🔒Chapter 08🔒

Setelah matahari cukup meninggi, mereka semua segera membereskan barang-barang mereka dan bergegas melanjutkan perjalanan mereka lagi

Perjalanan kali ini tak sehening perjalanan sebelumnya karena beberapa ada yang bercanda serta berbicara sehingga dapat membuat suasana lebih hidup

"Rea-chan! Pilih T atau D?" tanya Zyla penuh semangat. Rea yang disebelahnya memasang wajah berpikir sambil tersenyum tipis

"Bagaimana kalau T?" pilihnya tanpa bimbang, Zyla tersenyum tipis lalu mengatakan Truth-nya "Bagaimana perasaanmu jika bersama Ruki-san? Aku tahu lho kamu pernah menyukainya~"

Zyla tertawa keras saat melihat wajah Rea yang memerah gelap. Lalu melirik ke arah punggung Ruki di depannya.

Seluruh ras Penyihir dan ras Vampire tahu bahwa Aquarya Realita Dewatara pernah menyukai seorang Mukami Ruki tapi hey dia sudah milik Furuya pada saat itu jadi Rea bisa apa? Mencoba merebut Ruki? Oh ayolah Furuya pasti akan memenggal kepalanya jika tahu ada yang akan merebut kekasihnya

"B aja tuh" jawabnya kemudian masih dengan muka yang memerah padam. Zyla masih terus tertawa seraya menunjuk-nunjuk ke arah muka Rea yang memerah

"Ok ok Thunder sekarang kau pilih T atau D?" kali ini Zyla bertanya ke Thunder yang ada dibelakangnya. Thunder memasang wajah datar lalu menjawab "D"

"Wiih~ gentle juga ya~ oke darenya ini sangat rahasia aku tulis dengan sihirku saja ya~"

.

.

.

.

.

Mereka telah sampai di sebuah jurang yang sangat dalam dan penuh dengan suara gelak tawa para penyihir hitam. Ya itu adalah jurang Black Enchanter jurang ini selalu memakan satu korban jika ada yang hendak melewati jurang ini maka dia harus memberikan satu korban

Furuya adalah yang pertama turun dia kemudian menatap jurang itu dengan pandangan datar. Tiba-tiba sekumpulan penyihir jahat pun keluar dari jurang tersebut dengan tawa nyaring mereka

"Ngahahaha lihat siapa yang datang kesini~" penyihir dengan akses ungu itu mendekat ke arah Furuya yang hanya termenung di dekat jurang. Dia mengangkat dagu Furuya agar bertatapan dengan iris hitam kemerahannya

Tampak iris biru Furuya yang berubah menjadi indigo seluruhnya. Wajahnya tak menunjukkan sebuah ekspresi sekali pun. Sang penyihir tersenyum sinis

"Ngahahahaha Rany siapa korban kita selanjutnya ngihihihihi" seorang penyihir berakses hijau keluar dan menatap gerombolan putri itu dengan binar jenaka dia kemudian mendekati Rayven. Saat hendak menyentuhnya tangan penyihir itu ditepis kuat oleh Rayven

Rayven memandang penyihir itu jijik "Jangan sentuh aku kotoran!" desisnya tajam membuat penyihir tadi menggeram padanya dia kemudian menampar wajah Rayven tanpa belas kasihan

Ppllakk

"Rayven!"

Rayven hanya diam, dia merasakan pipi kanannya yang panas akibat tamparan penyihir tadi. Dia turun dan menyerang penyihir itu dengan api Ameterasu miliknya

"Ckhh..tak ada gunanya" lirihnya sambil terus melempar bola-bola api ke arah penyihir tersebut namun penyihir tersebut hanya menghindari dengan lincah sebuah pergerakan Rayven

"Terjun~"

Suara itu bagai hembusan angin, sangat lirih dan juga sangat mempengaruhi siapa pun yang ada di bawah kendalinya.

Ruki yang mendengar suara itu segera menoleh dan turun dari kudanya. Irisnya membulat saat Furuya kembali berjalan menuju bibir jurang

"KACHIKU!!!!!"

Seruan Ruki menyadarkan semuanya tapi tidak dengan Furuya dia tetap berjalan tanpa memperdulikan seruan Ruki.

