📘 5. Partner

"Aku menolaknya."

|TE:DR|

...

"Ah, kenapa jadi begini ...," gumamku sambil menatapi lorong ruang bawah tanah dari balik ventilasi pintu besi.

Entah sudah menghela napas yang keberapa kalinya, aku terus berpikir seharusnya saat itu aku pergi saja, jadinya aku tidak terkurung di ruangan gelap ini. Satu-satunya cahaya datang dari obor yang berada di lorong. Cahaya itu masuk melalui ventilasi ini.

Tidak tahu juga sudah berapa lama aku di sini. Tidak ada penunjuk waktu. Bahkan tidak ada apapun di tempatku terkurung ini, kecuali tiga. Aku, mangkuk dan sendok kayu.

Tadi saat terbangun, mangkuk itu sudah ada di dekat celah kecil di bawah pintu. Berisikan sup kentang, masih hangat. Sekarang sudah kosong.

Aku masih terkejut dengan yang terjadi terakhir kali. Siapa sangka Lefazio adalah seorang Grandmagus, yakni mereka dengan kemampuan Vis tingkat delapan. Aku ingat, jumlah Grandmagus yang dikenal di seluruh darat dan laut hanya ada tiga orang. Ternyata, kakek itu salah satunya.

Jika dibandingkan dengan diriku, aku masih dalam tingkat Sorseror. Kemampuan Visku berada di tingkat enam, lebih tepatnya enam koma tujuh. Jarak kekuatan kami masih jauh.

Aku merebah di lantai untuk sedikit menenangkan diri. Kepalaku masih terasa pusing, mungkin karena pengaruh Vis Lefazio sebelumnya. Saat itu, tiba-tiba semuanya menjadi gelap.

Lalu aku mendengar seseorang memanggilku. Dari suaranya, aku tahu itu Adel. Aku pun menghampirinya yang berada di depan pintu.

"Adel? Kenapa kamu di sini?" bisikku.

Ia juga berucap dengan suara rendah, "aku di sini untuk menagih hutang, hehe."

Hah? Hutang? Ah, jangan-jangan ...

Seperti dugaanku. Adel mengeluarkan sebuah kertas berisi pesanku yang kutinggalkan di meja ruang utama.

Ia membaca salah satu kalimat di kertas itu. " ... jika ada yang bisa saya lakukan untuk membalasnya, saya akan dengan senang hati melakukannya. Tertanda, Ruvian Lusentin."

"Memangnya apa yang kamu mau? Lagi pula aku terkurung di sini."

"Aku akan membebaskanmu."

"Hah? Sungguh?" Tetapi jika begitu, bukankah dia sama saja melawan Lefazio. Apa yang sebenarnya Adel pikirkan.

"Sungguh. Namun dengan satu syarat."

Sudah kuduga. "Apa syaratnya?"

"Biarkan aku ikut denganmu, sebagai partner perjalanan."

Sejenak aku memikirkannya. Mungkin ia mengira setelah ini aku akan menjadi seperti kebanyakan para petualang yang pergi menjelajah jauh. Tapi sebenarnya, tujuanku lebih berbahaya dari itu. Aku khawatir dia hanya akan menjadi beban.

"Aku menolaknya."

Adel menyeringai sambil bergeleng-geleng, "ck ck ck, ingat janjimu." Ia menggoyang selebaran yang ia pegang.

Ugh, dasar licik. Ia membuatku jadi mengingkari kalimatku sendiri. "Adel, perjalananku tidak seperti yang kamu kira. Ini akan sangat berbahaya, aku bahkan tidak bisa menjamin nyawaku sendiri."

"Ooh." Kini seringai gadis itu semakin lebar. Dikira aku sedang menakuti-nakutinya. Ia lalu mengeluarkan sebuah benda dari ransel yang dibawanya. Itu adalah kristal yang Lefazio ambil dariku.

