan. Namun, bukan sekadar gelombang air. Edvan dikejutkan ketika Giori ternyata berselancar bersama gelombang Vis Aqua tersebut, melewatinya dari atas dan kini mengarah ke kereta kuda.

"Ugh, sial," umpat Edvan mencoba mengejar Giori. Perempuan itu sudah ada di depan pintu. Dengan wandnya, ia menggunakan Vis Terra untuk menciptakan kepalan tangan dari tanah yang ia pakai untuk 'mengetuk' pintu kereta hingga ambruk.

Kini dua pasang mata Giori dan wanita tua di hadapannya saling bertemu. Giori menyeringai. "Cucumu memang pelindung terbaik. Aku bahkan tak sanggup untuk menembus barrier Praesidium miliknya, Nyonya. Tapi naas, kini ia tidak sedang melindungimu. Aku sudah menunggu saat ini. Waktunya aku membawamu pergi, ke alam baka!"

Nyonya Kleir hanya duduk pasrah di atas bantalan empuk. Ia menatap pengawal perempuan berkacamata itu. Giori adalah salah satu anak buah terbaik putranya.

Saat Antoni hendak dibunuh oleh Aron, Kleir sendiri yang meminta Leriat untuk pergi menyelamatkannya walau Leriat bersikeras untuk tetap bersamanya di dalam kereta.

Edvan menembakkan misil Impetus ke arah Giori yang berdiri di pintu kereta namun terhalang oleh gerak cepat Giori yang menciptakan tembok tanah. Ia lalu melayangkan tembok tersebut ke arah Edvan. Walau Edvan berhasil menangkisnya menggunakan perisai, ia terdorong hingga terjatuh karena benturannya yang terlalu keras.

Giori menyeringai. Kini hanya ia dan Nyonya Kleir di dalam kereta. Ia menodongkan wandnya, bercahaya remang dengan Vis biru Aqua. "Sayang sekali, ya, Nyonya."

Kleir hanya mengangguk. Ia pasrah.

Dengan tatapan dingin Giori berucap, "hmph, baiklah."

Giori menembakkan misil air yang melesat bagai peluru senapan, menembus mantel Kleir dan melubangi jantungnya. Darah mengucur setelah misil air tersebut juga meretakkan dinding kayu di belakang Kleir. Wanita baya itupun tersungkur.

Lengah, Giori terhantam tembakan Impetus Edvan sampai-sampai ia terlempar keluar dari pintu sebelah kereta yang tidak terkunci.

Edvan berlari ke dalam kereta. "Nyonya Kleir!!!" Teriakannya menyita perhatian cucu Kleir.

Leriat yang sedang menahan serangan Vis Telum Aron dengan barrier Praesidiumnya menoleh ke belakang. Hatinya memanas ketika melihat Giori yang berada di dekat kereta kuda neneknya dengan pintu sebelah yang terbuka.

"Nenek ...." gumamnya dengan kedua mata menyalak. Leriat lalu dikejutkan lagi setelah mendengar ledakan besar berlawanan arah dari ia menoleh. Ia pun berbalik pandang.

Tampak bekas ledakan masih hangat, bahkan panas. Api tersulut di mana-mana hingga membakar dahan pepohonan di sekitarnya. Aron yang berdiri di luar barrier Leriat selesai mengadahkan tangannya lurus mengarah ke bekas ledakan, tidak lagi berusaha menembus barrier Praesidiumnya menggunakan Vis Telum. Dia yang baru saja menembakkan meriam api tersebut.

Kedua lutut Leriat terasa lemas. Tempat bekas ledakan tersebut adalah tempat di mana Antoni sedang ditolong oleh Teres. Kini di sana yang tampak hanyalah kobaran api.

"A-antoni ... Teres ...."

Aron menyeringai tawa. "Kau pikir bisa menang melawanku, ha? Jangan kira hanya berlindung di dalam barrier itu saja bisa menyelamatkanmu."

Perubahan wujud fitur binatang dari Vis Bestia pada Aron kembali ke bentuk semula. Ia lalu mengangkat lurus tangan kanannya. Pada telapak tangannya itu, terkonsentrasi Vis merah tua Telum yang intensitasnya terus ia tingkatkan. Dengan Vis itu ia menciptakan pedang besar yang lalu ia hempaskan ke barrier milik Leriat, menghacurkannya berkeping-keping. Bocah itu terdorong hingga terjatuh sebab tekanan besar dari Vis Telum Aron saat ia mencoba memperkuat barriernya. Walaupun begitu Praesidiumnya tetap tak mampu menahan benturan.