Furuya tetap diam dan maju sampai dia terjatuh ke dalam jurang. Penyihir bernama Rany tadi tertawa mengerikan saat ada korban yang jatuh ke dalam jurangnya

"Furuya-nee!!!"

"Furuya-san!!!"

Ruki dengan panik segera berteleport ke dalam jurang membuat ras lain tercekat

Ruki berusaha mendekat ke tubuh Furuya yang ada di bawahnya yang tampak tak sadarkan diri. Dia mencoba untuk lebih dekat ke tubuh Furuya mencoba mengambil helaian rambut Furuya yang naik keatas

Hap

"Kachiku sadar! Sadar Kachiku!" Ruki berhasil menangkap tubuh Furuya di dekatnya dia segera menggoyang-goyangkan tubuh sang kekasih berharap dia akan sadar

"...." Furuya hanya diam sambil nenatap tanpa ekspresi ke Ruki. Ruki bimbang dia segera menarik panahnya dan melesatkan sebuah anak panah ke atas

Ssreekk

Tubuh mereka berdua berhenti turun ke bawah dengan Furuya yang ada di punggung Ruki. Sementara Ruki berusaha memegang tali yang telah dia sambungkan ke anak panahnya tadi

"Ka-chiku..."

Dia segera berteleport ke atas dan saat diatas matanya disuguhkan oleh dua penyihir yang telah tak bernyawa serta darah dimana-mana. Pandangannya menyapu ke arah Rayven, Nicko, Yoshino dan Akiru yang terluka di dekat mereka

"Hah...hah...ba-bagaimana Furuya-chan?" tanya Akiru dengan nafas setengah dia melihat ke arah Furuya yang masih ada digendongan Ruki dan iris indigo dan wajah tanpa ekspresi

"Hahh aku tak tahu Kachiku sepertinya masih di bawah kendali penyihir tua bangka ini" ujar Ruki lalu menendang tangan salah satu penyihir tadi dengan geram

"Tapi syukurlah Furuya-san tak apa" ujar Nicko sambil tersenyum tipis lalu dibalas anggukan dari Yoshino "Yap! Benar setidaknya kita tak kehilangan salah satu dari kita sebagai korban jurang ini" balas Yoshini dengan nada ceria membuat Akiru dan Ruki mau tak mau ikut lega

"Kalian sudah tak apa? Kalau begitu mari kita lanjutkan perjalanan" seru Thunder dari atas kudanya

"Ha'i~"

Semuanya berseru senang lalu menaiki kuda masing-masing minus Furuya yang satu kuda dengan Ruki. Mereka pun melewati jurang itu dengan bantuan kekuatan Kristal Luna dan Es Mizuki

🎼🎼🎼

>> Di alam bawah sadar Furuya >>

Furuya tertawa saat bermain dengan sosok yang mirip dirinya. Dia terlihat bahagia bermain dengan sosok itu

Lalu tak lama seorang gadis berambut merah datang dan ikut bermain dengan mereka awalnya Furuya tak memperbolehkan namun kembarannya itu memaksa dirinya agar memperbolehkan. Mau tak mau Furuya pun mengijinkan gadis merah itu untuk bermain

"Mama!!" kembaran Furuya dan gadis merah itu meninggalkan Furuya dan pergi bersama ke orang yang mereka panggil Mama

Furuya menoleh dengan penasaran dia pun mengikuti teman mainnya itu. Terlihat disana Reiji bersama dengan kedua gadis tadi sedang bermanja disana. Furuya memiringkan kepalanya bingung sampai sebuah tepukan di kepalanya menyadarkannya

Tangannya digandeng menuju tempat Reiji oleh Shuu. Sementara dirinya hanya diam dan memperhatikan kedua gadis itu

"Furu" sebuah panggilan membuat atesinya teralihkan. Pandangannya melihst sosok Reiji yang tersenyum di hadapannya dan Furuga bisa merasakan punggungnya di dorong lembut oleh Shuu untuk mendekat ke arah Reiji

"Kaa-san..."