Aku tidak mengerti, kenapa Adel berbuat demikian. Ia mengambil kristal itu dari Lefazio. Bukankah ini sama saja dengan pengkhianatan?

"Aku akan mengembalikan ini padamu. Bagaimana? Masih menolak permintaanku, humn?" Ia menyeringai lagi, sedikit terkekeh pula.

"Kamu, kenapa kamu mengkhianati Lefazio?"

Adel memutar bola matanya. "Haish. Ruvian, dengar, yang ingin pergi dari sini bukan kamu saja. Lagipula, selain aku, siapa lagi yang bisa menolongmu di sini?"

Yah, dia benar. Nampaknya memang tidak mungkin ada orang lain yang bisa mengeluarkanku dari sini. Cukup aneh mendengarnya jika Adel juga ingin pergi, bukankah ia bisa saja pergi dari rumah ini? Lantas apa yang menghalanginya.

"Jika seperti ini yang kamu mau agar aku bisa membayar hutangku. Baiklah, aku terima. Tetapi, kamu bisa mengkhianati Lefazio, siapa yang tahu kamu juga akan melakukan hal serupa padaku nanti. Apa aku bisa mempercayaimu?"

Sejenak ia terdiam, kukira aku berhasil membuatnya ragu, ternyata ia malah terkekeh. "Aku akan menceritakan kenapa aku tidak bisa pergi dari tempat ini nanti," ujarnya.

Hmm, jadi memang ada penjelasannya.

Adel membuka kunci pintu besi. Pintu pun terbuka. Ia lalu menyerahkan kristal hijau bening itu padaku.

"Bagaimana dengan Lefazio?" tanyaku.

"Ah, jangan khawatir. Kakek tertidur pulas. Ia takkan tahu kalau kita kabur dari rumah. Baiklah, kita akan keluar melewati lorong di sana. Ayo."

Langkah kaki kami saling beradu, menelusuri lorong yang gelap. Pencahayaan datang dari api di tangan Adel. Ia menggunakan Vis Ardor.

Aspek Ardor, berwarna merah, bersifat api. Pengguna Vis Ardor dapat menciptakan atau mengendalikan api.

Aku masih memegang kristalnya, belum kusimpan ke dalam Vis Inanis. Benda ini, aku sangat yakin Lefazio berpikir jika kristal ini kucuri, selaku sebagai reinkarnat Nekrolet seperti yang kakek itu duga.

Aku sendiri bahkan tidak tahu, apa benar aku adalah reinkarnat Nekrolet? Tanda-tanda yang Lefazio bicarakan juga tidak kualami.

Kemudian dengan menyalurkan Vis Inanis di tanganku, kusimpan kristal itu, menghilang dari tanganku setelah terselimuti oleh energi berwarna abu-abu.

Aspek Inanis, berwarna abu-abu, bersifat ruang hampa. Pengguna Vis Inanis dapat menyimpan benda-benda pusaka dan memanggilnya lagi sekehendak. Kemampuan Vis Inanis mengubah barang dan benda yang tersimpan menjadi satu dengan Vis mereka, sehingga meniadakan bentuk fisiknya sampai pengguna memanggilnya kembali.

Di dalam kristal hijau bening itu terdapat Vis Terra dalam jumlah yang sangat banyak. Beberapa bilang sebanyak samudra, sehingga kristal itu disebut dengan Kristal Terra. Legenda juga menceritakan jika kekuatannya mampu untuk membelah benua.

Aspek Terra, berwarna hijau, bersifat tanah. Pengguna Vis Terra dapat menciptakan atau mengendalikan tanah.

Kristal Terra adalah salah satu dari enam tonggak adidaya bumi. Keenam kristal itu masing-masing menyimpan lautan Vis enam aspek utama. Tiap kristal berada dalam penjagaan lima kerajaan ternama. Dari Kristal Aero beserta Kristal Ordo yang berada di Kerajaan Szarkan, lalu Kristal Ardor di Kerajaan Besar Paramartha, kemudian Kristal Aqua di Kerajaan Russal, selanjutnya Kristal Eversio di Kerajaan Venelutio, dan terakhir, Kristal Terra. Yang menjaga Kristal Terra sebelum ada padaku adalah Kerajaan Troya.