"Heh." Aron meluruskan postur tubuhnya, merasakan dominasi dalam pertempuran. Lalu seketiba ia terhantam misil abu-abu, membuatnya terpental hingga belasan langkah dan terguling-guling di tanah.

"Leriat! Cepat pergi dari sini!!!" Edvan berteriak.

"Ooh, ternyata kau memang sengaja membuat tembakanmu meleset, ya?"

Kedua kaki dan satu tangan Edvan terpendam di dalam tanah, ulah Giori. Setelah barusan menembakkan Impetus yang kuat, ia mulai mengumpulkan Vis Terra untuk melepaskan pengaruh Vis Terra milik Giori, sama seperti sebelumnya.

"Ugh, kau memang menyebalkan," ketus Edvan.

Giori menyeringai. "Ha ha. Tak apa. Karena kau segera menyusul Nyonya Kleir."

Ia memutarkan wandnya yang diisi dengan Vis Aqua ke arah Edvan. Aliran-aliran air merambat naik pada Edvan dan berkumpul di tubuh bagian atasnya. Air itu terus berkumpul hingga membentuk bola yang melingkupi seluruh kepala Edvan. Giori mencoba menenggelamkannya, di darat.

"Ugh." Edvan sambil menahan napas terus menggerak-gerakkan kepalanya, mencoba untuk menyingkirkan bola air di kepalanya itu. Proses pengumpulan Vis Terranya jadi melambat.

"Fhu fu, percuma saja." Giori tergelak. "Eh?" Ia menoleh setelah mendengar suara klentingan sepatu logam yang berlari ke arahnya dari belakang.

Leriat menerjang ke arah Giori. Dengan pedang terayun ia menyerang perempuan yang lebih tua darinya itu.

Giori mudah saja mengelak, hingga ayunan pedang Leriat yang keempat ia lalu memutuskan untuk mengganti fokus Vis pada wandnya.

Aqua berganti menjadi Terra. Lepasnya konsentrasi Vis Aqua Giori membuat Edvan lega, bola air yang melingkupi kepalanya seketika jatuh ke tanah.

Dengan Vis Terra pada wandnya, Giori menciptakan semacam pedang dari tanah yang lalu ia ayunkan untuk serangan balasan kepada Leriat. Bocah itu gesit mengambil langkah mundur menghindarinya. Ia lalu menggunakan Vis Praesidium yang telah dikumpulkannya selama menyerang.

"Hah! Pengguna tunggal Praesidium sepertimu memangnya mau apa?"

"Kita lihat saja!"

Leriat mengangkat tangan kirinya. Vis biru Praesidium membara di ujung telapak tangannya. Ia menciptakan barrier kubah yang melingkupi Giori, menjebaknya di sana.

Giori tergeming, mengakui kecerdikan bocah itu. "Hmph, boleh juga." Ia akan sangat kesulitan untuk menghancurkan barrier tersebut.

Vis Terra Edvan sudah cukup terkumpul. Ia lalu gunakan Vis itu, tanah yang memendam tangan dan dua kaki terbongkar sehingga ia bisa bergerak lagi.

Lantas ia menghampiri bocah yang menggunakan Praesidium. "Leriat, kita berdua tidak bisa melawan mereka. Ayo, kita harus pergi dari sini."

Leriat meremas erat gagang pedangnya, menahan gejolak ingin menghajar perempuan yang terkurung di dalam barriernya. Namun ia tidak bisa melupakan pesan neneknya saat masih di rumah sebelum hari keberangkatan.

Apapun yang terjadi, kau harus tiba di Kota Katalan.

Giori hanya cekikikan dari dalam kubah barrier biru menyaksikan dua orang di depannya. Tidak, bukan dua, mereka kini ada tiga.

Dari jauh, Aron berjalan mendekat, dengan kedua tangannya dipenuhi api yang membara semakin besar.

Karena sudah hancur sebelumnya. Barrier Leriat tidak sekuat sebelumnya sebab ia tidak punya waktu untuk mengumpulkan Vis Praesidium yang cukup agar dapat meningkatkan ketahanannya.

Dengan Vis Ardor Aron yang sepekat itu, barriernya pasti akan mudah hangus.

"Sebaiknya menyerah saja, Leriat. Kami tidak akan membunuhmu di sini. Tuan Besar ingin kami membawamu kepadanya."

Aron mulai menodongkan kedua tangannya ke depan, berancang-ancang menembakkan semburan api yang besar.

Giori menyambung perkataannya. "Kesempatan terakhir untuk memutuskan. Menyerah atau terbakar, terserah kalian."

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top