Furuya memeluk Reiji erat sambil menangis disana mencoba untuk tak terlihat lemah di hadapan siapa pun kecuali sang ibu

Reiji hanya tersenyum sambil mengelus rambut putri sulungnya berusaha membuat Furuya nyaman disana

"Furuya ingin tetap disini" isaknya lalu mengangkat wajahnya agar beradu pandang dengan Reiji

Reiji terkekeh kecil lalu menghapus air mata Furuya yang masih keluar, ditaruhnya kedua telapak tangannya ke pipi Furuya lalu mengecup lembut kening Furuya

"Furu boleh disini" ucap Reiji lembut sambil menggosok belakang telinga Furuya

Furuya kembali menangis dan memeluk kembali Reiji menangis di dada sang ibu. Biar lah dua gadis tadi beranggapan dia cengeng atau apa yang penting dia sekarang sudah senang berada di pelukan orang yang telah merawatnya penuh cinta dan kasih sayang

"Heee~ dia menangis~"

"Aku belum pernah melihatnya menangis ternyata Furuya kalau menangis lucu ya hihihi"

"U-urusai na! Hiks..kalian..diam saja! Atau Furuya...hiks..akan...menghisap kalian!" ujarnya disela-sela tangisannya masih menutup wajahnya di dada Reiji

Shuu mendekat dan mengelus kepala kedua gadis tadi "Kalian berdua tak boleh begitu atau Papa akan menghukum kalian" ujarnya main-main yang membuat kedua gadis itu gelagapan

Salah satu dari mereka menggeleng "Yada! Aku tak mau dihukum!" serunya ketakutan lalu tanpa sadar air matanya menetes ke pipinya

"Huweeee aku tak mau dihukum! Papa jahat!" gadis tadi segera berhambur ke sebelah Reiji dan ikut memeluk Reiji. Sementara Furuya hanya melotot pada gadis disampingnya, memiliki rambut pirang panjang dengan ujung merah serta iris merah ruby

"Mama! Papa kowaii yo! Papa mau menghukumku!" adunya ke Reiji dengan air mata yang terus membanjiri wajahnya sementara Shuu hanya menggeleng dengan tingkah cengeng keduanya

"Huweeeee kalau kalian berdua dengan Mama lantas aku dengan siapa?" yang berambut merah mulai menangis di dekat Shuu membuat Shuu mau tak mau ikut menenangkan yang merah

Si pirang tertawa melihat sang merah menangis karena hal seperti itu, sementara Furuya masih betah tak menunjukkan wajahnya dan tetap bersembunyi di dada Reiji

"Sudah sudah diam lah walau bagaimana pun kau masih kau sudah diam" ujar Shuu mencoba menenangkan si merah. Si merah masih terus menangis di pelukannya membuat Shuu bingung dia pun melirik ke Reiji berusaha meminta bantuan

Reiji menangkap kode itu dia segera melepaskan si pirang membuat desahan kecewa keluar dari si pirang "Mama! Aku masih mau!" keluh si pirang saat dibawa mendekat ke Shuu

"Kau bersama Papa sebentar ya" ujar Reiji halus lalu mengambil si merah yang masih menangis keras membuat Furuya sedikit terganggu

Dia membuka matanya -yang tadi tertutup- dan menatap si merah dengan kesal "Diam lah Furuya mau tidur" ujar Furuya mengantuk di menggesekkan kepalanya ke dada Reiji mencari kenyamanan lain

Tapi sepertinya si merah tetap mengacuhkan Furuya, dia tetap menangis walau sudah ada di pelukan Reiji

Reiji memgelus sejenak kepala si merah dan mengatakan beberapa kata penenang dan hal itu berhasil. Si merah perlahan-lahan diam dan akhirnya tertidur di pelukan Reiji sementara Furuya sudah kembali terlelap di dada Reiji

Si pirang yang ada di pelukan Shuu ikut-ikutan tertidur setelah mendengarkan permainan biola yang indah dari earbud milik Shuu.

Semua menjadi hening saat ketiga gadis itu telah tertidur hanya tinggal kedua orang tua mereka yang masih terjaga dan memanjakan tidur mereka

Di dalam hati, Furuya berharap dia tak akan pernah bangun lagi dan ingin tetap berada disini bersama keluarganya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top