Jangan salah sangka, benda ini bisa ada padaku atas sebuah perjanjian. Itu terjadi saat perang raya masih membara, dua tahun yang lalu.

Saat itu umurku lima belas. Di ruang rahasia yang berada jauh di dalam basemen Kerajaan Troya, hanya ada aku dan sang raja di sana. Beliau sendirilah yang memintaku untuk membawa Kristal Terra. Perjanjian itu hanya kami berdua yang mengetahuinya sebab beliau tidak ingin aliansi kerajaan penjaga kristal mengetahuinya.

Sebab, terdapat ramalan suci yang mengatakan jika keenam kristal berada dalam satu genggaman tangan, dunia akan menemui ajalnya. Namun, raja Troya tidak mempercayai hal itu. Ia berpendapat, bahwa keenam kristal harus berada dalam satu kendali sehingga orang tersebut mampu menjaga keenam kristal karena memiliki kekuatan yang tak tertandingi.

Sayangnya beliau tidak bisa menyuarakan pendapatnya kepada empat raja lain karena pemikiran tersebut memang pernah ditolak. Mereka berargumen jika enam kristal dikendalikan oleh satu orang, ditakutkan kekuatan tak tertandingi tersebut hanya akan digunakan untuk memenuhi keegoisan. Argumen itu terdukung kuat oleh ramalan suci.

Saat beliau menyerahkan kristalnya, aku pun tidak yakin apakah waktu itu aku bisa menjaganya. Namun, raja Troya yang terkenal sangat bijaksana itu tidak ragu sedikitpun padaku. Ia yakin bahwa saatnyalah sang Elementalist diberkahi kekuatan tak tertandingi agar tidak ada kekuatan lain yang dapat mengancam kehidupan.

Ya, itu aku, sang Elementalist. Sekarang pun tidak jauh berbeda. Yaah, tidak jauh, sebab banyak hal yang terjadi.

"Hei, Adel, kamu tahu mengenai kristal itu?"

"Emm, apa itu yang disebut dengan Kristal Terra?"

"Yap."

Tiba-tiba ia berhenti berjalan. "Sungguh?!"

"Yap."

"Kupikir itu hanyalah benda yang nampak mirip saja?! Jadi yang kamu maksud dengan perjalanan berbahaya adalah menjadi penjahat buronan aliansi kerajaan penjaga kristal?! Astaga." Ia menutup wajah dengan telapak tangannya.

Hei hei, siapa yang kamu sebut dengan penjahat? Justru bukannya kamu baru saja menjadi pengkhianat? Haah, panik sekali hahaha.

Sepertinya selain berjalan di tengah malam yang dingin begini, aku juga harus sambil bercerita tentang kristal itu.

Owh, bulan sabit di atas benar-benar cantik bersama para bintang.

|TE:DR|

Dua tahun silam adalah masa berakhirnya perang raya yang melibatkan segenap penghuni bumi untuk rela bertumpah darah, meninggalkan rumah-rumah mereka serta mengiklashkan orang-orang yang mereka cintai.

Tidak perlu menghitung jumlah. Invasi masif itu telah terjadi hingga beberapa tahun lamanya.

Berawal dari batu besar yang seketiba jatuh dari langit. Tidak ada yang mengetahui asal-usulnya dan sejak batu langit tersebut jatuh, terjadi juga hal serupa di belahan bumi lainnya.

Di tiap tempat batu itu jatuh selalu memunculkan jenis mahkluk yang belum pernah di lihat mata. Mulai dari sekecil telapak kaki hingga sebesar bukit, berkulit keras, beracun, bertaring panjang, dan bercakar besar, monster-monster itu mengancam kehidupan seperti tiada habisnya.

Perlawanan tentu terjadi demi mengusir pendatang yang tidak tahu aturan. Para pejuang mulai membentuk kelompok yang lebih besar dari kelompok-kelompok kecil. Bahu-membahu hingga terciptanya aliansi-aliansi antar penguasa.

Lalu dari kerumunan monster-monster tersebut. Tibalah mereka yang menjadi dalang di balik semua kekacauan yang terjadi. Mereka menyebut diri mereka dengan sebutan Orc. Mereka sangat kuat. Tidak hanya otot, sebagian mereka sangat mahir memanipulasi Venevisium, setingkat para Archmagus dan Grandmagus. Desa-desa hanya abu. Kota-kota porak poranda. Benteng-benteng kerajaan tertembus. Hingga di suatu hari, salah satu dari enam kristal primordial jatuh ke tangan mereka.

Para prajurit, letnan, jenderal, hingga panglima pun turun ke medan untuk merebut kembali kristal tersebut. Saat itu keenam kristal tidak bisa digunakan, bahkan bagi Grandmagus sekalipun walau hanya untuk menggunakan satu persen dari kekuatannya. Begitu pula bagi para Warlock dari golongan Orc.

Dan di saat itulah kristal primordial yang terus jatuh silih berganti tangan selama pertempuran sengit berkecamuk menurunkan mukjizat kepada orang yang dipilihnya, agar dijadikannya sebagai sang Elementalist.

Dia yang terpilih dapat mengerahkan kekuatan penuh kristal primordial. Selain itu ia juga mampu untuk menggunakan seluruh aspek Vis yang ada.

Dengan kehadiran sang utusan yang bagai mentari di ufuk timur, harapan untuk mengusir para penjajah pun bersinar kuat. Bersambung~

"Hwaaah, keyen!" seru seorang anak kecil sehabis mendengarkanku bercerita.

"Kakak bercerita seolah-olah kakak ikut dalam ceritanya, hebat sekali," pekik anak lainnya. Tidak ketinggalan dengan tepuk tangan ibu-ibu yang mendampingi anaknya.

"Terima kasih atas hiburannya. Ini, terimalah." Seorang ibu memberikanku dua keping koin. Masing-masing bernilai dua puluh Arta. Wow, ini cukup banyak. Tentu akan kurang berkenan jika menolak pemberian.

"Tentu, sama-sama."

Para pendengar itupun bubar dengan wajah yang puas, menambah indahnya pagi yang cerah. Ini pertama kalinya aku menjadi seperti para bard yang sudah menjelajah banyak negeri, bedanya aku tidak mahir bernyanyi, hahaha.

"Wow, Ruvian, aku tidak tahu kamu bisa bercerita sebagus itu, hihihi," kekeh Adel.

"Aah, haha. Seorang petualang pasti punya cerita."

Tadi malam saat kabur dari rumah Lefazio, aku dan Adel tiba di sebuah desa di pinggir jalan. Kami telah berjalan cukup jauh dan sangat kelelahan. Beruntungnya tempat ini menyediakan fasilitas bagi para penjelajah sebagai tempat singgah.

Sebenarnya bercerita tadi hanyalah sebagai pengisi waktu. Aku dan Adel sedang menunggu koki kedai yang tengah menyiapkan perlengkapannya agar dapat menyajikan sarapan. Entah kenapa lama sekali. Jangan-jangan dapurnya terbakar.

Tidak tahu malang atau sial. Padahal hanya sekadar pemikiran, kini terdengar kalang kabut dari dalam kedai dan dari jendelanya mulai mengeluarkan asap.

"Wah, sepertinya terjadi sesuatu di dalam kedai," ucap Adel. Ia sedang bermain bersama seorang balita yang diminta untuk dijagakan.

Yah, kurasa berada di bawah pohon sini untuk sementara waktu tidak buruk juga. Selagi menunggu kedai itu siap.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top